Jakarta, Gesuri.id - Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pajak dan Retribusi DPRD Kabupaten Malang, Zulham Akhmad Mubarrok, menegaskan bahwa lembaga pendidikan non-profit, termasuk pesantren, akan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak air tanah.
Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Malang menjelaskan bahwa selama ini aturan penggunaan air tanah bagi lembaga pendidikan non-profit masih belum diatur secara tegas. Akibatnya, terjadi ketidaksinkronan di lapangan—ada yang dikenakan pajak, ada pula yang tidak.
Baca: Gerakan Menanam Pohon Harus Jadi Kesadaran Kolektif Bangsa
“Selama ini tidak diatur, jadi ngambang. Akhirnya ada yang ditarik pajak, ada yang tidak. Hari ini kami pastikan, selama kategorinya non-profit, tidak wajib membayar pajak air tanah,” tegasnya.
Zulham menyampaikan bahwa ketentuan tersebut telah dimasukkan ke dalam pembahasan Pansus. Ia berharap aturan ini nantinya tercantum jelas dalam Peraturan Bupati, sehingga tidak ada lagi kerancuan terkait pemungutan pajak air tanah terhadap lembaga pendidikan yang tidak mencari keuntungan.
“Kami masukkan agar ketika turun jadi Perbup, sudah jelas bahwa lembaga pendidikan non-profit tidak ditarik pajak air tanah,” katanya.
Selain itu, Pansus juga menata ulang struktur tarif pajak penggunaan air tanah bagi sektor industri. Zulham menjelaskan bahwa tarif mengikuti ketentuan undang-undang, yakni sebesar 10%, namun dengan klasifikasi risiko—risiko tinggi, sedang, dan rendah.
“Air tanah ini barang yang tidak bisa dikembalikan cepat. Maka penggunaannya harus bijak. Industri yang menggunakan air tanah harus tertib. Selama ini ada yang menggunakan tapi tidak melapor. Ke depan tidak bisa lagi begitu,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pendataan dan penelitian penggunaan air tanah oleh perusahaan akan diperkuat. Bila ditemukan pelanggaran, akan ada penerapan denda dan sanksi sesuai aturan.
Zulham menegaskan bahwa penegakan Peraturan Daerah mengenai pajak dan retribusi akan diperkuat pada tahun 2026.
“Kalau tahun ini masih relax, santai. Tahun depan tidak. Kita gas. Parkir kita gas, pajak dan retribusi kita gas,” ujarnya.
Salah satu komponen baru dalam pengaturan pajak daerah adalah penarikan pajak sebesar 3 persen terhadap perusahaan yang memiliki generator atau pembangkit listrik non-PLN dengan kapasitas besar.
“Banyak perusahaan punya generator besar tapi tidak pernah bayar pajaknya. Ini akan kita tarik 3%. Yang dimaksud bukan genset rumahan, tetapi yang kapasitasnya tinggi,” jelasnya.
Beberapa perusahaan besar seperti pabrik skala nasional diperkirakan masuk dalam kategori ini, dan penarikan pajaknya akan dilakukan melalui sistem Zipanji, yang nantinya menerbitkan rekening pajak dan identitas wajib pajaknya.
Baca: Ganjar Pranowo Tegaskan Marsinah Lebih Layak
Zulham juga menjelaskan perbedaan antara pajak air tanah dan pajak air permukaan, agar masyarakat tidak keliru memahami kewenangan pemerintah daerah.
Pajak Air Tanah → menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota Pajak Air Permukaan (sumber mata air) → menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
Selama ini, menurutnya, regulasi mengenai air tanah cenderung abu-abu, sehingga diperlukan penataan ulang agar pemanfaatannya tidak disalahgunakan dan lebih mudah diawasi.

















































































