Ikuti Kami

Ketua KPK Keluar Jalur Bicara Presidential Threshold 

"Kalau bicara presidential threshold itu, Ketua KPK maaf maaf, offside menurut saya pernyataannya".

Ketua KPK Keluar Jalur Bicara Presidential Threshold 
Ilustrasi. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri.

Jakarta, Gesuri.id - Politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu menilai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, 'offside' alias keluar jalur dengan mengomentari soal presidential threshold alias ambang batas pencalonan presiden.

Baca: Ketua KPK Bermain Politik, Usul Presidential Threshold 0%

Menurutnya, langkah Firli menyatakan sepakat presidential threshold diturunkan dari 20 persen menjadi 0 persen tidak tepat.

"Kalau bicara presidential threshold itu, Ketua KPK maaf maaf, offside menurut saya pernyataannya," kata Masinton kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (15/12).

Dia menyatakan, Firli seharusnya tidak mengomentari soal presidential threshold. Masinton mengingatkan, presidential threshold merupakan sebuah produk politik yang sudah diatur lewat undang-undang.

"Offside itu sudah keluar jalur, [presidential] threshold itu produk politik dan itu diatur dalam UU Pemilu," ucap Masinton.

Ia menambahkan, pernyataan Firli masih relevan bila mengomentari soal biaya politik yang tinggi dari penyelenggaraan pilkada, pileg, atau pilpres yang berimplikasi pada perilaku korupsi.

"Kalau bicara kontestasi politik saat ini pilkada, pileg, [dan] pilpres dengan biaya tinggi sebagai konsekuensi dari demokrasi sangat liberal, relevan. Biaya politik tinggi yang berdampak pada perilaku korupsi mungkin itu masih relevan," tuturnya.

Sebelumnya, Firli menyatakan sepakat presidential threshold diturunkan dari 20 persen menjadi 0 persen agar menekan perilaku korupsi.

Menurutnya, angka ambang batas 20 persen saat ini telah membuat biaya politik menjadi mahal.

"Kalau saya memandangnya begini, di alam demokrasi saat ini dengan presidential threshold 20 persen itu biaya politik menjadi tinggi. Sangat mahal. Biaya politik tinggi menyebabkan adanya politik transaksional. Ujung-ujungnya adalah korupsi," kata Firli saat bertemu pimpinan DPD pada Selasa (14/12).

Baca: UMP DKI Berubah-ubah, Anies Baswedan Setengah Hati ke Buruh

"Kalau PT 0 persen artinya tidak ada lagi demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi," lanjutnya.

Pensiunan polisi berpangkat komisaris jenderal itu menegaskan korupsi harus menjadi musuh bersama bila ingin melakukan pemberantasan korupsi. Menurutnya, semua elemen dan lembaga harus satu suara alias tidak boleh bergerak sendiri-sendiri dalam pemberantasan korupsi. Dilansir dari cnnindonesiacom.

Quote