Ikuti Kami

Arteria Curigai Draf 'Omnibus Law' Cipta Kerja dari Swasta

Politisi PDI Perjuangan ini mengkritisi masalah perizinan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, diambil alih pemerintah pusat.

Arteria Curigai Draf 'Omnibus Law' Cipta Kerja dari Swasta
Anggota Panitia Kerja Omnibus Law, Arteria Dahlan.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Panitia Kerja Omnibus Law, Arteria Dahlan mencurigai draf Omnibus Law Cipta Kerja dibuat oleh pihak swasta. 

Politisi PDI Perjuangan ini mengkritisi masalah perizinan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, diambil alih pemerintah pusat.

Arteria mengatakan, alasan pemerintah mengenai perizinan itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Baca: Tajamnya Analisa Arteria Lucuti Logika KPK Tak Pernah Salah

"Mau nanya saya sekarang, yang buat Omnibus ini sudah baca UU 23/2014 tidak? Jangan-jangan yang buat ini orang swasta," katanya di Jakarta, Selasa (4/8).

Alasan pemerintah menyebutkan kewenangan pemerintah pusat didelegasikan ke daerah dinilai aneh. Karena di Omnibus Law disebutkan pemerintah pusat tak punya kewenangan hal tersebut.

Penjelasan pemerintah tentang peraturan daerah yang bermasalah yang harus dilimpahkan ke pemerintah pusat tak masuk akal jika diatur dalam Omnibus Law. Karena alasan itu sudah dielaborasikan ke dalam 13 pasal di dalam UU 23/2014.

"Jangan kita retorika macam-macam panjang lebar. Ini sudah ada di UU 23/2014 menjadi tujuan di omnibus. Makanya saya ingin pahami, yang mana yang kurang?" paparnya.

Lantas Arteria juga menyinggung Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang harus mendapatkan persetujuan pusat. Dia mengatakan, pemerintah daerah harus menetapkan RDTR yang telah disetujui pemerintah pusat dalam jangka waktu satu bulan. Hal itu terdapat Dalam Bagian Ketiga RUU Cipta Kerja tentang Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha dan Pengadaan Lahan, RDTR harus disetujui oleh pemerintah pusat.

Baca: Arteria Sarankan Presiden Lebih Bijaksana Soal Usulan RUU

Anggota Komisi III DPR RI itu mengingatkan, pemerintah provinsi, kabupaten dan kota memiliki otonomi. Perubahan kewenangan itu dalam konteks tata ruang bertentangan dengan konstitusi. Penataan ruang bukan kewenangan pemerintah pusat.

Lebih lanjut, Arteria mempertanyakan apakah Presiden Joko Widodo mendapatkan informasi mengenai hal itu. Dia meminta jangan Omnibus Law menjadi akal-akalan pihak tertentu.

"Jangan jual-jual nama Pak Presiden. Jangan-jangan Pak Jokowi tidak tercerahkan dan tidak dijelaskan terkait hal ini," tandasnya.

Quote