Semarang, Gesuri.id - Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah Edy Wuryanto menilai kericuhan antara keluarga pasien dengan perawat di RSUD Ambarawa, Kabupaten Semarang adalah kasus terbesar yang melibatkan perawat di Jawa Tengah.
Edy Wuryanto, yang juga Politisi PDI Perjuangan ini mengatakan penilaian itu berdasarkan timbulnya korban luka akibat adanya upaya dugaan penyerangan.
Jika bentuk kekerasan verbal lanjutnya, jumlahnya sudah tidak terhitung.
Baca: Eko Dorong Percepatan Vaksinasi Untuk Anak-anak
"Selain itu kejadian serupa juga banyak dijumpai di daerah lain seperti Palembang, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Saya selaku anggota Komisi IX DPR RI menilai ini preseden buruk bagi tenaga kesehatan di Indonesia," terangnya di RSUD Ambarawa, Kabupaten Semarang, baru-baru ini.
Ia menambahkan, peristiwa yang ada diharapkan menjadi pembelajaran bersama meski cukup menyakitkan bagi tenaga kesehatan (nakes) karena adanya sebagian masyarakat mengkonsumsi informasi tidak benar.
Dia menyatakan kondisi pandemi Covid-19 membuat jumlah tenaga medis semakin sedikit karena meninggal dunia terpapar Covid-19.
Sementara, mereka mau tidak mau harus menjadi pasukan terdepan di lapangan.
"Perawat ini berat, dia menanggung semua risiko. Jika dokter intensitas bertemu pasien terbatas, tetapi perawat 24 jam, suka dukanya pasien itu pada perawat. Jadi, posisi ini harus dipahami oleh publik," katanya.
Baca: Armuji Ingatkan Tetap Disiplin Prokes & Gotong Royong
Dia berharap, kejadian serupa yang melanggar hukum agar tidak terulang lagi didaerah lain. Pihaknya khawatir, jika masyarakat tidak memahami posisi perawat akan timbul protes dan pelayanan kesehatan terganggu.
Edy menegaskan, PPNI Jateng akan melakukan pendampingan kepada seluruh perawat dalam menjamin keselamatan kerja, insentif yang tidak tertangani dengan baik karena faktanya sulit mencari relawan kesehatan.
"Kasus oksigen yang kena perawat, pemakaman, juga perawat. Jadi kami ajak semua menahan diri agar tenaga medis kita fokus bekerja. Masyarakat harus hati-hati mencerna informasi, pejabat publik, tokoh masyarakat kalau tidak ahli jangan bicara Covid," ujarnya