Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, mengungkap data mencengangkan terkait jumlah penerima bansos fiktif, yang berpotensi merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah per tahun. Dia menegaskan mendukung pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK) mengusut temuan tersebut.
“Tak ada pembangunan yang lahirkan kesejahteraan jika basisnya data fiktif negara” kata Rieke dalam keterangannya, Kamis (7/8/2025).
Pada 2021, sambung Rieke, tercatat sekitar 52,5 juta data penerima bansos diduga fiktif, dengan estimasi kerugian negara mencapai Rp126 triliun per tahun. Jika data penerima bansos fiktif, maka indikasi kuat dana bansos disalurkan ke rekening fiktif.
Berulangkali disuarakan, namun tak pernah digubris. Baru di era Presiden Prabowo ada instruksi tegas pada PPATK untuk mengungkap kasus “manipulasi data negara”.
Pada Sabtu, 5 Juli 2025, PPATK umumkan 10 juta data fiktif penerima bansos. Sedangkan Senin, 7 Juli 2025 umumkan 571.410 data penerima bansos terindikasi terlibat pinjol, judol, bisnis narkotika, dan terorisme.
.
"Bansos terdiri dari berbagai program. Saya ambil ilustrasi dua program saja. Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) Rp.2,4 juta/tahun/orang dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp3,6 juta/tahun/orang. Artinya, Rp6 juta/tahun/orang," jelasnya.
Analisis sementara ini, lanjut Rieke, tidak gunakan data fiktif 2021, yaitu 52,5 juta. Kita gunakan yang dilansir PPATK 2025, yaitu 10 juta data fiktif. Kalikan Rp6 juta, maka indikasi kuat Rp60 triliun dialirkan ke rekening fiktif.
Analisis tersebut dibatasi di dua program bansos dan di tahun 2025 saja. Padahal ada juga subsidi energi (listrik, BBM dan Gas), Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan, rumah tidak layak huni dan pupuk gunakan basis data yang kurang lebih sama dalam penyalurannya.
"Mendukung Presiden Prabowo untuk benahi data dasar negara yang akurat, aktual dan relevan. Harapan saya Presiden Prabowo berani dan berkomitmen menjadi 'Bapak Satu Data Indonesia Berbasis Data Desa/Kelurahan Presisi," tandasnya.