Ikuti Kami

Deddy Nilai Komite Penanganan Covid-19 & PEN Pincang

Politisi PDI Perjuangan itu mengingatkan, masalah ekonomi yang dihadapi saat ini adalah dampak dari terjadinya pandemi global.

Deddy Nilai Komite Penanganan Covid-19 & PEN Pincang
Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus menilai, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terkesan pincang. 

Bukan tidak mungkin, tujuan pembentukan Komite untuk mengintegrasikan sektor kesehatan dan ekonomi dalam rangka menghadapi pandemi itu berpotensi gagal.

“Dilihat dari struktur Komite yang dibentuk melalui Perpres Nomor 82 tahun 2020 itu, tidak bisa dihindari kesan bahwa pemerintah memberikan fokus yang terlalu besar dalam bidang ekonomi dan lemah dalam aspek kesehatan,” kata Deddy di Jakarta, Selasa (4/8).

Baca: Deddy: Tak Calonkan Akhyar, PDI Perjuangan Partai Terbuka

Politisi PDI Perjuangan itu mengingatkan, masalah ekonomi yang dihadapi saat ini adalah dampak dari terjadinya pandemi global. Tidak mungkin ekonomi bisa dipulihkan jika penanganan pandemi Covid-19 tidak dilakukan secara maksimal.

Malah sebaliknya, lanjut Deddy, apabila penanganan pandemi dilakukan secara efektif maka program pemulihan ekonomi nasional akan dengan sendirinya berpotensi membaik. Oleh karena itu, konsentrasi yang terlalu besar dibidang pemulihan ekonomi yang tidak paralel dengan upaya melawan Covid-19 berpeluang menjadi sia-sia belaka.

“Komite yang dibentuk seharusnya menjadi terobosan untuk melakukan akselerasi dalam rangka kebijakan (re-focusing) anggaran dan percepatan penyerapan anggaran yang tersandera regulasi dan birokrasi, baik di bidang pemulihan ekonomi maupun menekan pandemi,” ujarnya.

Deddy juga menyarankan, komite juga harus menjadi jawaban bagi memudahkan kolaborasi dan integrasi antara Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang terkesan sangat divergen, masing-masing berjalan sendiri tanpa arah bersama yang jelas.

Bahkan, dirinya juga menyayangkan komite tersebut tidak bisa mengakomodir sektor lain yang juga sangat penting dalam situasi saat ini seperti Bidang Pemerintahan Dalam Negeri, Sosial, Pangan, Pedesaan, UMKM, Tenaga Kerja termasuk lembaga-lembaga lain terkait moneter, BPJS, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan sebagainya.

Lebih lanjut Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Utara itu mengatakan, semangat Perpres 82/2020 untuk menyeimbangkan sektor kesehatan dan ekonomi itu berpotensi gagal lagi karena tidak-seimbang, tumpang tindih, tidak menjawab akar persoalan dan kompleksitas masalah yang ada.

“Komite ini jika tidak disempurnakan hanya akan menjadi panggung politik belaka, menimbulkan ketidakpuasan dan ego sektoral yang lebih dahsyat lagi, berpotensi melahirkan moral hazard,” lanjut Deddy.

Oleh karena itu, sudah selayaknya ke dalam Komite dilibatkan lembaga-lembaga seperti BPK dan BPKP sebagai Auditor Negara dan lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, Polri, dan KPK dilibatkan dalam penyusunan kebijakan dan pengawasan.

“Hal ini diperlukan bukan untuk menghambat kerja dan kecepatan Komite tetapi sebagai upaya komprehensif untuk memastikan semua program berjalan sesuai rambu UU, melahirkan regulasi yang efektif dan konstitusional dan tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari,” ujarnya.

Pelibatan lembaga-lembaga itu, menurut Deddy, juga akan memastikan pelaksanaan seluruh kebijakan dan program Komite benar-benar kredibel, akuntabel, efektif, tepat sasaran dan berdampak positif secara nyata.

“Presiden harus merombak rancang bangun Komite, mengidentifikasi secara jelas akar masalah dan merumuskan strategi yang tepat dan komprehensif,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut Deddy, kalau mau efektif maka Komite ini harus dipimpin langsung oleh Presiden dan bukan yang lain karena menyangkut keselamatan Negara dan kondisi kedaruratan. Lalu di bawahnya sebagai Pengarah atau Command Room adalah para Menteri Koordinator terkait, yaitu: Menko Ekonomi, Menko Polhukam, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Di dalam Komite Pengarah ini juga harus dilibatkan beberapa Menteri yang langsung terkait seperti: Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum-HAM, Menteri BUMN dan Menteri Sosial. Sebagai Pelaksana Harian bisa dibagi atas 3 Sektor yaitu Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan.

Masing-masing sektor itu memimpin Kelompok Gugus Tugas Di bidang Ekonomi, Kesehatan dan Pemerintahan yang berisi semua Kementrian dan Lembaga Terkait, Pemerintah Daerah dan stakeholder lain yang dianggap penting dan terkait.

Format seperti ini menurut Deddy akan lebih efektif, sebab Presiden dan Para Menko bisa fokus pada Arah dan Strategi Kebijakan sementara Sektor sebagai Pelaksana Harian bisa Fokus pada implementasi Program di lapangan. “Presiden harus memimpin langsung, itu kata kuncinya,” pungkas Deddy.

Perlu diingat bahwa seluruh dunia sudah memasuki resesi yang bersifat global. Di mana keberhasilan kita melakukan pemulihan ekonomi juga sangat tergantung pada faktor eksternal.

Baca: Pasien Covid Naik Tajam, Deddy Ingatkan Pra-Bencana

Saat ini diuntungkan karena besarnya volume produk komoditi dipasar global tetapi menderita di sektor manufaktur dan jasa. Karena itu pemerintah juga harus memberikan perhatian pada masalah ini, outward looking dibutuhan dalam mendesain kebijakan jangka panjang.  Di sisi lain, meskipun ada harapan dalam perkembangan vaksin yang sudah memasuki fase 3, menurut Deddy hal itu tidak bisa dijadikan solusi determinan.

Banyak persoalan yang perlu diselesaikan di luar vaksin, seperti: mobilisasi birokrasi, pengembangan dan perbaikan regulasi, pengembangan kapasitas pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dan bahan penunjang hingga melembagakan disiplin masyarakat dalam penerapan adaptasi baru (new normal).

“WHO sudah mengatakan bahwa dampak dan penyebaran Pandemi akan berjalan sangat lama, dan Indonesia terus mengalami jumlah penderita yang meningkat. Jangan pernah berpikir bahwa Vaksin Covid-19 akan menyelesaikan semua masalah,” pungkasnya.

Quote