Ikuti Kami

Ansy Tegaskan Konversi Dalam RUU KSDAHE Bukan Hanya Perlindungan Satwa

Tetapi jauh lebih luas yang meliputi ekosistem secara menyeluruh. Termasuk di antaranya melibatkan masyarakat adat setempat.

Ansy Tegaskan Konversi Dalam RUU KSDAHE Bukan Hanya Perlindungan Satwa
Anggota Komisi IV DPR RI, Yohanis Fransiskus Lema (Ansy Lema).

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI, Yohanis Fransiskus Lema (Ansy Lema) menegaskan konservasi dalam Rancangan Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (RUU KSDAHE) bukan hanya bicara tentang perlindungan satwa, tetapi jauh lebih luas yang meliputi ekosistem secara menyeluruh. Termasuk di antaranya melibatkan masyarakat adat setempat.

Sehubungan dengan itu, Ansy Lema mengapresiasi para aktivis pelaku konservasi saat RDPU Komisi IV dengan Pelaku Kegiatan Konservasi/Lembaga Konservasi di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (11/4). 

"Saya memberikan apresiasi buat bapak-bapak. Ada yang bicara konservasi berbasis darat, kemudian perairan dan pulau-pulau kecil, dan juga berbasis sungai atau air tawar,” katanya.

Baca: Ansy Lema Soroti Rencana Kebijakan Impor Beras

“Menurut saya, dalam undang-undang ini perlu dibahasakan terkait ekosistem secara menyeluruh. Dalam konteks kita bicara konservasi, ini kan ekosistem secara menyeluruh.” sambung politisi PDI Perjuangan ini. 

Menurut Ansy Lema peran masyarakat lokal dan masyarakat adat dalam upaya konservasi sangat penting. Karena itu, kata dia, semangat dasar dari konservasi yang dimaksud dalam RUU KSDAHE ini adalah konservasi berbasis komunitas.

Komisi IV, lanjut politisi muda asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu sepakat bahwa dalam hal ini ada partisipasi, akses, dan keterlibatan yang tidak sekedar mobilisasi masyarakat, tetapi harus betul-betul masuk dan dibacakan secara eksplisit dalam undang-undang tersebut.

“Bagi kami Komisi IV, spirit dasar dari konservasi dalam undang-undang ini (adalah) konservasi yang harus berbasis komunitas. Dan kalau kita bicara komunitas, berarti ada masyarakat lokal dan juga ada masyarakat adat. Ini perlu juga kita munculkan karena memang konservasi itu memang harus berbasis lokalitas (dan) berbasis kearifan lokal,” ujarnya.

Ansy Lema menilai, dalam hal konservasi ini, tanggung jawab yang ada harus dibagi-bagi. Menurutnya, perlu adanya skema terkait pengaturan distribusi kewenangan, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga masyarakat lokal maupun adat.

Untuk upaya ini, lanjutnya, kewenangan yang ada tidak bisa dimonopoli, termasuk di dalamnya menyangkut bagaimana mendamaikan antara kepentingan ekonomis dan ekologis agar kepentingan konservasi bisa berjalan.

Baca: Ansy Lema Beberkan Penyebab Langkanya Minyakita

Karena itu, Ansy Lema meminta para pelaku konservasi untuk tetap bersuara di ruang publik. Menurutnya, upaya konservasi ini harus menjadi gerakan bersama, baik dalam sektor formal dalam tubuh lembaga pembuat kebijakan, maupun dari sektor informal, yaitu informasi-informasi yang beredar di ruang publik.

Dia percaya bahwa ruang publik harus diisi dengan gagasan-gagasan cerdas dan transformatif dalam perspektif konservasi ini.

“Apa pun namanya, kita berpegang teguh pada spirit konservasi. Jadi apapun undang-undangnya hari ini, kita sedang membereskan hal ini dan terus terang kami tetap memohon bapak-bapak sekalian untuk juga bersuara di ruang publik. Ini harus menjadi gerakan kita bersama, kami dari dalam (Senayan), bapak-bapak sekalian dari luar Senayan. Ini juga harus terus bersuara di ruang-ruang publik,” tutupnya.

Quote