Ikuti Kami

Edy Minta Tekan Angka Stunting Agar Bonus Demografi Tak Jadi Momok

Edy beranggapan untuk memiliki generasi emas saat bonus demografi merupakan investasi jangka panjang. 

Edy Minta Tekan Angka Stunting Agar Bonus Demografi Tak Jadi Momok
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto.

Grobogan, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengungkapkan angka stunting menjadi salah satu pilar penting agar bonus demografi tidak jadi momok. 

Tidak hanya pada tingkat nasional, setiap kota dan kabupaten harus terlibat untuk penurunan stunting. 

“Dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, pemimpin daerah, hingga pusat harus saling bahu-membahu untuk melakukan tindakan menyambut bonus demografi,” kata Edy. 

Menurut data BPS, pada 2020 saja angkatan kerja Indonesia sebanyak 140 juta jiwa dari 270 juta penduduk. Jumlah ini akan semakin besar pada 2030. Lalu, jika menilik angka stunting Indonesia jumlahnya masih 21,6 persen. Targetnya pada 2024 turun menjadi 14 persen saja. 

Baca: Edy Harap Kabupaten Blora Semakin Baik Pada Sektor Kesehatan

Legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini beranggapan untuk memiliki generasi emas saat bonus demografi merupakan investasi jangka panjang. 

“Yang sekarang masih sekolah, pada 2030 sudah masuk angkatan kerja dan mungkin sudah memiliki keluarga baru. Sehingga intervensinya harus dilakukan sejak sekarang. Semua harus bergerak,” kata Edy. 

Edy mengungkapkan perencanaan keluarga harus dimulai. Sebab kerja keras yang dilakuan sekarang dan terus menerus.  

“Perlu diingat angka stunting Grobogan menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021 adalah 9,6 persen dan 2022 naik 19,3 persen. Ini harus jadi alarm bersama untuk kita,” ujar Politisi PDI-Perjuangan tersebut.

Edy mengajak semua pihak untuk menguraikan masalah stunting di Grobogan. Pertama terkait dengan pernikahan dini. Tahun lalu ada 872 anak di Grobogan yang meminta dispensasi menikah. Artinya pernikahan dilakukan secara dini. “Padahal pernikahan usia anak atau yang belum waktunya ada banyak kekurangan. Misalnya secara reproduksi, organnya belum siap. Belum lagi bicara soal finansial dan kesiapan mentalnya,” tutur Edy. Sehingga anak yang dilahirkan berisiko stunting. 

Untuk itu, Edy meminta agar sosialisasi harus masif. Ini untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait tanggungjawab dalam pernikahan. 

“Menikah bukan berarti memutus tanggungjawab orang tua. Justru ketika orang tua membiarkan anak menikah dini, harus disadari akan menimbulkan masalah baru,” ujarnya

Selanjutnya adalah kesadaran untuk deteksi dini pada calon pengantin. Bagaimana status gizi pengantin perempuan perlu diketahui. Kehamilan menurutnya perlu dipersiapkan sejak sebelum menikah. 

“Intervensinya bahkan harus dilakukan sejak usia remaja. Rutin minum tablet tambah darah dan makan yang bergizi,” ungkapnya. 

Baca: Olly Tegaskan Sulut Terus Berupaya Turunkan Angka Stunting

Jika saat tes pada calon pengantin ditemukan risiko pada calon pangantin perempuan maka harus segera ditangani. 

Selanjutnya adalah dukungan kepada ibu hamil dan menyusui yang perlu ditingkatkan. Sebab 1000 hari kehidupan merupakan pondasi agar tidak mengalami stunting. Ayah dan keluarga juga memiliki tanggungjawab yang sama dengan ibu. Selain itu, Edy menyarankan Posyandu di Grobogan harus terus dihidupkan untuk membantu para ibu dalam memantau kondisi anaknya. 

“Lewat Posyandu progam makanan tambahan (PMT) berbasis bahan pangan lokal bisa ditingkatkan. Sebab makanan bergizi sebenarnya ada di lingkungan sekitar kita. Tidak perlu mahal,” katanya. 

Edy menyatakan agar jangan sampai terlambat untuk intervensi. “Jangan saat ada kasus stunting baru bergerak,” ungkapnya. Sebab stunting bisa menyebabkan tubuh tidak tumbuh maksimal dan kecerdasan intelektual juga terhambat. Bahkan berisiko mudah terserng beberapa penyakit metabolik.

Quote