Ikuti Kami

Giri Kiemas Tegaskan Dalam RUU Masyarakat Hukum Adat, Hak-Hak Ekonomi Terancam

Giri: Kalau pengaturan RUU ini untuk mengakui adat pasti boleh, tetapi untuk mengakui hak-hak ekonominya akan menjadi masalah.

Giri Kiemas Tegaskan Dalam RUU Masyarakat Hukum Adat, Hak-Hak Ekonomi Terancam
Anggota Komisi II DPR RI sekaligus anggota Badan Legislasi DPR H. Giri Ramanda Nazaputra Kiemas, S.E., M.M.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi II DPR RI sekaligus anggota Badan Legislasi DPR H. Giri Ramanda Nazaputra Kiemas, S.E., M.M menanggapi usulan terkait Rancangan Undang-Undang Tentang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA).

RUU Masyarakat Hukum Adat saat ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. 

Menurut Mas Giri Ramanda, sapaan akrab Legislator PDI Perjuangan dari daerah pemilihan Sumatera Selatan, RUU ini merupakan usulan dari anggota DPD RI dan anggotanya DPR termasuk aspirasi dari masyarakat adat.

“Kalau pengaturan RUU ini untuk mengakui adat pasti boleh, tetapi untuk mengakui hak-hak ekonominya akan menjadi masalah,” ujar Giri Ramanda di ruang kerjanya, Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025) siang. 

Giri menjelaskan perlu dijembatani dahulu antara pemerintah dan masyarakat adat serta orang yang sudah mengelola sumber daya alam dan perekonomian di sebuah wilayah. 

“Yang perlu ditelusuri adalah masyakat yang mana? Ini yang perlu dibahas,” ujar Giri, mantan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini.

Lebih lanjut, Giri Ramanda memberikan beberapa catatan penting yang cukup krusial terkait UU tersebut. 

“Kalau soal pengakuan suku-suku atau marga dalam Undang-Undang sangat mudah. Namun, ketika bicara hak ekonomi yang mau diakui, di sana (wilayah) sudah ada yang mengelola sumber daya ekonominya, akan menjadi konflik,” ujar Giri Romanda.

“Masyarakat merasa memiliki sumber daya ekonominya, tetapi negara memberikan kepada yang lain. Itu yang menjadi masalah.”

Menurut Giri, kalau masyarakat adat ingin pengakuan, tanpa pengakuan terkait hak ekonominya maka itu akan mudah. 

”Tidak akan ada konflik. Tidak ada pertentangan,” tegas Giri Romanda. 

Namun, kata dia, ketika hak ekonominya mau diakui dan sudah ada pengelola sumber daya ekonominya, maka berpotensi terjadi konflik. 

“Namun, jika belum ada yang mengelolanya maka masih bisa aman,” ujar Giri menambahkan. 

Mengenai solusi untuk mencegah konflik, Giri berpandangan yang utama saat ini adalah pengakuan terhadap masyarakat adat. 

“Jalan tengah pengakuan (kepada masyarakat adat, red). yang belum ada yang mengelola sumber daya ekonominya bisa dikelola, teteta daerah sudah ada yang mengelola, harus dibicarakan,” ujar Giri. 

Giri menilai sejauh ini negara saat ini terlebih memberikan HGU Kepala Sawit, HGU Tambang, dan sebagainya.

“Jadi, jalan panjang terlebih dahulu adalah pengakuan kepada masyarakat adat,” ujar Giri Romanda. 

Untuk diketahui, RUU Masyarakat Hukum Adat bertujuan melindungi hak-hak masyarakat adat di Indonesia, termasuk hak atas tanah ulayat, hak komunal serta hak-hak lain yang dijamin konstitusi melalui Pasal 18B Ayat (2) dan Pasal 28I Ayat (3) UUD 1945. 

RUU ini diharapkan menjadi payung hukum tunggal untuk mengakui dan melindungi keberadaan serta kebudayaan masyarakat adat.

Quote