Jakarta, Gesuri.id - Calon presiden Ganjar Pranowo membicarakan soal gagasannya untuk mengatasi kualitas udara Indonesia, lantaran produksi emisi karbon terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Disampaikan Ganjar saat menghadiri acara "Rembuk Ide Transisi Energi Berkeadilan: Menelaah Gagasan dan Komitmen Calon Pemimpin Indonesia" yang diselenggarakan The Habibie Center.
Ganjar mengatakan, pentingnya kesadaran bersama untuk memperbaiki kualitas udara Indonesia.
Baca: Abdy Jelaskan Kenapa Ganjar Pranowo Layak Jadi Presiden RI
"Bapak-Ibu yang ke sini naik angkutan umum angkat tangan?" tanya Ganjar disambut sejumlah orang yang angkat tangan di Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Pelibatan masyarakat untuk mengatasi kualitas udara buruk dinilai penting. Satu di antaranya, dengan berpindah dari menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi umum.
Berdasarkan data, Indonesia menduduki peringkat ke-6 yakni menghasilkan 691.970.000 ton CO2. Emisi karbon ini berasal dari sektor energi berupa hasil pembakaran minyak, gas, dan batu bara.
"Maka ini peringatan besar untuk Indonesia. Kira-kira ini akan berkontribusi untuk memperburuk situasi," tutur Ganjar.
Ganjar mengatakan, Indonesia memasuki masa transisi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT). EBT menjadi sumber energi yang tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca sehingga mampu mengurangi polusi udara.
"Kita akan melakukan transisi. Sebuah perubahan menuju ke lingkungan yang baik. Aspeknya banyak sekali. Ketika transisi ini kita lakukan, pasti akan ada dampak," terang Ganjar.
Di antaranya bisa berdampak terhadap dunia usaha yang tidak ramah lingkungan.
Karena itu, menurut Ganjar, dunia usaha terdampak bisa membuat inovasi atau peluang usaha baru sehingga tetap bisa bertahan.
Selain itu, kendaraan listrik ramah lingkungan, juga berperan dalam mengatasi persoalan lingkungan.
"Sekarang kita sedikit agak dipaksa masuk kendaraan listrik. Harus kejar-kejaran dengan infrastruktur. Kalau orang bicara charger, chargernya belum ada di banyak tempat. Kalau kita bicara waktu, pasti lama. Tapi keluhan-keluhan ini tentu mesti kita biasakan. Kita mau mengawali transisi. Kalau tidak bahayanya akan lebih lama," terang Ganjar.
Ia mencontohkan, banyak masyarakat protes soal kemacetan. Namun, enggan berpindah dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
Ganjar menyinggung kebijakan ganjil genap. Bukan berpindah ke transportasi umum, justru memilih membeli kendaraan baru.
Baca: Dukung Ganjar-Mahfud Team Relawan Siber Sapa Warga Malang
Ganjar pun menceritakan saat bertemu Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, yang juga pengusaha dealer kendaraan roda empat.
"Pak Jusuf Kalla, ngobrol sama saya, aku ini (pengusaha) dealer, kalau orang mau bicara penghematan itu tidak terjadi. Contoh, dia punya anak, punya istri, semuanya kerja. Tidak ada tuh yang berangkat bareng. Yang ada adalah membelikan kendaraan untuk anak, memberikan kendaraan suami, istri, sehingga minimal di rumah itu ada tiga," cerita Ganjar.
Ganjar mengutarakan, setiap orang berkontribusi dalam membuat produksi emisi karbon meningkat. Terutama, mereka yang menggunakan kendaraan pribadi.
"Pengalaman itu beliau ceritakan ketika dealernya tambah laku. Daya beli tinggi, kendaraan makin tinggi. Sadar atau tidak ternyata berkontribusi terhadap soal ini (produksi emisi karbon meningkat)," tambahnya.