Ikuti Kami

Dana Talangan Garuda Cuma Selamatkan TransAirways!

Deddy: Dana talangan itu berbentuk pinjaman yang harus dikembalikan beserta bunganya.

Dana Talangan Garuda Cuma Selamatkan TransAirways!
Ilustrasi. Maskapai Garuda.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Sitorus menilai, skema penyelamatan Garuda Indonesia hanya akan menyelamatkan pemegang saham minoritas, yakni TransAirways milik konglomerat Chairul Tanjung.

Baca: Tewaskan Pencuri Sarang Walet, Novel Baswedan Kok Bebas? 

Hal itu disampaikan setelah Kementerian BUMN menyatakan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR bahwa skenario penyelamatan Garuda menggunakan skema dana talangan. 

Deddy mengungkapkan, dana talangan itu berbentuk pinjaman yang harus dikembalikan beserta bunganya. Menurut Deddy, patut dipertanyakan motivasi dan aspek legal dari skema ini. Sebab, bentuknya sangat tidak lazim dan berpotensi mendatangkan masalah di kemudian hari. 

“Mari kita lihat nanti rancangan Peraturan Kementerian Keuangan (PMK), yang saya dengar sedang difinalisasi Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan,” kata politisi PDI Perjuangan ini, melalui keterangan tertulis, Senin (15/6).

Menurut Politikus PDI Perjuangan ini, lazimnya cara yang ditempuh bagi perusahaan yang sudah listed di bursa adalah dengan menerbitkan saham baru (right issue). Dengan cara ini, para pemegang saham harus menambahkan modal. Jika tidak, otomatis porsi sahamnya berkurang (terdelusi). 

“Pemerintah bisa menginjeksi PMN untuk membeli saham baru dan para pemegang saham yang lain juga harus menyetorkan dananya,” ujar Deddy.

Sebab, lanjut Deddy, Garuda Indonesia membutuhkan injeksi dana segar untuk mempertahankan kondisi ekuitas yang bermasalah.  Anehnya, Garuda yang sudah mendekati sekarat malah disodori pinjaman, ditambahi beban baru, sementara pemilik saham minoritas duduk manis tanpa risiko. Padahal, pemilik saham minoritas leluasa mengatur bisnis Garuda akibat klausul keharusan persetujuan 75 persen pemegang saham untuk mengambil keputusan strategis.

Baca: Selamatkan Garuda Dengan PMN atau Investasi Pemerintah

Bagi Deddy, skema dana talangan membuat pemerintah dan Garuda seolah disandera dan tidak berdaya.

“Semua maskapai penerbangan sedang menghadapi masalah. Khusus Garuda, sebelum pandemi Covid-19 pun sudah bermasalah. Tetapi skenario pemerintah ini adalah yang paling menimbulkan tanda tanya, memalukan dan lucu. Presiden perlu tahu bahwa skenario dana talangan ini adalah akal bulus menyelamatkan pihak tertentu yang ingin mendominasi Garuda, tetapi tidak mau berkeringat,” lanjut Deddy. 

Deddy menyampaikan, dana sebesar Rp1 triliun itu adalah jaminan utang jangka panjang, dan sekitar Rp 5 triliun dalam bentuk Convertible Bond (CB) yang ditanggung Garuda dan bisa di-redeem setiap saat oleh para pemegang saham. Konfigurasi pemegang saham Garuda Indonesia saat ini adalah Pemerintah Indonesia 60,5 persen, publik 9 persen, dan TransAirways sekitar 30,5 persen. 

“Kita jangan lupa sejarah, BUMN punya pengalaman buruk dengan Rekening Dana Investasi (RDI). Ini skema dukungan dana yang dimasukkan ke BUMN bukan dalam bentuk PMN, tetapi dalam bentuk kerja sama investasi. Skema ini membawa akibat yang berat bagi BUMN sendiri, karena terlilit utang buga dan pokok kepada pemerintah yang notabene adalah pemegang saham,” ujar Deddy.

Menurut Deddy, inilah penyebab kinerja BUMN yang mendapatkan RDI tidak optimal dan terus meminta dukungan dana, yang ujungnya kemudian RDI tersebut dikonversi menjadi debt to equity swab menjadi PMN. Hingga 2006, BUMN yang memiliki utang dalam bentuk RDI ke pemerintah itu sebesar Rp 50,65 triliun dan tidak ada yang tahu kondisinya saat ini. 

Oleh karena itu, menurut Deddy, dana talangan BUMN itu harus jelas mekanisme dan dasar hukumnya. Seperti kita ketahui, dasar hukum tindakan BUMN itu ada di PP 72/2016 sebagai pengganti PP 44/2005 dan di dalam PP tersebut tidak ada aturan mengenai dana talangan.

“Apakah PMK yang akan dikeluarkan nanti akan sejalan atau justru bertabrakan dengan PP, mari kita lihat. Terlepas dari aturan hukum, menurut saya ini logika yang tidak benar, salah sejak awal,” kata Deddy. 

Ini skema, lanjutnya, terkesan diciptakan untuk menyelamatkan pihak swasta agar sahamnya tidak terdelusi. 

"Patut dicatat bahwa negara melalui Garuda yang harus menanggung semua cost-nya,” kata pria kelahiran Pematang Siantar ini. 

“Ini berpotensi menjadi masalah dalam bungkus penyelamatan ekonomi nasional, harus didalami secara tuntas,” pungkasnya.

Seperti diketahui, pemeritah berencana memberikan pinjaman dengan bunga sebesar Rp 8,5 triliun kepada Garuda Indonesia. Pinjaman dengan bunga yang harus dikembalikan serta tidak bisa dikonversi itu menurut rencana akan dikucurkan melalui SMI sebesar Rp 5 triliun, LPEI sebesar Rp 1 triliun, dan instrumen utang lainnya sebesar Rp 2,5 triliun.

Quote