Ikuti Kami

Kebijakan Anggaran Anies Baswedan Tidak Efektif

Saat ini APBD DKI memang tinggi serapannya, tetapi tidak sepenuhnya efektif.

Kebijakan Anggaran Anies Baswedan Tidak Efektif
Anggota DPRD DKI terpilih periode 2019-2024, Ima Mahdiah.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPRD DKI terpilih periode 2019-2024, Ima Mahdiah menilai kebijakan anggaran di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan  tidak efektif. Ima mengatakan, saat ini APBD DKI memang tinggi serapannya, tetapi tidak sepenuhnya efektif. 

Dalam beberapa kasus, Ima mengungkapkan anggaran tersebut justru salah sasaran. Salah satunya soal Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus era Anies Baswedan. Selama blusukan pada masa kampanye, Ima mengaku menerima banyak laporan dari konstituennya di Dapil 10 Jakarta Barat soal KJP Plus yang penerimaannya tak tepat sasaran. 

Baca: Anies Coret Anggaran Rusun, Legislator: Mintanya Mau Nangis

Ada sejumlah orangtua murid yang seharusnya terdaftar sebagai penerima KJP Plus, tetapi dicoret oleh Pemprov DKI Jakarta tanpa alasan yang jelas.

"Saat saya survei blusukan, saya lihat ada yang kondisinya tidak mampu, tapi mereka tidak dapat KJP. Yang mampu, dia dapat," ujar Ima, baru-baru ini. 

Ima melanjutkan, ada masyarakat yang tadinya dapat KJP Plus, tiba-tiba diberhentikan. Dan mereka pun tak mendapat informasi dari Dinas Pendidikan maupun guru sekolah terkait dihentikannya KJP bagi mereka.

"Itu kan sangat berasa buat masyarakat, mana yang tepat sasaran dan tidak tepat sasaran," lanjutnya.

Ima mengklaim, ketika era kepemimpinan Ahok, ada 900.000 anak penerima KJP. Jumlah itu berkurang menjadi 300.000 lebih pada era Anies. 

Tak hanya di sektor pendidikan, Ima juga penasaran dengan efektivitas anggaran Kartu Jakarta Lansia. Isu pendidikan dan lansia memang menarik perhatiannya karena Ima berniat ditempatkan di Komisi E DPRD DKI yang bergelut dengan segala aspek terkait kesejahteraan rakyat. 

"Saya punya beberapa data rumah yang saya sambangi, mereka (lansia) benar-benar tidak mampu, anaknya tidak mampu membiayai karena punya kehidupan sendiri ngepas, tidurnya gabung dan tidak layak, tapi sudah daftar Kartu Jakarta Lansia enggak dapat. Saya pengin tahu, kenapa bisa salah sasaran," tutur Ima. 

Terkait strategi pendanaan pembangunan, Ima mengaku kepincut dengan strategi Ahok yang kerap memanfaatkan aliran dana di luar APBD DKI Jakarta untuk pembangunan Ibu Kota. Dana tersebut berasal dari pihak swasta, baik berupa program CSR (corporate social responsibility) maupun denda KLB (koefisiensi lantai bangunan, seperti pada pembangunan Simpang Susun Semanggi). Ima menilai, sejumlah program Pemprov DKI Jakarta yang sifatnya tak begitu fundamental, sebaiknya menggunakan dana denda KLB daripada APBD.

Baca: Anies Potong Anggaran Banjir, Prasetyo Edi: Harusnya Tambah

"Seharusnya, kayak yang namanya membangun Formula-E itu seharusnya bisa dapat dari denda KLB. Dana totalnya Rp 350 miliar-Rp 360 miliar itu sebenarnya bisa dari sana (denda KLB). Tapi, harus dirinci itu untuk apa aja Rp 350 miliar, masyarakat perlu tahu. Nah, lebih baik APBD-nya kita fokuskan untuk pendidikan, kesehatan, dan rusun. Banyak yang tidak strategis dibuat jadi anggaran (APBD)," ujar Ima. 

Imaa tak sepakat jika aliran dana denda KLB dianggap sebagai langkah impunitas pelanggaran izin oleh pengusaha, maupun jadi pintu masuk bagi peluang kolusi penguasa-pengusaha. Justru melalui pemanfaatan, warga jadi bisa melihat jelas ke mana aliran dana denda KLB itu. 

"Justru zaman Pak Ahok KLB jadi ada pertanggungjawabannya. Dulu kan kita enggak tahu uangnya ke mana. Nah, di situ masyarakat bisa ngerasain, KLB zaman Pak Ahok ada yang dibangun rusun dan RPTRA," jelas alumnus Universitas Paramadina ini.

Quote