Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat yang juga Anggota Komisi IV DPR RI, Sturman Panjaitan, menyatakan pentingnya keterlibatan pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan pekerja rumah tangga.
Politikus PDI Perjuangan itu menyebut pengalaman perlindungan pekerja migran di Hong Kong bisa dijadikan contoh untuk memperkuat Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Menurut Sturman, tenaga kerja Indonesia di Hong Kong tercatat dengan jelas di Konsulat Jenderal Republik Indonesia atau KJRI.
“Setiap tenaga kerja harus melapor dan mendapatkan rekomendasi sebelum diterima oleh penyalur maupun pemberi kerja," kata Sturman dalam rapat panitia kerja penyusunan RUU PPRT di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Dia menilai sistem itu bisa membuat posisi pekerja migran lebih terlindungi, berbeda dengan situasi di sejumlah negara yang kedatangan dan kepulangan pekerjanya tidak jelas. Ia menegaskan bahwa peran aktif pemerintah harus dicantumkan dalam substansi RUU PPRT.
Sturman juga menyebutkan, kontrak kerja di Hong Kong sudah sesuai dengan standar.
“Ada dalam bahasa Inggris, Mandarin, dan Indonesia, dengan gaji minimal yang jelas,” ujar dia.
Bahkan, ia menambahkan, pemerintah Hong Kong juga menyediakan shelter atau tempat berlindung bagi pekerja yang membutuhkan. Sturman pun menyatakan hal itu bisa dijadikan contoh di Indonesia.
Sturman menuturkan, pengawasan tidak boleh hanya berhenti di tingkat pusat, tetapi juga harus diperjelas di tingkat daerah. Ia mewanti-wanti bahwa tanpa mekanisme yang rinci, pelindungan pekerja rumah tangga akan sulit terwujud.
"Kalau di naskah (RUU PPRT) disebut pengawasan dilakukan pemerintah pusat dan daerah, itu harus detail. Bagaimana mekanismenya? Jangan sampai pemerintah hanya diam saja," kata dia.
RUU PPRT merupakan rancangan undang-undang inisiatif DPR yang saat ini masih dibahas oleh Baleg DPR. Rancangan UU itu sudah diusulkan ke DPR sejak 2004. Selama dua dasawarsa, nasib RUU PPRT terkatung-katung.
Pada periode DPR lalu, Baleg sempat menjadikan RUU ini sebagai inisiatif DPR. Dewan bahkan sudah mengirimkan draf ke pemerintah untuk mendapat masukan berupa daftar inventarisasi masalah atau DIM. Merespons itu, surat presiden diterbitkan dan DIM dikirim kepada DPR.
Namun, hingga masa keanggotaan DPR periode lalu berakhir pada Oktober 2024, RUU PPRT jalan di tempat. Sebab, pimpinan parlemen belum menunjuk alat kelengkapan dewan yang akan membahasnya. Pada periode keanggotaan DPR 2024-2029, RUU PPRT kembali masuk daftar Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025 atas usulan Baleg.
Angin segar pengesahan RUU PPRT menjadi undang-undang mulai berembus pada 1 Mei 2025. Dalam pidato Hari Buruh Internasional, Presiden Prabowo menyatakan keinginannya mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU PPRT. Hari itu, Prabowo menjanjikan bakal membereskan RUU PPRT dalam tiga bulan.
Seharusnya bila komitmen itu betul-betul dipegang, Agustus 2025 menjadi bulan pengesahan UU PPRT. Namun, pengesahan RUU PPRT kemungkinan besar molor dari target itu. Saat ini Baleg masih melangsungkan rapat panja penyusunannya.