Ikuti Kami

Rieke Diah: Keterwakilan Perempuan di AKD Jangan Sekadar Angka, Perlu Pendidikan Politik yang Matang

Pendidikan politik yang komprehensif dan mempersiapkan dari mulai sekolah partainya.

Rieke Diah: Keterwakilan Perempuan di AKD Jangan Sekadar Angka, Perlu Pendidikan Politik yang Matang
Ilustrasi. Keterwakilan Perempuan di AKD.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, menegaskan bahwa peningkatan keterwakilan perempuan di alat kelengkapan dewan (AKD) tidak cukup hanya dipenuhi secara kuantitatif.

Menurutnya, partai politik harus memberikan pendidikan politik yang komprehensif untuk mempersiapkan kader perempuan yang benar-benar siap menjalankan amanah di parlemen.

“Jadi total sekarang kan 127 anggota perempuan dari total 580 anggota. Menurut saya ini menjadi penting, tidak dimaknai untuk bagaimana ini sekadar jumlah. Tapi, bagaimana partai itu betul-betul memberikan kaderisasi yang tepat kepada kader-kadernya,” kata Rieke, dikutip pada Selasa (4/11/2025).

Ia menekankan pentingnya pendidikan politik yang matang sejak dini untuk mencetak perempuan-perempuan yang kapabel di bidang legislasi, termasuk melalui sekolah partai yang terstruktur.

“Pendidikan politik yang komprehensif dan mempersiapkan dari mulai sekolah partainya untuk merencanakan perwakilan perempuan itu memiliki kemampuan secara spesifik untuk nanti ditugaskan menjadi wakil rakyat dan kemudian ditugaskan di komisi-komisi yang sesuai dengan kemampuan politiknya di bidang itu,” ucapnya.

Ketua DPR RI Puan Maharani sebelumnya menyatakan bahwa parlemen akan menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mensyaratkan minimal 30 persen keterwakilan perempuan dalam setiap AKD. Menurutnya, hal ini menandai komitmen nyata terhadap kesetaraan gender di lembaga legislatif.

"Keputusan MK ini akan kami tindak lanjuti, termasuk berdiskusi dengan tiap perwakilan fraksi. Terutama teknis pelaksanaan keputusan MK tersebut di tingkatan komisi," kata Puan dalam siaran pers, Jumat (31/10/2025).

Mengutip data historis, keterwakilan perempuan di parlemen sejak Pemilu 1955 hingga kini belum pernah mencapai ambang 30 persen. Puan menyebut adanya kemajuan, meski hal itu masih jauh dari target ideal.

“Kemajuan yang patut diapresiasi, walau masih jauh dari target ideal minimal 30 persen keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, sebagaimana semangat afirmasi kesetaraan gender dalam politik Indonesia," lanjut Puan.

Kendati demikian, sejumlah pakar menilai hambatan struktural dan kultural masih menjadi kendala utama. Dosen hukum tata negara UI, Titi Anggraini, menilai struktur politik yang maskulin serta mekanisme internal partai politik yang belum inklusif menjadi penghalang signifikan.

“Hari ini keterwakilan perempuan masih terhambat oleh struktur dan kultur politik yang sangat maskulin,” ujar Titi.

Rieke pun menutup dengan menegaskan perlunya untuk memperkuat peran partai politik dalam menyiapkan calon legislatif perempuan yang berkualitas.

“Memang tidak mudah untuk dari mulai keterpilihan proses dari pencalonan, penjaringan, penyaringan, kemudian penetapan sebagai calon di elektoral. Oleh karena itu menurut saya bahwa penting memperkuat bagaimana kaderisasi dari partai politik terhadap perempuan,” pungkasnya.

Quote