Ikuti Kami

Akademisi Sulistyowati Irianto: Pasca Putusan MK, Public Distrust ke Jokowi Semakin Besar

Akademisi Prof. Dr. Dra. Sulistyowati Irianto, M.A. menyayangkan bahwa terjadi public distrust yang semakin besar.

Akademisi Sulistyowati Irianto: Pasca Putusan MK, Public Distrust ke Jokowi Semakin Besar

Jakarta, Gesuri.id – Akademisi Universitas Indonesia Prof. Dr. Dra. Sulistyowati Irianto, M.A. sangat menyayangkan bahwa terjadi public distrust yang semakin besar terhadap Presiden. Tidak hanya di kalangan mahasiswa tetapi masyarakat yang luas yang terjadi dari berbagai golongan seperti kaum intelektual, akademisi, berbagai profesi dan juga masyarakat luas. Hal tersebut disampaikan dalam keterangan resmi yang diterima oleh gesuri.id, Minggu (22/10) malam.

Ini bisa dilihat dari reaksi publik melalui media sosial, dan dituliskan oleh media koran, majalah yang kredibel.  Juga minggu yang lalu  reaksi publik antara lain dinyatakan melalui “Maklumat Juanda” yang hari ini sudah ditandatangani oleh 400 tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai profesi dan kalangan,” jelasnya.

Mereka melihat kejanggalan yang sangat jelas dalam proses sidang perkara di Mahkamah Konstusi, ada hukum acara yang dilanggar, juga materi putusan yang melebihi kewenangan lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) terlebih lagi ada masalah etika yang sangat mendasar.

“Masyarakat melihatnya secara terang benderang proses-proses yang sangat sarat dengan nepotisme. Dan yang sangat membahayakan adalah bagaimana politik nepotisme ini juga menggunakan lembaga hukum tertinggi, yaitu Mahkamah Konstitusi. Padahal tahun depan pemilu serentak itu akan ada sengketa-sengketa pilkada dan Pemilu, bagaimana masyarakat bisa percaya bila yang menyelesaikan adalah hakim MK yang punya kepentingan sendiri,” tegasnya.

Lebih jauh Guru Besar Antropologi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia menilai jika banyak orang menyayangkan apa yang sudah dilakukan Jokowi selama masa kepemimpinannya, seperti rontok begitu saja dalam sekejap karena persoalan politik nepotisme yang dianggap tidak beretika ini.

“Bangsa Indonesia harus menerima bahwa upaya para ibu yang bersusah payah menanamkan nilai etika kepada anak-anak dan seluruh keluarganya: harus bekerja keras, jujur, beretika agar memiliki kompetensi dan karakter berintegritas, lalu mereka melihat realitas bahwa nilai-nilai yang mereka ajarkan itu menjadi tidak ada artinya. Anak-anak yang akan punya akses kepada karier setinggi-tingginya bukan didasarkan pada sistem meritorkasi, tetapi faktor nepotisme terutama karena ayahnya siapa,” tutupnya.

Quote