Musi Rawas, Gesuri.id - Sebagai organisasi perjuangan rakyat yang berazaskan Marhaenisme mengamalkan Pancasila, dan bertujuan sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yang menentang segala bentuk penindasan di muka bumi ini, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Lubuklinggau, Musi Rawas dan Muratara, kali ini turun langsung ke jalan dalam rangka menyampaikan persoalan penindasan terhadap petani (Marhaen) dan konflik agraria yang terjadi Kabuaten Musi Rawas, baru-baru ini.
Eris Yong Hengki, Ketua DPC GMNI Lubuklinggau, Musi Rawas dan Muratara, menuturkan bahwa GMNI menentang segala bentuk penindasan, baik oleh manusia terhadap manusia lainnya maupun oleh negara terhadap negara lainnya.
Baca: Putra Sangat Prihatin Jaktim Tertinggi Kasus Aktif Covid-19
Eris menyampaikan, berbagai upaya dan tindakan telah dilakukan seperti mediasi, melakukan pendampingan terhadap petani yang tertindas dan menjadi korban kriminalisasi dalam konflik agraria dengan PT. ASMR (Agro Sawit Musi Rawas).
Tetapi, hingga kini belum juga ada penyelesaiannya. Maka dengan ini kami dari DPC GMNI Kota Lubuklinggau, Musi Rawas dan Muratara turun ke jalan dan menyampaikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat, dimana terdapat dugaan adanya kesewenang-wenangan yang terjadi terhadap masyarakat yang berada di desa Tambangan, Kecamatan BTS Ulu, Kabupaten Musi Rawas. Tepatnya di lokasi PT. ASMR.
"Maka kami menuntut dan mendesak DPRD dan pemerintah kabupaten Musi Rawas serta instansi-instansi terkait untuk mengusut tuntas dugaan kegiatan ilegal yang dilakukan oleh PT. ASMR. Yang dimana perusahaan ini diduga tidak memiliki HGU, izin operasional, dan izin-izin lainnya, serta status perusahaan ini dipertanyakan karena berdasarkan informasi yang kami dapat bahwa PT.ASMR ini sebagian lahan yang digunakan diduga menyerobot hutan kawasan serta sebagiannya lagi yakni lahan masyarakat dan PT. ASMR ini pernah juga mendapat teguran dari Dinas Kehutanan Sumsel di tahun 2017 terkait persoalan tersebut," ujar Eris.
Pada kesempatan sama, Evan Maulana yang merupakan Sekretaris cabang GMNI Lubuklinggau, Musi Rawas dan Muratara menambahkan bahwa GMNI juga mendesak Polres Musi Rawas untuk mengusut tuntas dugaan adanya tindakan kriminalisasi terhadap Petani di desa Ngestiboga II Kecamatan Jaya Loka, Kabupaten Musi Rawas, serta adanya dugaan oknum-oknum yang bermain di dalam hal ini.
Evan menyatakan, bagaimana mungkin seorang yang dikenakan pasal dengan ancaman pidana di atas 5 tahun, akan tetapi tersangka yang bersangkutan tidak pernah didampingi Kuasa Hukum/pengacara selama diambil keterangan untuk BAP.
"Apakah itu tidak melangggar KUHAP dan bertentangan dengan nilai-nilai kodek etik dan profesionalitas kepolisian. Dengan ini kami menuntut Bapak Efrannedy selaku Kapolres Musi Rawas untuk benar-benar menjalankan tugas dan fungsi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat, bukan malah sebaliknya dan segera menindak lanjuti persoalan ini demi terungkapnya tabir-tabir kepalsuan di jajaran yang dipimpinnya. Dan kami menegaskan jangan sampai stigma di tatanan masyarakat bahwa hukum itu tajam kebawah dan tumpul ke atas semakin menjadi-jadi," tegas Evan
Ketua DPP GMNI Arieo Pandiko menambahkan, bahwa praktek penguasaan tanah sepihak oleh Korporasi selalu menimbulkan konflik Perusahaan dan Petani yang mempertahankan hak mereka. Karena tanah sebagai sumber utama penghidupan bagi petani. Jika tanah tersebut di rampas oleh perusahaan, maka petani akan kehilangan jantung penghidupan nya.
Baca: Puan Minta Pemerintah Kedepankan Diplomasi Damai Intan Jaya
"Apa yang menimpa kepada Petani Tahanan Polres Musi Rawas, bapak Basarudin (51) Warga Ngestiboga II Kecamatan Jaya loka, Kabupaten Musi Rawas adalah korban dan akibat dari kegiatan Perusahaan Agro Sawit Musi Rawas yang melakukan perampasan tanah sepihak dan kesewenang-wenangan," tegas Arieo.
Apalagi, lanjut Arieo, PT. ASMR diduga menyeroboti Hutan Kawasan dan sebagian tanah warga Tambangan. Dan PT. ASMR diduga tak mengantongi izin HGU.
Arieo juga mengatakan pemasalahan pertanahan ini merupakan persoalan Hak Asasi Manusia. Dia juga menjelaskan sejumlah penyebab konflik agraria, salah satunya adalah perampasan lahan yang dilakukan sepihak dan sewenang-wenang.
Ujungnya, ketika masyarakat mulai bersikap mempertahankan hak tanah yang tidak ada konfirmasi dan ganti rugi, dan ketika masyarakat sudah marah, yang dikerahkan oleh perusahaan justru Aparat. Walhasil, sambung Arieo, timbul masalah antara aparat dan rakyat.
Ini merupakan cara-cara perusahaan membungkam para petani dalam mempertahankan haknya. GMNI pun menilai sistem feodalisme ini tidak bisa di biarkan.
"GMNI juga mendesak Pemerintah Kabupaten Musi Rawas menyelesaikan sengketa tanah ini lewat skema agraria sesuai mandat pasal 33 UUD 1945. Untuk diketahui bahwa dari dulu kegiatan PT. ASMR ini masuk dalam pantauan kami, karena ada kejanggalan yang kami lihat," pungkas Arieo.