Jakarta, Gesuri.id - Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Mataram menyoroti serius bencana banjir besar yang melanda Kota Mataram pada 6 Juli 2025 lalu.
Dalam rapat paripurna DPRD Kota Mataram baru-baru ini, juru bicara Fraksi PDI Perjuangan, Ni Luh Arini, menyampaikan bahwa banjir setinggi lebih dari dua meter tersebut merupakan yang terparah dalam kurun waktu 40 tahun terakhir di Provinsi NTB.
Selain menelan korban jiwa, banjir tersebut berdampak besar terhadap kehidupan warga. Sedikitnya 7.676 keluarga atau sekitar 30.681 jiwa terdampak, dengan sekitar 20.000 orang di antaranya berada di wilayah Kota Mataram. Sebanyak 520 orang terpaksa mengungsi, dan 15 orang dilaporkan mengalami luka-luka. Enam kecamatan yang paling terdampak adalah Kecamatan Mataram, Sandubaya, Cakranegara, Sekarbela, Selaparang, dan Ampenan.
Baca: Ganjar Tegaskan Negara Tak Boleh Kalah
Bencana tersebut juga menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur dan fasilitas umum. Puluhan kendaraan terseret arus banjir, ratusan bangunan rusak berat, dan berbagai fasilitas publik tergenang air. Kerugian materi diperkirakan mencapai belasan miliar rupiah.
Ia menyampaikan apresiasi Fraksi PDI Perjuangan kepada Wali Kota Mataram atas respons cepat dan keterlibatan langsung dalam penanganan banjir hingga pasca-bencana.
Meski demikian, Fraksi PDI Perjuangan menilai perlu adanya perbaikan signifikan dalam strategi mitigasi bencana ke depan. Mitigasi yang selama ini lebih terfokus pada potensi rob dan tsunami, menurut Arini, harus diperluas mencakup skenario penanganan banjir. Fraksinya mendorong Pemkot Mataram untuk menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) penanggulangan banjir secara menyeluruh.
Fraksi PDI Perjuangan juga mengusulkan agar kurikulum mitigasi bencana mulai diajarkan di tingkat pendidikan dasar dan menengah sebagai bentuk edukasi dini kepada generasi muda.
Baca: Ganjar Nilai Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD Harus Dikaji
Terkait penyebab teknis banjir, Fraksi PDI Perjuangan menekankan pentingnya normalisasi saluran air, selokan, dan sungai yang kini mengalami pendangkalan. Pengerukan dan pembersihan harus dilakukan secara berkala dan intensif, dengan koordinasi antara Pemkot Mataram, Pemerintah Provinsi NTB, dan Balai Wilayah Sungai (BWS).
Tidak kalah penting, Arini juga menyoroti maraknya bangunan liar yang berdiri di sempadan sungai dan di atas saluran air. Ia meminta agar pemerintah menertibkan bangunan-bangunan tersebut agar tidak menghambat aliran air saat curah hujan tinggi.
“Air dengan debit besar dari hulu seharusnya bisa mengalir lancar, tidak terhambat oleh bangunan liar yang justru memperparah dampak banjir,” tegasnya.

















































































