Ikuti Kami

Fakta Sejarah! NU Perjuangkan UU Agraria 1960! 

Perumusan UU No.2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil, kaum Nahdliyin dan Marhaen memiliki satu pandangan dan sikap. 

Fakta Sejarah! NU Perjuangkan UU Agraria 1960! 
Ketua PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi)  Abidin Fikri.

Jakarta, Gesuri.id - Ketua PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi)  Abidin Fikri, mengungkapkan fakta sejarah tentang andil Nahdlatul Ulama (NU) dan kaum Marhaenis dalam perjuangan mewujudkan keadilan agraria bagi kaum petani.

Abidin mengungkapkan, pada masa perumusan UU No.2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil, kaum Nahdliyin dan Marhaen memiliki satu pandangan dan sikap. 

"Dalam perjuangan membebaskan kaum petani dari kemiskinan mereka bersepakat bahwa besaran bagi hasil itu setelah dihitung pengeluaran ongkos produksi, hukum adat istiadat dan konsep zakat bagi yang beragama Islam," ujar Abidin.

Baca: Calon Wawali Kota Cirebon, PDI Perjuangan Bidik NU!

Kader PDI Perjuangan itu melanjutkan, dasar pemikiran bagi hasil menurut kaum Mahaenis dan Nahdliyin yaitu bahwa Bagi Hasil itu adalah wujud persatuan nasional. Dan dalam prakteknya berupa gotong royong antara pemilik dengan penggarap tanah yang saling menguntungkan. 

"Secara objektif tidak ada pemusatan kepemilikan tanah pada satu orang (feodal/kapitalis) dan secara umum rakyat Indonesia adalah marhaen atau pemilik tanah kecil antara 0,5 – 2 hektar," ujar Abidin.

Abidin yang juga warga NU itu melanjutkan, sejak MR. Sunaryo dari NU menjadi Menteri Agraria, kaum Nahdliyin gigih memperjuangkan agar tanah partikelir milik perusahaan perkebunan Belanda dinasionalisasi dan kemudian diberikan kepada petani penggarap. 

Kebersamaan kaum Nahdliyin dan Marhaenis untuk pembebasan kaum tani kembali dibuktikan pada saat persetujuan usulan pemerintah kepada DPR GR terkait UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. 

"Kaum Nahdliyin dan Marhaenis mendukung aturan tersebut karena diperlukan sebagai alat perjuangan kaum tani membebaskan diri dari kemelaratan," ujar Abidin. 

Abidin menjelaskan,UU Perjanjian Bagi Hasil dan UU Pokok Agraria merupakan produk dari konstruksi politik kebangsaan kaum marhaenis dan nahdliyin. 

Baca: Hasto: Ciptakan Road Map Kedaulatan Pangan Hadapi Pandemi

Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) itu mengungkapkan, NU menyetujui UUPA 1960 dengan pelaksnaan landreform karena berjiwa nasionalis dengan menempatkan hukum adat, pengakuan hak milik, wakaf, serta waris sesuai dengan ajaran agama. 

"Prinsipnya adalah bahwa setiap hak milik atas tanah mengandung fungsi sosial. Tanah tidak boleh menjadi alat penindas manusia lain.  Secara resmi sikap NU didasari oleh sikap kongres NU Tahun 1954 di Surabaya yang mengatakan kaum nahdliyin berjuang untuk mengganyang sisa-sisa feodalisme yang merugikan rakyat," ungkap Abidin. 

"Ingat, Ketua DPR GR saat UUPA 1960 disahkan di DPR GR adalah KH. Zainal Arifin (Kyai NU) dan Menteri Agraria Sadjarwo (PNI)," tambahnya.

Quote