Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri, menyoroti lemahnya diversifikasi pangan di Indonesia yang dinilainya masih jauh tertinggal dari negara lain. Padahal, diversifikasi merupakan pilar penting dalam mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan nasional.
Ia mengingatkan Indonesia memiliki kekayaan hayati yang luar biasa, namun belum dimanfaatkan secara optimal untuk memperluas sumber pangan masyarakat.
Dalam keterangannya, Rokhmin membeberkan fakta bahwa Indonesia hingga saat ini baru memanfaatkan sekitar 25 spesies pangan, jumlah yang sangat kecil jika dibandingkan dengan Tiongkok.
“Kita selama ini terlalu fokus pada beras. Padahal negara lain berkembang karena memperluas basis pangan, bukan menyempitkannya. Keberagaman pangan adalah kekuatan,” kata Rokhim, dikutip pada Selasa (18/11/2025.
Ia menilai ironi besar terjadi ketika negara dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia justru bergantung pada hanya segelintir komoditas. Ketergantungan pada padi, jagung, dan kedelai menyebabkan Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim, fluktuasi harga global, hingga berbagai gangguan distribusi.
Menurut Rokhmin, kondisi ini harus menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera melakukan koreksi kebijakan yang lebih fundamental.
Rokhmin menegaskan revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pangan harus memberikan perhatian khusus pada pengembangan sumber pangan lokal yang melimpah namun belum dimaksimalkan.
Ia menyebut sejumlah komoditas potensial seperti sorgum, sagu, berbagai jenis umbi-umbian, talas, kacang-kacangan, serta keanekaragaman pangan laut yang selama ini belum memperoleh tempat strategis dalam kebijakan nasional. Diversifikasi tidak hanya menyangkut aspek produksi, tetapi juga budaya konsumsi dan orientasi pasar.
Lebih lanjut, Rokhmin mengingatkan bahwa ancaman perubahan iklim dapat berdampak serius terhadap produksi padi nasional dalam beberapa tahun ke depan. Sementara berbagai negara maju kini mulai agresif mengembangkan sumber pangan alternatif sebagai upaya antisipasi jangka panjang. Menurutnya, Indonesia tidak boleh ketinggalan dalam arus perubahan global tersebut.
Ia pun mendorong Panja RUU Pangan untuk memasukkan kebijakan diversifikasi yang berbasis riset ilmiah, dilengkapi dengan insentif pasar, serta edukasi kepada masyarakat agar lebih terbuka terhadap konsumsi pangan alternatif. Langkah ini diyakini dapat memperkuat pondasi ketahanan pangan nasional dan mengurangi kerentanan terhadap berbagai krisis pangan.
“Kalau kita tidak segera melakukan diversifikasi, risiko krisis pangan akan semakin besar,” ucapnya.
Melalui dorongan kebijakan yang lebih progresif dan terstruktur, Rokhmin berharap Indonesia mampu memanfaatkan seluruh potensi kekayaan alamnya untuk memperkuat kedaulatan pangan. Menurutnya, diversifikasi bukan sekadar pilihan, tetapi kebutuhan mendesak demi masa depan keamanan pangan bangsa.

















































































