Ikuti Kami

Fakta Sejarah, NU Dukung Demokrasi Terpimpin Soekarno

Sejarah mencatat Presiden Sukarno di tahun 1959 mengeluarkan Dekrit kembali ke UUD 1945. 

Fakta Sejarah, NU Dukung Demokrasi Terpimpin Soekarno
Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina.

Indramayu, Gesuri.id -  Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina memaparkan sejarah hubungan 'mesra' antara Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno alias Bung Karno dengan Nahdlatul Ulama (NU). 

Hal itu dijelaskan Selly disela kegiatannya menghadiri pembukaan Madrasah Kader Nahdlatul Ulama (MKNU) yang digelar PCNU Indramayu di aula gedung Puspihat Indramayu, baru-baru ini. 

Politisi PDI Perjuangan itu mengungkapkan, sejarah mencatat Presiden Soekarno di tahun 1959 mengeluarkan Dekrit kembali ke UUD 1945. 

Baca: Bung Karno dan Tahun Vivere Pericoloso

Bung Karno pun mulai mengubah gaya kepemimpinannya. Dari semula mengadopsi sistem parlementer, menjadi suatu pola yang disebut Bung Karno sebagai Demokrasi Terpimpin. 

"Nah, disaat semua orang membenci atau bahkan langsung beroposisi terhadap Soekarno, KH Idham Chalid sebagai representasi dari NU  berada di barisan Sukarno," ungkap Selly. 

Bahkan, sambung Selly, ada juga sebagian pihak yang mengatakan bahwa gagasan atau ide Demokrasi Terpimpin yang diterapkan oleh Soekarno itu, merupakan gagasan KH Idham Chalid. 

Menurut Selly, dengan pola yang dilakukan KH Idham Chalid inilah kekuatan Islam di politik era itu terwakili.

"Bayangkan, bila KH Idham Chalid tidak bersama Sukarno saat itu, Islam tidak mewakili wakil, tidak memiliki corong aspirasi," ungkap Selly. 

Anggota DPR dari Dapil VIII Jabar (Kota dan Kabupaten Cirebon serta Kabupaten Indramayu) itu melanjutkan, bila berbicara tentang warga NU maka pasti berbicara tentang masyarakat di kampung-kampung atau  desa-desa. 

Baca: Hari Lahir Pancasila, Pemikiran dan Pandangan Bung Karno

Oang-orang desa atau kampung itu, menurut Selly, akses ekonomi, pengetahuan, dan politiknya terbatas.

"Dalam epistimelogi PDI Perjuangan, itu ya wong cilik, bahasa Bung Karno itu Marhaen. Jadi sebenarnya warga NU itu ya warga yang kemarin milih PDI Perjuangan," ujar Selly. 

"Maka dari itu, saya merasa bergetar di MKNU ini. Seolah sejarah kembali terulang, di sekarang bulan Juni, bulan  Bung Karno, dan ada juga Hari Kelahiran Pancasila, saya diundang oleh NU. Kalau Bung Karno bilang, meski harus 'merayap', saya akan tetap datang ke muktamar NU ini," tambahnya.

Quote