Jakarta, Gesuri.id - Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI menerima aspirasi dari DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) terkait persoalan tanah di 146 desa yang diklaim Kementerian Kehutanan sebagai kawasan hutan lindung.
Wakil Ketua BAM DPR RI, Adian Napitupulu, menegaskan bahwa permasalahan ini harus diselesaikan oleh pemerintah pusat melalui koordinasi lintas kementerian, bukan dibebankan kepada masyarakat.
“Menteri Kehutanan duduk dengan Kemendagri, duduk dengan ATR/BPN. Jangan dikembalikan lagi pada rakyat,” ujar Adian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8).
Menurut Adian, penetapan batas desa maupun kawasan hutan adalah kewenangan pemerintah pusat. Karena itu, masyarakat tidak boleh dipaksa menanggung akibat dari keputusan yang tidak melibatkan mereka sejak awal.
“Apakah rakyat desa petani itu dilibatkan dalam penetapan desa? Enggak. Dilibatkan dalam penetapan hutan? Tidak. Jadi ketika terjadi masalah, jangan dilempar ke bawah. Kalian yang harus duduk bersama,” tegasnya.
Adian juga menyoroti keberadaan sekitar 185 ribu transmigran yang telah memiliki sertifikat tanah, tetapi masih terhambat oleh klaim kawasan hutan.
“Jangan dong kemudian membebani lagi masyarakat. Mereka sudah sibuk mencari makan. Kalau batas kawasan hutan sampai sekarang masih dipermasalahkan, ini problem besar,” ujarnya.
Ia bahkan mengkritik keras Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan yang dinilai sering melempar tanggung jawab.
“Kalau ketemu saya pasti bertengkar sama saya dia. Karena itu tanggung jawab kalian di tingkat pusat. Dan ini problemnya besar sekali,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten TTS, Mordeckay Liu, menyampaikan apresiasi kepada BAM DPR RI atas respon cepat terhadap surat permohonan yang mereka kirimkan pada 4 Agustus lalu.
“Terima kasih BAM DPR RI, surat permohonan kami baru seminggu lalu, hari ini sudah dijadwalkan rapat,” kata Mordeckay.
Ia menegaskan bahwa DPRD TTS hadir untuk menyuarakan aspirasi seluruh masyarakat di wilayahnya.
“Kami mewakili seluruh masyarakat Timor Tengah Selatan. Persoalan tanah ini sudah lama menjadi keluhan warga, tapi Kemenhut tidak pernah mau duduk bersama,” ungkapnya.
Menurut Mordeckay, pihaknya bahkan telah berkali-kali didatangi masyarakat dari 17 kecamatan dan 300 desa untuk memperjuangkan penyelesaian konflik lahan tersebut.