Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengingatkan pemerintah untuk mengutamakan sumber daya manusia (SDM) kesehatan lokal untuk bekerja, apabila rumah sakit (RS) asing diizinkan berinvestasi dan membuka cabang di dalam negeri.
"Tenaga medis kita harus menjadi bagian utama, bukan hanya jadi penonton di rumahnya sendiri. Ini penting agar ada transfer pengetahuan sehingga SDM kita bisa belajar dari sistem manajemen dan teknologi yang mungkin lebih baik,” ujar Edy di Jakarta, Rabu.
Baca: Ganjar Tegaskan Seluruh Kader PDI Perjuangan Taat Pada Aturan
Apabila investor asing juga membawa tenaga kesehatannya sendiri, kata dia melanjutkan, pemerintah harus mengatur agar mereka diwajibkan mengikuti uji kompetensi nasional dan memiliki surat tanda registrasi (STR).
Hal itu, kata dia, sesuai dengan amanat UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Dalam aturan itu, STR menjadi bukti tertulis yang menyatakan bahwa seorang nakes telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik di bidang kesehatan.
"Mereka juga harus bisa berbahasa Indonesia," ujar Edy menambahkan.
Selain persoalan SDM kesehatan, ia juga menyampaikan sejumlah catatan lain terkait dengan antisipasi agar realisasi pembukaan cabang RS asing di Indonesia tidak menjadi bumerang bagi masyarakat, meskipun secara aturan hal itu diperbolehkan.
Di antaranya, menurut Edy, pembukaan rumah sakit asing harus diiringi dengan keberadaan regulasi yang tegas mengenai pemerataan lokasi. Ia memandang pembangunan RS itu jangan hanya dilakukan di Pulau Jawa atau kota-kota besar, tapi juga perlu menjangkau pulau-pulau lain.
Baca: Ganjar Tegaskan Haul Bung Karno Padukan Semangat Spiritual
“Kalau rumah sakit asing hanya hadir di kota-kota besar, di kawasan elite, lalu hanya melayani yang bisa bayar mahal, maka ini bukan solusi jangka panjang. Justru memperlebar ketimpangan layanan dan keadilan sosial di bidang kesehatan,” ujar Edy.
Dia lalu menyampaikan, saat ini saja berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia 2023, sekitar 58,6 persen rumah sakit umum di Indonesia dikelola swasta. Sementara rumah sakit milik pemerintah pusat, hanya ada sekitar 9,2 persen.
"Kita tidak menolak asing. Tapi kita harus pastikan rakyat kita yang paling diuntungkan dari kehadirannya,” ucap Edy.