Ikuti Kami

Ansy Sampaikan Tujuh Catatan Dalam Rapat Banggar

Ansy menilai PNBP yang diperoleh dari pemanfaatan kekayaan alam.

Ansy Sampaikan Tujuh Catatan Dalam Rapat Banggar
Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema (Ansy Lema).

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema (Ansy Lema)  menghadiri Rapat Badan Anggaran (Banggar) dengan agenda Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor pertanian, perkebunan, perikanan, kelautan, kehutanan dan lingkungan hidup, baru-baru ini.

Politikus PDI Perjuangan itu  menyampaikan beberapa poin  dalam rapat Banggar tersebut.

Baca: Pembakar Bendera Partai, PDI Perjuangan Tempuh Jalur Hukum!

Pertama, tentang Paradigma PNBP. Ansy menilai PNBP yang diperoleh dari pemanfaatan kekayaan alam, yaitu PNBP Pertanian, PNBP Perikanan, dan PNBP Kehutanan harus menggunakan paradigma Sustainability (Keberlanjutan). 

"Segala pendapatan negara yang berasal dari sektor sumber daya alam (SDA) harus mengutamakan aspek ekologis. TIDAK BOLEH BERDASARKAN PADA EKSPLOITASI SDA," tegas Ansy. 

Kemudian, poin kedua,  Ansy menegaskan pembuatan kebijakan pemerintah untuk menaikkan penerimaan PNBP dari sektor-sektor SDA harus menggunakan PRINSIP KEADILAN. 

"Target meningkatkan PNBP tidak boleh mengorbankan aspek-aspek mendasar, seperti petani, nelayan, masyarakat sekitar hutan, sebagai kelompok kecil yang harus dilindungi, juga aspek kelestarian lingkungan hidup," ujarnya. 

Maka itu, masuk pada poin ketiga, kebijakan yang baru-baru ini dikeluarkan oleh KKP misalnya, dengan pemberian izin kapal cantrang ataupun pembukaan ekspor benih lobster perlu dilihat lebih jauh.

"Apakah kebijakan tersebut memberikan keadilan bagi kelompok nelayan kecil? Jangan hanya memprioritaskan pada penerimaan pendapatan negara saja," ujar Ansy 

Lalu poin keempat, Ansy menanyakan, sebetulnya berapa potensi PNBP yang bisa didorong dengan adanya kebijakan cantrang dan ekspor benih lobster. Logikanya, lanjut Ansy, ketika ekspor benih lobster dibuka, pasti akan ada perusahaan yang mengajukan permohan izin untuk bisa melakukan ekspor. 

"Begitu pula ketika izin kapal cantrang dibuka. Ketika ada izin yang diberikan, maka PNBP perikanan bertambah. Berapa hitung-hitungan potensi penerimaannya?" ujarnya. 

Baca: Gunakan Uang Orba, Demo Tolak RUU-HIP Rongrong Pemerintah

Sementara itu, untuk poin kelima, selain perizinan, kementerian bisa mendorong penerimaan PNBP dengan melakukan pengawasan dan peningkatan kepatuhan.

"Misalnya, tahun lalu terdapat lebih dari 2.000 kapal-kapal yang belum memperpanjang izin, padahal izin mereka sudah expired. Pembenahan hal ini akan meningkatkan PNBP perikanan," ujar Ansy. 

Dan di poin Keenam, Ansy meminta agar jangan hanya berfokus pada ekstensifikasi  perizinan, tetapi juga lakukan intensifikasi kebijakan yang sudah ada. Pengawasan terhadap segala sesuatu yang mengambil manfaat dari SDA harus dilakukan.

"Jangan sampai SDA dikeruk dan dieksploitasi habis menuju kepunahan. Sebagai contoh, bisa dilihat dalam PNBP di sektor kehutanan. Kontribusi hutan produksi terhadap ekonomi Indonesia menurun pada 2019. Dari PNBP, pada 2019 tercatat penerimaan negara Rp. 2,73 triliun. Lebih kecil dari 2018 yang mencapai Rp. 2,86 trilun," ujar Ansy. 

Lalu di poin Ketujuh, Ansy menekankan agar pemanfaatan kekayaan hutan harus dilakukan secara hati-hati. Mana hutan yang bisa dimanfaatkan sebagai peningkatan penerimaan dan mana yang tidak, menurut Ansy harus benar-benar diperhatikan.

"Penerimaan negara memang penting, tetapi aspek keberlanjutan alam kita sebagai tempat anak cucu kita hidup adalah POKOK TERPENTING. Bumi bukan milik generasi saat ini, tapi titipan anak-cucu," pungkas Ansy.

Quote