Ikuti Kami

Ini Cara Hasto Wardoyo Dalam Entaskan Kemiskinan di Kota Yogyakarta

Menurutnya Kota Yogya sedang dalam kondisi menua, dengan jumlah penduduk lansia 16 persen.

Ini Cara Hasto Wardoyo Dalam Entaskan Kemiskinan di Kota Yogyakarta
Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo.

Jakarta, Gesuri.id - Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo mengungkapkan tingginya angka harapan hidup warga Kota Yogyakarta menunjukkan kualitas kesehatan yang baik, tapi juga tantangan agar tidak terjebak pada middle income trap.

Menurutnya Kota Yogya sedang dalam kondisi menua, dengan jumlah penduduk lansia 16 persen.

“Angka harapan hidup Kota Yogya itu 76 tahun, tertinggi di Indonesia. Artinya kualitas kesehatan dan perhatian terhadap lansia ini bagus, tapi jangan sampai kita growing old before growing rich, menua tapi belum sejahtera, terjebak pada pendapatan kelas menengah atau middle income trap,” kata Hasto dalam Dialog Kebangsaan TVRI Kolaborasi Mewujudkan Asta Cita, Selasa (17/6).

Baca: Ganjar Pranowo Tegaskan Demokrasi Harus Dirawat Dengan Baik!

Hasto menekankan untuk keluar dari jebakan kelas menengah, menuju negara Indonesia Maju, Indonesia Emas, adalah membangun sumber daya manusia (SDM) yang unggul dengan ukuran Human Capital Development Index.

“SDM harus punya keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan agar bisa bekerja dan produktif. Selanjutnya harus menabung kemudian bisa menciptakan lapangan kerja, dan yang mutlak adalah pemberdayaan perempuan,” tandasnya.

Menurutnya tantangan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan tidak hanya berfokus pada solusi jangka pendek melalui bantuan sosial yang rutin diberikan. Tapi mengutamakan bantuan produktif untuk jangka panjang.

“Saya sebagai dokter untuk mengobati kemiskinan itu ada dua pendekatan, yaitu simtomatik mengacu penanganan yang berfokus pada meredakan gejala seperti lewat bansos, kemudian kaustik yaitu mengatasi penyebab kemiskinan itu sendiri lewat modal produktif berdasarkan kompleksitas warga masyarakat, meliputi aspek kesehatan termasuk rumah layak huni, pendidikan dan penciptaan pasar,” terangnya.

Pada 100 hari kerja pertama juga telah dilakukan 100 perubahan, lanjut Hasto, sebagai terobosan juga gebrakan untuk membangun budaya berpikir yang revolusioner. Tidak sebatas membuat inovasi tapi bagaimana dampak dan keberlanjutan suatu program berjalan.

Baca: Ganjar Beberkan Penyebab Kongres PDI Perjuangan Belum Digelar

“100 perubahan dalam 100 hari kerja ini sebagai breakthrough, setelah itu baru kita berlari untuk membuat perubahan ini berkelanjutan dan berdampak nyata. Inovasi saja tidak cukup, tapi harus ada budaya berfikir melihat dan menciptakan peluang. Kalau di Kota Yogya sudah ada Gandeng Gendong dan Segoro Amarto, ini semangat gotong royong yang punya makna mendalam untuk mengatasi kemiskinan dan memotong kesenjangan gini rasio yang masih tinggi,” ujarnya.

Hasto menyatakan, kesenjangan gini rasio ditangkap bagaimana men-deliver modal dari menengah ke atas ke bawah. Salah satunya dengan semangat padat karya, yang sudah dilakukan melalui 1.136 penggerobak sampah. Kemudian juga melalui peluncuran cap batik segoro amarto, di mana UMKM Kota Yogya yang jadi produsen, dengan 65 ribu anak sekolah dan 6 ribu ASN yang akan menjadi pasar.

“Jangan capital flight ya, jadi kita ciptakan peluang, produksi, pasar dan konsumsi harus kita kuasai. Sehingga budaya, karya seni dan sastra yang kita miliki harus produktif, berdampak pada peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat kita sendiri,” imbuhnya.

Quote