Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menyoroti fenomena mundurnya sembilan siswa, usai menjalani program sekolah gratis di sekolah rakyat 33 Tangsel.
Selly mengatakan, mundurnya sembilan siswa tersebut merupakan jumlah terbanyak yang ia temukan selama kunjungannya ke beberapa sekolah rakyat yang ada di Indonesia.
Persoalan tersebut menjadi lebih krusial, lantaran para siswa menyatakan mundur ketika sedang menjalani program sekolah rakyat.
Baca: Said Abdullah Sebut Pertemuan Ganjar-Erick Bagian dari Silaturahmi
Sebab kata Selly, di beberapa daerah lainnya para siswa yang mengundurkan diri terjadi saat pembelajaran di sekolah belum berlangsung.
"Selama kita rapat memang ada beberapa sekolah yang siswanya mundur, tapi itu terjadi sebelum pembelajaran dimulai. Sedangkan kalau sekolah nya sudah berjalan baru ditemukan di Banten ini yang cukup banyak," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Selly, pihaknya mendorong agar sekolah rakyat 33 Tangsel dapat meningkatkan kenyamanan bagi para siswa.
"Jadi yang harus diperhatikan terkait kondisi geografisnya. Karena anak yang dari daerah ketika masuk ke daerah urban perkotaan, mungkin mengalami syok culture ketika menghadapi teman-teman yang sudah terbiasa di kota," ucapnya.
Selain itu, Selly juga menyoroti terkait data yang digunakan oleh Kementrian Sosial dalam merekrut siswa sekolah rakyat.
Pasalnya, di beberapa daerah banyak ditemukan penerima manfaat program sekolah gratis ini tidak tepat sasaran.
"Di beberapa lokasi yang kita datangi, banyak sekali anak-anak di sekolah rakyat yang dibilangnya dari desil 1 dan desil 2 setelah dicek di beberapa lokasi ternyata tidak sesuai dengan apa yang ada di lapangan," ucap Selly.
"Karena masih banyak anak (siswa sekolah rakyat) yang ternyata dari kategori keluarga mampu," imbuhnya.
"Dan tentu ini menjadi catatan buat kami, karena penentuan desil 1, desil 2, sampai desil 5 itu kan hari ini tidak lagi dilakukan oleh Kementerian Sosial, tetapi dilakukan oleh BPS," jelasnya.
Menurutnya, kondisi itu juga kerap menimbulkan sikap saling lempar tanggung jawab antara Kementerian Sosial, Pemerintah Daerah, maupun pihak sekolah rakyat itu sendiri.
Baca: Mengenal Sosok Ganjar Pranowo
"Maka menurut hemat kami adalah, harus dilakukan padu padan kembali oleh BPS terkait akurasi dan validasi data itu harus setiap bulan," kata Selly.
"Kemudian pelibatan pemerintah daerah dalam hal ini kabupaten, kota, dan provinsi termasuk Kementerian dan lembaga yang menggunakan data tadi," imbuhnya.
"Karena BPS yang mempunyai data, tetapi pengguna datanya kan semua Kementerian dan lembaga. Maka berikanlah kesempatan kepada Kementerian, lembaga untuk melakukan sanggah data," tuturnya.
"Lalu kemudian juga mereka diberikan kesempatan untuk melakukan penginputan data sanggahan tadi, supaya data-data tadi bisa diperbaiki oleh Kementerian dan lembaga gitu. Tetapi tetap atas seizin dari BPS," pungkasnya.