Ikuti Kami

Sonny Danaparamita Soroti Rendahnya Serapan Pupuk Subsidi Nasional, Ganggu Produktivitas

Meskipun pemerintah telah menurunkan harga pupuk hingga 20 persen, tingkat penyerapan masih jauh dari kebutuhan ideal.

Sonny Danaparamita Soroti Rendahnya Serapan Pupuk Subsidi Nasional, Ganggu Produktivitas
Anggota Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Distribusi Pupuk Bersubsidi Komisi IV DPR RI, Sonny T. Danaparamita.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Distribusi Pupuk Bersubsidi Komisi IV DPR RI, Sonny T. Danaparamita, menyoroti rendahnya serapan pupuk subsidi nasional saat melakukan evaluasi lapangan di Sumatera Utara. 

Ia menegaskan meskipun pemerintah telah menurunkan harga pupuk hingga 20 persen, tingkat penyerapan masih jauh dari kebutuhan ideal dan berpotensi mengganggu produktivitas pertanian nasional.

“Saya ragu sisa target bisa terserap sepenuhnya. Bahkan kebutuhan 9,5 juta ton itu sendiri belum mengakomodasi seluruh petani,” kata Sonny, dikutip pada Rabu (26/11/2025).

Pernyataan ini menggambarkan kegelisahan Panja terhadap lambannya penyaluran pupuk subsidi, yang hingga September baru terserap sekitar 5,5 juta ton dan hanya naik ke kisaran 7,5 juta ton. Angka tersebut dinilai masih jauh dari kebutuhan nasional yang diproyeksikan mencapai 9,5 juta ton per tahun.

Dalam evaluasi tersebut, Sonny juga mengaitkan persoalan serapan dengan akar masalah yang ditemukan Panja, yaitu ketidaktepatan data dalam sistem e-RDKK. Sistem yang seharusnya memastikan distribusi tepat sasaran justru dinilai menjadi penghambat karena ketidaksesuaian data di lapangan. 

Ketua Panja, Panggah Susanto, bahkan menegaskan bahwa pembenahan RDKK harus dilakukan sebelum musim tanam mendatang agar kebutuhan pupuk petani tidak kembali terganggu.

Tak hanya soal serapan, Panja juga menemukan persoalan serius terkait harga pupuk subsidi yang masih melambung di beberapa daerah. 

Anggota Panja lainnya, Daniel Johan, mengungkapkan bahwa petani di sejumlah wilayah masih harus membayar lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET). 

“Di daerah pemilihan saya, petani masih menebus Rp150.000 per 50 kilogram, padahal HET-nya Rp90.000,” tegasnya.

Panja menilai ketidakteraturan harga ini dipicu oleh jarak distribusi yang jauh, tingginya biaya logistik, serta lemahnya pengawasan pemerintah daerah. Kondisi tersebut membuat petani harus menanggung beban tambahan, padahal pupuk subsidi dirancang untuk membantu meringankan biaya produksi.

Seluruh temuan yang dihasilkan selama evaluasi di Sumut akan dibawa ke Jakarta untuk dirumuskan menjadi rekomendasi strategis bagi pemerintah. Sonny bersama anggota Panja lainnya berharap perumusan tersebut mampu memperbaiki tata kelola pupuk subsidi secara nasional, sehingga petani benar-benar mendapatkan haknya dan produktivitas pangan dapat tetap terjaga.

Dengan berbagai persoalan yang muncul, Panja menegaskan perlunya langkah cepat dan terukur dari pemerintah pusat maupun daerah agar distribusi pupuk subsidi benar-benar efektif, tepat sasaran, dan terjangkau bagi seluruh petani di Indonesia.

Quote