Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Pulung Agustanto, menanggapi instruksi Mahkamah Agung (MA) kepada para hakim dan aparat pengadilan agar tidak mempertontonkan gaya hidup berlebihan dan kemewahan.
Ia menilai, gaya hidup sederhana semestinya sudah menjadi bagian dari keseharian para penegak hukum.
“Bagi hakim dan aparat pengadilan, semestinya gaya hidup sederhana tidak perlu lagi diinstruksikan. Idealnya sudah menyatu dalam keseharian mereka,” kata Pulung, Minggu (25/5).
Pulung, yang merupakan legislator dari Dapil Jawa Timur VI, mengingatkan bahwa gaya hidup hedonis dan gemar pamer kemewahan di kalangan hakim bisa menjadi pertanda kehancuran suatu negara.
“Jika di sebuah negara hakim-hakimnya terjebak dalam gaya hidup hedonis, suka pamer kemewahan. Hobi barang-barang mahal dan supermewah. Itu sinyal kiamat bagi sebuah negara,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa bukan sekadar soal pamer kekayaan yang menjadi perhatian masyarakat, melainkan juga sumber kekayaan tersebut.
“Jika kekayaan itu didapatkan dari menjual hukum, ini jauh lebih menyakitkan ketimbang hanya melihat pamer kemewahan,” ucapnya.
Pulung menekankan bahwa Mahkamah Agung harus terus membangun kepercayaan publik, terutama setelah mencuatnya kasus eks pejabat MA, Zarif Ricar, yang rumahnya ditemukan menyimpan uang ratusan miliar hasil jual beli perkara.
“Modal dasar pengadilan adalah kepercayaan. Masyarakat harus percaya bahwa setiap ketukan palu hakim itu pertimbangannya melulu hukum dan keadilan. Bukan menawar tertinggi,” imbuhnya.
Ia juga menyebutkan bahwa hakim seharusnya menjadi contoh dalam kehidupan bernegara, tidak hanya saat menjalankan tugas di ruang sidang.
“Hakim adalah model bagaimana menjalani kehidupan di sebuah negara hukum,” ujarnya.
Pulung mengapresiasi langkah MA yang serius melakukan pembenahan internal, termasuk kerja sama dengan KPK dalam mengevaluasi laporan harta kekayaan para hakim.
Lebih lanjut, ia mengusulkan agar gaya hidup hakim juga dijadikan salah satu pertimbangan dalam proses promosi dan mutasi.
“Sekali lagi, hakim bukan hanya saat dia di ruang sidang. Hakim adalah guru berjalan dari kehidupan masyarakat. Nilai seorang hakim bukan hanya penguasaan teori-teori hukum. Tetapi juga bagaimana mereka menjalani kehidupan,” pungkasnya.
Sumber: www.mnctrijaya.com