Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH., menegaskan bahwa peringatan Hari Bhayangkara ke-79 pada 1 Juli 2025 seharusnya tidak hanya dipandang sebagai seremoni, tetapi sebagai momentum penting untuk mendorong reformasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Ia menilai, Hari Bhayangkara merupakan saat yang tepat untuk merefleksikan perjalanan panjang institusi Polri serta mengevaluasi berbagai catatan, prestasi, tantangan, dan harapan publik terhadap institusi penegak hukum tersebut.
“Hari Bhayangkara tentunya lebih dari sekadar seremoni. Pada setiap Hari Bhayangkara, merupakan momen berharga bagi kita semua untuk melihat atau mengevaluasi kembali peran dan kinerja Polri. Momen ini menjadi titik tumpu bagi Polri—untuk meneguhkan panggilan reformasinya, memperbaiki diri serta menjawab harapan publik,” kata Wayan Sudirta, dikutip pada Senin (30/6/2025).
Menurutnya, Polri telah melalui fase-fase penting dalam proses menuju institusi yang profesional dan dipercaya publik. Ia mengakui bahwa tantangan besar masih dihadapi Polri, namun terdapat juga kemajuan signifikan yang patut diapresiasi.
“Polri telah memasuki berbagai tahapan dalam upaya mencapai ‘kedewasaan’ atau kemandiriannya yang tentunya dipenuhi dengan prestasi maupun kegagalan, fluktuasi tingkat kepercayaan maupun kapasitas, hingga berbagai momen penting seperti politik nasional maupun global,” ujarnya.
Wayan menyebut, kepercayaan publik terhadap Polri mengalami fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Namun, ada tren positif yang menunjukkan upaya Polri untuk memperbaiki diri. Ia menyoroti data dari berbagai lembaga survei yang mencatat peningkatan signifikan kepercayaan publik terhadap Polri pasca tahun 2022.
“Kita bisa mengambil contoh, daya tarik Polri terhadap publik yang sempat tergoncang pada Agustus 2022 (49,8%), namun berhasil kembali naik secara signifikan ke 76,4% pada Juni–Juli 2023. Pada segmen penegakan hukum, kepercayaan publik juga tumbuh dari 49,8% menjadi 74,8%, sementara kepercayaan kepada Polri dalam hal pembasmi korupsi naik dari 63,9% ke 69,2%,” urainya.
Namun demikian, ia juga mengingatkan masih adanya ketimpangan antara tingkat kepuasan publik terhadap pelayanan Polri dengan persepsi terhadap transparansi institusi.
“Ini mencerminkan masih adanya ketimpangan antara tren pemulihan kepercayaan dengan ketidakpuasan terhadap keterbukaan institusi secara struktural,” ungkapnya.
Ia tak menampik bahwa fenomena seperti “no viral no justice” dan “percuma lapor polisi” telah menjadi kritik tajam yang mencerminkan kegelisahan masyarakat terhadap profesionalisme Polri. Namun kritik tersebut harus dijadikan cermin evaluasi dan bukan diabaikan.
“Angka-angka dan peristiwa-peristiwa tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa Polri memang sangat menarik perhatian masyarakat, mengalami fluktuasi tingkat kepuasan dan kepercayaan publik, dan mencerminkan harapan masyarakat kepada Polri untuk segera melakukan transformasi,” ujarnya.
Wayan Sudirta menyebut bahwa tagline “Presisi” (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) yang diusung Polri harus benar-benar diimplementasikan, tidak hanya sebagai jargon, tetapi sebagai komitmen nyata untuk meningkatkan kualitas pelayanan, profesionalisme penegakan hukum, dan menjamin rasa keadilan masyarakat.
“Ini tentang merefleksikan perjalanan dan masa depan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Apa yang kemudian menjadi citra dan kondisi, tantangan dan permasalahan, serta harapan masyarakat di Hari Bhayangkara,” pungkasnya.