Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua MPR RI Bambang "Pacul" Wuryanto menegaskan perlunya reformulasi strategi perjuangan Marhaenisme agar mampu menjawab tantangan zaman.
Hal tersebut disampaikan dalam Diskusi Publik bertema “Front Marhaenis Ambil Peran: Berdaulat, Berdikari, Berbudaya” yang digelar DPD PA GMNI Jakarta Raya di Kantor DPP PA GMNI, Jakarta, Sabtu (6/12/2025).
Diskusi ini merupakan rangkaian menuju Konferda V DPD PA GMNI Jakarta Raya. Dalam paparan utamanya, Bambang Wuryanto mengurai struktur lapisan sosial masyarakat Indonesia sebagai konteks penting memahami tantangan gerakan Marhaenis saat ini.
Menurut Bambang, masyarakat terbagi dalam beberapa lapisan, mulai dari lumpen, karyawan, praktisi, birokrat, elite politik, hingga pemilik kapital.
Baca: Ganjar Ajak Kader Banteng NTB Selalu Introspeksi Diri
Pemilik kapital, kata dia, menempati posisi paling atas sehingga memiliki kemampuan memengaruhi hampir seluruh sendi kehidupan.
“Kenapa susah melawan orang kaya? Karena pemilik kapital berada di atas. Mereka bisa membeli banyak hal,” ujar Bambang.
Ia menilai, akar kegagalan kaum Marhaen terletak pada terus meningkatnya angka kemiskinan, membuat banyak kelompok tidak sanggup masuk dalam barisan perjuangan.
“Syarat minimum kaum Marhaenis adalah bebas dari segi keuangan. Kalau masih berada di lapis lumpen dan karyawan, membangun barisan itu tidak bisa,” tegasnya.
Bambang menggambarkan bahwa ajaran Bung Karno tetap relevan, tetapi strategi perjuangan tidak bisa disalin mentah-mentah dari masa lampau.
“Ajaran Bung Karno tetap, tetapi cara berjuang harus direformulasi. Membariskan pikiran ini tidak mudah,” kata Bambang.
Dalam gaya penyampaiannya yang khas, ia bahkan menyebut kaum marhaenis sebagai “korea-korea”, istilah satir untuk mengganti kata “orang miskin”, yang harus membangun mentalitas kuat terlebih dahulu sebelum bisa saling menguatkan.
“Para korea-korea yang belum melenting harus mulai membangun mentalitet korea. Setelah melenting, bantu korea lain dengan tenaga, network, dan pikiran,” tambahnya.
Bambang juga mengaitkan analisis sosialnya dengan catatan sejarah 1967, mulai dari dimintanya Bung Karno mengundurkan diri, sebagai gambaran bagaimana kekuasaan dan kapital bekerja dalam dinamika politik bangsa.
Pandangan Bambang tersebut diperkuat oleh analisis Guru Besar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Prof. Muradi, yang menyoroti kondisi demokrasi Indonesia hari ini. Menurutnya, demokrasi tidak berjalan sebagaimana mestinya karena pemerintah lebih memilih jalur pragmatis dibanding ideologis.
"Saya yakin pemerintahan hari ini tidak menjalankan karakter ideologis. Kita terjebak sandera politik,” ujar Muradi.
Ia menilai, banyak pihak akhirnya memilih bergabung dalam arus kekuasaan untuk menghindari risiko politik sehingga kritik tidak lagi tumbuh dengan sehat.
“Dinamika politik hari ini, kalau tidak bergabung, Anda jadi sasaran tembak. Teman-teman yang dulu vokal kini menjadi ayam sayur,” tegasnya.
Muradi menyebut, garda terakhir demokrasi ada di lingkungan akademik, karena kampus masih menjadi ruang bebas bagi nalar kritis.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP PA GMNI, Abdy Yuhana, menegaskan relevansi tema diskusi dengan basis ideologis gerakan Marhaenis di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia secara sosial-historis terbagi menjadi tiga kelompok: priyayi, abangan, dan santri.
“Kelompok abangan adalah representasi soekarnois. Sepanjang republik ini ada, kaum abangan ada. Ini basis ideologis yang harus dijaga,” ujar Abdy.
Ia menegaskan bahwa disiplin ideologi menjadi kunci untuk menjaga arah perjuangan.
“Dalam asas perjuangan, kita tidak boleh bergeser sedikit pun. Tapi taktik bisa berubah kapan saja. Asas tetap, taktik fleksibel,” jelasnya.
Menurut Abdy, kemandirian ekonomi dalam ajaran Bung Karno menjadi fondasi penting untuk menjaga martabat bangsa.
Baca: Ganjar Pranowo Tegaskan Marsinah Lebih Layak
“Asas berdikari Bung Karno harus dipegang. Jangan takut pada situasi apa pun. Dengan tekad kuat, apa pun bisa kita capai,” tambahnya.
Diskusi yang berlangsung dinamis ini dan dipandu Direktur Eksekutif IPI, Karyono Wibowo turut dihadiri oleh Wakil Ketua Umum DPP PA GMNI Ugik Kurniadi, Ketua Dewan Pakar DPD PA GMNI Jakarta Raya Rico Sinaga, Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan Dwi Rio Sambodo.
Lalu, Ketua DPD PA GMNI Jakarta Raya Ario Sanjaya, Sekretaris DPD PA GMNI Jakarta Raya Miartiko Gea, jajaran pengurus DPC PA GMNI Jakarta Raya, serta para pengurus DPD dan DPC GMNI se-DKI Jakarta.
Acara ditutup dengan seruan memperkuat barisan Front Marhaenis sebagai kekuatan ideologis dan sosial-politik yang relevan dalam menghadapi tantangan globalisasi serta perubahan konstelasi politik nasional.

















































































