Jakarta, Gesuri.id - Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi usulan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) terkait perubahan pola pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Ia menegaskan usulan tersebut masih berupa wacana yang membutuhkan pembahasan lebih lanjut oleh seluruh partai politik.
"Terkait dengan apa yang disampaikan oleh Cak Imin itu masih merupakan wacana, tentu saja semua partai harus berkumpul, berunding untuk mendiskusikan hal tersebut," kata Puan, Kamis (24/6/2025).
Puan menyatakan bahwa perubahan signifikan dalam sistem pemilihan kepala daerah, termasuk usulan Cak Imin agar gubernur dipilih oleh pemerintah pusat dan bupati dipilih oleh rakyat melalui DPRD, tidak bisa serta-merta dilakukan tanpa melalui mekanisme yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Ia menekankan bahwa segala usulan terkait revisi Undang-Undang Pemilu pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden dari pilkada, harus dibahas dengan cermat melalui jalur formal yang melibatkan Komisi II DPR RI serta kementerian dan lembaga terkait.
"Karena untuk melakukan hal tersebut harus ada mekanisme yang diatur," jelas Puan.
Lebih lanjut, Puan menuturkan bahwa saat ini belum ada kesepakatan dari seluruh fraksi di parlemen terkait pelaksanaan pemilu lima tahunan pasca putusan MK. Pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi, kata dia, belum mengadakan pertemuan formal untuk membahas isu tersebut secara menyeluruh.
"Belum," singkatnya ketika ditanya apakah sudah ada kesepakatan antarfraksi di DPR.
Usulan perubahan pola Pilkada mencuat setelah Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menyampaikan gagasan tersebut dalam acara peringatan Hari Lahir ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Rabu malam (23/7).
Dalam pidatonya, Cak Imin mengusulkan dua pola pemilihan: gubernur dipilih oleh pemerintah pusat untuk memperkuat koordinasi pemerintahan, dan bupati/wali kota dipilih oleh rakyat melalui DPRD sebagai bentuk demokrasi representatif lokal.
Gagasan ini menuai beragam reaksi di kalangan politisi dan pengamat politik. Sebagian menyebutnya sebagai langkah mundur dari sistem demokrasi langsung, sementara yang lain melihatnya sebagai bentuk efisiensi dalam tata kelola daerah. Namun, mayoritas sepakat bahwa wacana tersebut harus didiskusikan secara inklusif dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Puan menegaskan bahwa DPR terbuka terhadap berbagai usulan, namun semua tetap harus melalui musyawarah politik antarpartai dan sesuai koridor hukum.
Dengan pernyataan ini, Puan menegaskan sikap DPR sebagai lembaga legislatif yang berhati-hati dalam menanggapi perubahan mendasar sistem politik dan pemerintahan di Indonesia.