Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Ananda Emira Moeis, menegaskan persoalan stunting di daerahnya merupakan isu serius yang harus ditangani secara cepat, terukur, dan menyeluruh.
Ia menilai penanganan stunting tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan harus menyentuh akar permasalahan, terutama terkait penguatan tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak pelayanan masyarakat.
“Saat dikonfirmasi, Ananda mengakui jika mengatasi permasalahan stunting ini harus mulai dari akarnya. Contoh, kata dia adalah penguatan sumber daya di tingkat tenaga kesehatan,” kata Ananda, pada Senin (24/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa posyandu, kelurahan, serta pemerintah kabupaten dan kota merupakan garda terdepan dalam pencegahan stunting. Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan visi besar menuju generasi emas Indonesia 2045, di mana pembangunan sumber daya manusia harus menjadi prioritas utama.
“Tingkatan posyandu, kelurahan dan kabupaten kota menjadi ujung tombak pencegahan ini, selaras juga dengan visi misi generasi emas 2045 mendatang,” tegas Politikus PDI Perjuangan itu.
Ananda menyoroti bahwa target nasional penurunan stunting menjadi 14 persen masih belum cukup ambisius jika Indonesia ingin keluar sepenuhnya dari persoalan tersebut. Ia menilai perlu ada visi yang lebih besar dan capaian yang lebih konkret agar masalah stunting benar-benar hilang dari Kaltim.
“Kita ingin nol persen, terutama bagi Kaltim perlu kerja keras untuk memberantas hal tersebut,” jelasnya.
Salah satu persoalan mendasar yang ia lihat adalah minimnya ketersediaan tenaga ahli gizi dibandingkan dengan jumlah penduduk, khususnya di wilayah perkotaan dan pelosok. Kondisi ini berpotensi menghambat pelayanan kesehatan dan edukasi gizi masyarakat secara merata.
“Terutama ketersediaan ahli gizi yang jomplang dengan data penduduk di Kaltim. Sehingga, diperlukan tenaga tambahan dan kolaborasi dengan perguruan tinggi yang memiliki jurusan terkait,” ungkapnya.
Ananda mendorong agar perguruan tinggi di Kalimantan Timur, khususnya yang memiliki jurusan kesehatan dan gizi, dilibatkan langsung dalam memperkuat tenaga lapangan. Dengan demikian, keberadaan ahli gizi tidak hanya mencukupi, tetapi dapat menjangkau wilayah pelayanan yang lebih luas.
“Banyak perguruan tinggi kesehatan di Kaltim bisa diperuntukkan membantu kerja ahli gizi,” tuturnya.
Lebih jauh, ia meminta Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim untuk memberikan perhatian khusus terhadap masalah stunting. Ia menilai penanganan harus terpadu dan berbasis data akurat agar kebijakan yang dilaksanakan tepat sasaran.
Dengan kerja kolaboratif pemerintah daerah, tenaga kesehatan, perguruan tinggi, serta masyarakat, Ananda optimistis bahwa Kaltim bisa mempercepat penurunan angka stunting dan mencapai target ideal sebagai bagian dari pembangunan generasi yang sehat dan berdaya saing tinggi.

















































































