Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPRD Kabupaten Simalungun, Maraden Sinaga, mendesak Pemerintah Kabupaten Simalungun agar mengambil langkah konkret untuk melindungi kebun teh dari ancaman alih fungsi menjadi kebun kelapa sawit.
Menurutnya, perlindungan tersebut perlu dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) agar memiliki kekuatan hukum yang jelas dan mengikat.
“Buatkan Perdanya lah. Dengan Perda, ada dasar hukum yang jelas untuk melindungi kebun teh dari alih fungsi,” kata Maraden, Minggu (5/10/2025).
Politisi PDI Perjuangan itu menilai, kebun teh di Sidamanik dan sekitarnya bukan sekadar komoditas ekonomi, melainkan juga bagian dari identitas dan warisan budaya daerah yang harus dijaga. Karena itu, menurut Maraden, kehadiran Perda akan menjadi payung hukum bagi pemerintah daerah dalam mencegah konversi lahan sekaligus memastikan pengelolaan kebun teh dilakukan secara berkelanjutan.
Ia menegaskan bahwa keberadaan kebun teh memiliki nilai strategis, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Selain menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat, kebun teh juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem serta memperkuat citra Simalungun sebagai daerah agrowisata.
“Kalau kebun teh itu hilang karena diganti sawit, kita bukan hanya kehilangan komoditas, tapi juga kehilangan jati diri dan daya tarik wisata yang sudah lama menjadi kebanggaan masyarakat,” ucapnya.
Sebelumnya, Bupati Simalungun Anton Achmad Saragih telah menyatakan penolakan keras terhadap rencana PTPN IV yang hendak mengonversi sebagian kebun teh di wilayah Sidamanik menjadi perkebunan kelapa sawit. Namun, penolakan itu mendapat kritik dari masyarakat dan aktivis lingkungan yang tergabung dalam Aliansi Peduli Teh Simalungun (APTESI). Mereka menilai belum ada langkah nyata di lapangan yang menjamin keberlangsungan kebun teh.
Menanggapi hal itu, Maraden menilai bahwa langkah penolakan secara politik tidaklah cukup. Ia menegaskan perlunya regulasi yang permanen dan memiliki kekuatan hukum, agar tidak ada celah bagi pihak mana pun untuk mengubah fungsi lahan teh seenaknya.
“Kalau hanya pernyataan lisan, itu mudah dilupakan. Tapi kalau sudah diatur dalam Perda, itu bisa jadi benteng bagi lingkungan dan masyarakat,” jelasnya.
Ia juga mendorong agar DPRD dan Pemkab Simalungun segera membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas rancangan Perda tersebut bersama berbagai pihak, termasuk kalangan akademisi, aktivis lingkungan, serta perwakilan masyarakat Sidamanik.
Menurut Maraden, pembentukan Perda ini tidak hanya menjadi simbol komitmen pemerintah daerah dalam menjaga warisan perkebunan teh, tetapi juga menjadi instrumen hukum yang dapat mengatur tata kelola kebun teh secara profesional, mulai dari perizinan, perlindungan kawasan, hingga pemberdayaan petani teh lokal.
Lebih jauh, ia berharap agar kebijakan perlindungan kebun teh juga diintegrasikan dengan pengembangan ekonomi hijau dan pariwisata berkelanjutan di kawasan Sidamanik. Dengan begitu, masyarakat tidak hanya menikmati hasil ekonomi dari perkebunan teh, tetapi juga bisa mendapatkan nilai tambah melalui kegiatan wisata dan produk turunan teh yang bernilai jual tinggi.
“Perda ini nantinya harus memuat visi besar, bukan hanya soal larangan konversi. Tapi bagaimana kita mengelola teh Sidamanik sebagai kebanggaan daerah, sumber ekonomi, sekaligus warisan lingkungan untuk anak cucu kita,” tegas Maraden.
Dengan adanya dorongan dari DPRD, diharapkan Pemerintah Kabupaten Simalungun segera merumuskan langkah konkret dalam melindungi kebun teh Sidamanik. Kehadiran Perda akan menjadi landasan kuat untuk mencegah konversi lahan, menjaga kelestarian alam, dan memperkuat identitas Simalungun sebagai daerah penghasil teh legendaris di Sumatera Utara.