Ikuti Kami

Darmadi Durianto: Tarif Impor AS Pukulan Telak Utama Bagi Industri Tekstil dan Mebel

Darmadi: Sebetulnya benar apa yang dikatakan moderator, ini adalah hantaman yang cukup besar.

Darmadi Durianto: Tarif Impor AS Pukulan Telak Utama Bagi Industri Tekstil dan Mebel
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto, mengingatkan kebijakan tarif impor Amerika Serikat yang tengah dinegosiasikan berpotensi menjadi pukulan telak bagi industri dalam negeri, terutama tekstil dan mebel, yang sebagian besar produksinya ditujukan untuk ekspor ke Negeri Paman Sam.

"Sebetulnya benar apa yang dikatakan moderator, ini adalah hantaman yang cukup besar. Kalau tarif preferensial ini dicabut, dampaknya akan luas. Ada sekitar 3.840 produk Indonesia yang saat ini menikmati tarif 0% masuk ke Amerika. Kalau itu semua kemudian tidak mendapatkan fasilitas tersebut lagi, tentu ini akan jadi pukulan berat," kata Darmadi, dikutip pada Sabtu (10/5/2025).

Ia menyoroti bahwa dua sektor paling terdampak adalah industri tekstil dan mebel. 

"Tekstil dan mebel itu paling besar ekspornya ke Amerika, hampir 60%. Industri tekstil sendiri menyerap hampir 4 juta tenaga kerja, sementara mebel sekitar 1 juta. Kalau negosiasinya gagal, ini bukan hanya soal ekspor menurun, tapi bisa berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran," jelasnya.

Menurut Darmadi, Indonesia tidak berada dalam posisi untuk melakukan tindakan balasan atau retaliasi seperti yang dilakukan China. 

"Saat ini, hanya China yang berani retaliasi. Presiden Xi Jinping bilang, 'Kami ini samudra besar, banyak badai kami tidak takut.' Tapi Indonesia ini kolam kecil, bukan samudra. Kita tidak punya pilihan selain negosiasi," ucapnya.

Ia  menyoroti bahwa ekonomi domestik Indonesia masih belum cukup kuat untuk menghadapi tekanan global karena lingkungan bisnis yang dianggap belum sehat. 

"Masalah kita dari dulu adalah lingkungan ekonomi dan politik yang koruptif dan ekstraktif. Banyak kebijakan yang tidak adil, seperti kuota impor yang hanya diberikan kepada segelintir pihak. Ini disebut langsung oleh Presiden Prabowo," ujarnya.

Ia juga mengutip laporan dari Amerika Serikat yang menyoroti berbagai praktik penghambatan impor ke Indonesia, seperti penggunaan perizinan teknis (pertek) yang kerap molor dari tenggat waktu. 

"Seharusnya SLA (Service Level Agreement)-nya 5 hari, tapi ada yang dua bulan enggak keluar-keluar. Permainan seperti ini sudah jadi rahasia umum," tegasnya.

Dampak eksternal lain yang tak kalah penting, menurut Darmadi, adalah potensi melemahnya ekonomi China akibat tarif yang dikenakan oleh AS. 

"Kalau PDB China turun 1%, PDB Indonesia bisa ikut turun sekitar 0,3%. Ini juga akan mengganggu daya serap ekspor Indonesia, terutama produk yang menyerap tenaga kerja tinggi seperti tekstil dan mebel yang nilai ekspornya mencapai sekitar 16 miliar dolar AS di 2024," ungkapnya.

Ia juga menyinggung data neraca transaksi berjalan Indonesia yang mulai mengalami tekanan. 

"Defisit transaksi berjalan sudah mencapai 1,5%, naik dari sebelumnya 0,8%. Ini adalah sinyal yang harus diperhatikan serius oleh pemerintah," tuturnya.

Darmadi berharap pemerintah bisa bersikap tegas dalam negosiasi dengan Amerika Serikat. 

"Trump ini unpredictable. Kadang bilang mau nego, kadang tidak. Kita harus siap menghadapi gaya mabuk seperti itu. Tapi intinya, jangan korbankan kepentingan nasional. Ini menyangkut nasib jutaan pekerja," pungkasnya.

Quote