Ikuti Kami

Kariyasa: RUU Minol Bukan Larangan Tapi Spirit Pengendalian

“Kami menyarankan, karena negara kita ini adalah negara Kebhinekaan ada suku, adat, dan budaya".

Kariyasa: RUU Minol Bukan Larangan Tapi Spirit Pengendalian
Anggota DPR RI Dapil Bali Ketut Kariyasa Adnyana (Istimewa)

Denpasar, Gesuri.id - Guna penyempurnaan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pelarangan Minuman Alkohol (Minol), Badan Legislasi (Baleg) DPR RI turun ke daerah-daerah untuk mendapatkan masukan. Salah satunya ke Bali.

Baca: UMP DKI Berubah-ubah, Anies Baswedan Setengah Hati ke Buruh

Kunjungan Kerja (Kunker) Baleg DPR RI dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Baleg DPR RI Ibnu Multazam, beberapa anggota Baleg lintas Fraksi, salah satunya Anggota DPR RI Dapil Bali Ketut Kariyasa Adnyana. Rombongan Baleg DPR RI tersebut diterima langsung oleh Gubernur Bali Wayan Koster di Gedung Wiswa Sabha Kantor Gubernuran Bali, belum lama ini.

Anggota Baleg DPR RI yang juga anggota Panja RUU tentang Pelarangan Minol Ketut Kariyasa Adnyana menjelaskan, sejatinya RUU tersebut tergolong sudah lama pembahasannya dan masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional). 

Bahkan, pada periode DPR RI sebelumnya juga telah dilakukan pembahasan. “Kemudian dalam list Prolegnas 2021 masuk juga. Dan tahun 2022 juga masuk dalam RUU prioritas,” katanya saat dikonfirmasi melalui sambungan telpon.

Kariyasa Adnyana menyatakan, RUU yang diusulkan oleh Fraksi dan anggota perorangan di DPR RI tersebut menyangkut beberapa hal. Yang jelas, spiritnya adalah tidak untuk mematikan sektor perekonomian, melainkan lebih kepada mengatur peredarannya guna pengendalian efek negatif dari Minol itu sendiri. Maka dari itu, pihaknya melakukan kunker ke daerah-daerah untuk mencari masukan dan saran. 

“Kami menyarankan, karena negara kita ini adalah negara Kebhinekaan ada suku, adat, dan budaya. Kita sarankan Baleg khususnya di Panja, kunker-nya itu ke Bali, NTT, Papua. Nantinya membuat UU ini betul-betul apa yang menjadi aspirasi tidak bertentangan dengan kebhinekaan,” ujarnya.

Baca: Ketua KPK Keluar Jalur Bicara Presidential Threshold 

Meski demikian, pihaknya tidak menargetkan kapan RUU tersebut disahkan menjadi UU. Pasalnya, perlu ada pembahasan lebih lanjut dan mendetail. Mengingat, poin-poin yang ditetapkan perlu kehati-hatian. “Ini kita tidak menjadi target, karena bagaimana pun di Baleg itu perlu harus aspiratif dalam membuat UU. Bisa di tahun berikutnya, bisa di masa sidang berikutnya,” tandasnya.

“Yang jelas, pada intinya aspirasi ini hampir sama lah dari kelompok masyarakat bahwa kita membuat UU itu yang merugikan masyarakat itu sendiri,” terang dia.

Menurut politisi asal Busungbiu Buleleng ini, banyak masukan dan saran yang disampaikan oleh Gubernur Bali Wayan Koster dan para pengrajin arak di Bali. Mereka meminta agar RUU tersebut bisa berpihak pada masyarakat dan tidak mematikan sektor UMKM, namun lebih kepada perlindungan. Mengingat, saat ini di Bali banyak para petani arak yang menggantungkan ekonominya dari minuman tradisional khas Bali itu.

“Spiritnya itu, walaupun pengendalian jangan nanti RUU ini mematikan UMKM. Beberapa komponen masyarakat, Kejaksaan, Kepolisian jangan sampai ke pelarangan, nantikan pengendalian. Kalau pelarangan susah penindakan. Karena bagaimana pun inikan sudah diproduksi turun temurun,” tegasnya.

Lebih daripada itu, sejatinya minol tak selalu digunakan pada hal-hal yang bersifat negatif. Tetapi ada juga yang diperuntukan untuk hal-hal yang positif. Misalnya saja di Bali, dimana Arak Bali juga digunakan untuk kegiatan keagamaan. Sehingga berbagai aspek perlu diperhatikan betul saat pembahasan. Nantinya, RUU berlaku tidak merugikan masyarakat utamanya para pelaku UMKM.

“Juga harus memperhatikan kepentingan ekonomi. Minol ini kan menghasilkan (pemasukan) Rp5-6 triliyun. Berarti kan ada kehidupan ekonomi disananya, jadikan masyarakat itu melakukan (produksi) secara turun temurun hanya untuk hidup saja. Mereka itu tidak mabuk, tapi dipakai untuk kegiatan upacara, dan untuk kesehatan juga,” jelasnya lagi.

Pihaknya tak menampik jika minol itu memiliki dampak negatif. Meski begitu bukan berarti tak ada dampak positifnya. Kariyasa menceritakan, negara-negara di Eropa tingkat konsumsi minol sangat tinggi. Justru tingkat kriminalitas yang disebabkan konsumsi alkohol sangat rendah. “Jangan dibanding-bandingkan seperti itu, inikan kembali lagi kepada mental, itikat baik, dan sebagainya,” tuturnya.

Bali sendiri telah memiliki Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. Hanya saja, aturan tersebut dinilai masih belum kuat. Mengingat, aturan masih dalam lingkup lokal. “Memang sudah mengatur pengendalian pada intinya itu. Ya intinya bagaimana petani-petani itu merasa aman,” pungkasnya.

Quote