Ikuti Kami

Adisatrya Suryo: Kemandirian Industri Baja Syarat Mutlak Optimalnya Program Hilirisasi

Penekanan ini muncul menyusul tingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor bijih besi, coking coal, hingga scrap baja.

Adisatrya Suryo: Kemandirian Industri Baja Syarat Mutlak Optimalnya Program Hilirisasi
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Adisatrya Suryo Sulisto.

Jakarta, Gesuri.id - Komisi VI DPR RI menegaskan kembali komitmennya untuk memperkuat kemandirian industri baja nasional melalui peningkatan kapasitas bahan baku dalam negeri.

Penekanan ini muncul menyusul tingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor bijih besi, coking coal, hingga scrap baja yang masih belum mampu dipenuhi industri pengolahan domestik.

Langkah tersebut dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar di Gedung Nusantara I, Jakarta. 

Forum ini secara khusus mengeksplorasi potensi bahan baku baja Indonesia dengan melibatkan pakar dari Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Asosiasi Profesi Metalurgi Indonesia, serta Ikatan Alumni Teknik Geologi ITB.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Adisatrya Suryo Sulisto, menegaskan industri baja merupakan fondasi utama pembangunan nasional karena menopang sektor strategis seperti konstruksi, otomotif, pertahanan, energi, dan alat transportasi.

Ia menilai bahwa kemandirian industri baja menjadi syarat mutlak agar program hilirisasi berjalan optimal.

“Bahkan proyek-proyek prioritas nasional seperti hilirisasi industri, logam, dan pembangunan rantai pasok strategis lainnya sangat bergantung pada stabilitas dan ketersediaan industri baja nasional,” ujarnya saat membuka rapat, dikutip Kamis (27/11). 

Sebaliknya, kondisi aktual menunjukkan ketergantungan tinggi terhadap impor. Indonesia masih mengimpor hingga 92 persen bijih besi, 81 persen coking coal, serta mayoritas scrap baja.

Ketergantungan ini berpotensi menimbulkan risiko besar, di antaranya tingginya biaya logistik, volatilitas harga global, serta melemahnya daya saing industri hilir seperti otomotif, alat berat, perkapalan, dan pertahanan.

Komisi VI pun mendorong langkah korektif berbasis riset dan teknologi.

“Komisi VI DPR RI berharap memperoleh masukan yang komprehensif mengenai kondisi bahan baku baja nasional, terutama terkait tingginya ketergantungan impor dan tantangan kualitas mineral lokal yang belum memenuhi kebutuhan industri modern,” tambah politisi Fraksi PDI Perjuangan tersebut.

Aspirasi dari pelaku industri juga menjadi sorotan. Menurut Adisatrya, baik Krakatau Steel maupun asosiasi industri baja telah menyampaikan kekhawatiran terkait peningkatan produk baja impor. Ia menegaskan bahwa kebijakan ke depan harus berbasis pada kekuatan bahan baku lokal.

“Untuk itu kami ingin juga mendapat masukan dari segi kesiapan raw materials itu bagaimana ke depan ini? Karena tentu industri yang se-strategis baja ini harus kita kelola supaya memperkuat daya saing industri, bukan hanya baja tapi juga turunannya,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi VI DPR RI Rizal Bawazier menilai persoalan impor bahan baku baja telah mencapai titik kritis sehingga pemerintah harus segera merumuskan kebijakan berbasis rekomendasi konkret.

“Sebenarnya solusinya apa? Yang kemudian bisa direkomendasikan dari DPR ke pemerintah itu apa? Harus eksplorasi lagi di daerah sini-sini-sini atau seperti apa? Nah ini yang diperlukan oleh kami supaya kita bisa menyelesaikan impor bahan baku ini,” katanya.

Para ahli turut menyampaikan masukan strategis. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia menilai keberlanjutan industri baja harus dijaga sebagai tulang punggung pembangunan nasional.

Namun kemandirian bahan baku masih lemah akibat minimnya pasokan bijih besi, coking coal, dan scrap baja dalam negeri, serta terbatasnya kemampuan memproduksi baja bernilai tambah tinggi (HVA).

Para pakar mengusulkan penguatan produksi HVA melalui modernisasi teknologi, peningkatan efisiensi proses, serta penguatan rantai pasok melalui kerja sama global. Rekomendasi lainnya mencakup pendayagunaan pasir besi, investasi pada teknologi special steel, dan penyediaan bahan baku serta energi yang lebih kompetitif.

Sementara itu, Ikatan Ahli Geologi Indonesia menekankan pentingnya pematangan aktivitas hilirisasi melalui optimalisasi pemanfaatan potensi bijih besi hulu dalam negeri agar industri baja dapat berkembang lebih berdaya saing.

Quote