Ikuti Kami

Insiden Lion Harus Jadi Pemicu Pengetatan Bisnis Penerbangan

Maskapai berbiaya rendah (low cost carrier/LCC) seperti Lion Air kembali menjadi pusat perhatian.

Insiden Lion Harus Jadi Pemicu Pengetatan Bisnis Penerbangan
Ilustrasi. Pesawat Lion Air.

Jakarta, Gesuri.id - Kecelakaan yang melibatkan pesawat Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10) begitu menyita perhatian publik selama satu minggu terakhir.

Walaupun kotak hitam masih perlu diteliti untuk secara definitif menentukan penyebab utama kecelakaan, pertanyaan terhadap standar keselamatan pesawat terbang kembali mengemuka.

Baca: Arteria Dahlan Minta Lion Air Diaudit Menyeluruh

Maskapai berbiaya rendah (low cost carrier/LCC) seperti Lion Air kembali menjadi pusat perhatian apakah rumor yang beredar bahwa maskapai LCC tidak mengindahkan standar keselamatan demi memotong biaya benar-benar terjadi.
Wacana untuk menentukan batas bawah tarif pesawat terbang kembali mengemuka.

Sebenarnya Kementrian Perhubungan telah mengatur hal tersebut, sehingga tarif pesawat terbang tidak boleh dipatok semurah mungkin.

Selain batas bawah, batas atas tarif pesawat tebang juga diatur terutama agar maskapai tidak menetapkan harga terlalu mahal terutama di periode liburan (peak season).

Menurut Ihsan Yunus, anggota DPR RI dari Komisi VI, Fraksi PDI Perjuangan, Dapil Jambi, mengatakan kasus Lion Air harus menjadi pemicu pemerintah benar-benar mengawasi bisnis maskapai secara ketat.

“Saya yakin sebuah kecelakaan pesawat itu tidak hanya terjadi karena faktor tunggal, misalnya adanya kerusakan mesin. Apabila ada kerusakan mesin berarti harus diperiksa apakah perawatan dan pemeliharaan mesin diperhatikan maskapai," ujarnya. 
 
Soal perawatan mesin, Ihsan mengatakan butuh biaya pemeliharaan yang sangat mahal, dan setelahnya harus diperiksa apakah anggaran untuk biaya pemeliharaan sudah layak serta dapat memenuhi standar yang ditetapkan. 

Terkait anggaran, Ihsan menambahkan juga bisa saja dipengaruhi pola manajemen bisnis maskapai. Hal itu karena ada persaingan ketat untuk menawarkan tiket semurah mungkin. "Bukan tidak mungkin biaya pemeliharaan yang mahal diakali supaya terpangkas. Ini tentunya bisa jadi masalah besar,” ungkap Ihsan.

“Saya di Komisi VI antara lain melakukan pengawasan BUMN. Kami selalu detil memperhatikan pola manajemen mereka lewat pemeriksaan baik dari aspek keuangan hingga operasional atau kinerja. Laporan keuangan harusnya dapat mengindikasikan ke mana saja anggaran dialokasikan. Hal ini tentunya penting juga dilakukan untuk maskapai. Wacana tarif batas bawah juga sudah lama dibahas misalnya dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Di satu sisi bisnis harusnya semurah mungkin, di lain sisi, khusus untuk bisnis maskapai, jangan sampai demi dapat tarif yang murah anggaran yang penting untuk biaya pemeliharaan dipangkas,” Ihsan menambahkan.

Baca: Rahmat: Cabut Izin Lion Air Jika Terbukti Langgar SOP

Ia melanjutkan wacana tarif batas bawah dapat digulirkan tapi namun lebih baik pemeriksaan manajemen terutama untuk keputusan alokasi anggaran pemeliharaan pesawat benar-benar diawasi ketat oleh Kementrian Perhubungan. 

"Jangan sampai justru nanti pasar maskapai LCC yang mati,” pungkasnya.

Quote