Ikuti Kami

Pengalaman Komplit Mahfud MD di Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif

Mohammad Mahfud atau lebih dikenal dengan nama Mahfud MD lahir di Sampang, Madura, pada tanggal 13 Mei 1957.

Pengalaman Komplit Mahfud MD di Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengimbau agar masyarakat tetap tenang menghadapi putusan MK terkait gugatan pencabutan Undang-Undang Penodaan dan Penistaan Agama. Hal itu disampaikan saat ditemui wartawan setelah berbicara di seminar di Surabaya, Jawa Timur, 18 April 2010. ANTARA/BHAKTI PUNDHOWO

Jakarta, Gesuri.id - Mahfud MD merupakan salah satu pakar hukum tata negara yang memiliki pengalaman lengkap sebagai dosen dan pernah duduk di kursi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. 

Di posisi eksekutif, ia pernah menjadi menteri pertahanan dan menteri hukum dan HAM, kemudian di posisi legislatif sebagai anggota DPR, dan di bidang yudikatif sebagai ketua Mahkamah Konstitusi. 

Keahlian akademis dan intelektualnya di bidang hukum dan politik membawanya menjadi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan di Kabinet Indonesia Maju 2019–2024 dan terakhir menjadi salah satu cawapres pada Pemilu 2024.

Mohammad Mahfud atau lebih dikenal dengan nama Mahfud MD lahir di Sampang, Madura, pada tanggal 13 Mei 1957. Ia merupakan anak dari pasangan Mahmodin dan Siti Khadijah. Ia anak keempat dari tujuh bersaudara dan menjadi anak laki-laki tertua. Ayahnya adalah pegawai negeri sipil golongan dua, sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga.

Inisial MD di belakang namanya merupakan singkatan dari nama ayahnya, Mahmodin. Tambahan nama itu berawal saat ia menimba ilmu di Pendidikan Guru Agama (PGA), lembaga pendidikan setara SMP, yang dalam satu kelas terdapat beberapa murid dengan nama Mahfud. Untuk membedakan, wali kelas meminta semua murid bernama Mahfud untuk memasang nama orangtuanya di belakang setiap Mahfud. Mahfud kemudian menyingkat nama Mahmodin tersebut menjadi MD.

Di Madura ada kepercayaan bahwa anak laki-laki tertua merupakan simbol keluarga dan memiliki tanggung jawab paling besar. Itulah sebabnya keluarga besarnya menganggap Mahfud sebagai anak yang istimewa sejak kecil. Ayahnya sering mengajak Mahfud kecil berkunjung ke rumah kiai-kiai besar di Madura. Dengan cara itulah ia memahami dasar-dasar agama dan terbiasa untuk berdiskusi.

Mahfud muda menempuh dua jenis pendidikan, yakni agama dan umum. Setiap pagi ia belajar pendidikan umum di sekolah, lalu dari siang hingga malam ia belajar pendidikan agama dengan para santri di pesantren.

Mahfud kecil menamatkan pendidikan dasarnya di SD Negeri Waru Barat I, Pamekasan, tahun 1970. Kemudian, ia melanjutkan sekolah ke Pendidikan Guru Agama (PGA) di Pamekasan dan lulus tahun 1974.

Setelah lulus dari PGA, Mahfud masuk ke Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) Yogyakarta, sebuah sekolah kejuruan unggulan milik Departemen Agama. Sekolah yang didirikan oleh KH Wahid Hasyim ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan hakim-hakim agama khususnya Islam. Sejak itu, Mahfud mulai tertarik pada ilmu hukum. Ia menyelesaikan pendidikan di PHIN tahun 1977.

Ketertarikannya pada ilmu hukum membuatnya melanjutkan pendidikan di Jurusan Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII). Pada waktu yang bersamaan, ia pun kuliah di Jurusan Sastra Arab Universitas Gadjah Mada (UGM). Namun, ia tidak melanjutkan pendidikannya di UGM karena lebih fokus di Jurusan Hukum Tata Negara.

Setelah mengecap bangku kuliah selama hampir enam tahun, gelar sarjana hukum dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta akhirnya diraihnya tahun 1983. Kemudian, ia mengabdikan ilmunya sebagai dosen di almamaternya. Di tengah kesibukannya sebagai pengajar, Mahfud kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana di Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada dan lulus tahun 1989. Tak lama berselang, Mahfud melanjutkan pendidikan doktoralnya di kampus yang sama.

Gelar doktor di bidang hukum diraihnya tahun 1993 setelah berhasil mempertahankan disertasinya tentang ”Perkembangan Politik Hukum, Pengaruh Konfigurasi Politik terhadap Karakter Produk Hukum di Indonesia” di hadapan dewan penguji. Disertasi tersebut kemudian dibukukan dengan judul Politik Hukum di Indonesia.

Disertasi itu memaparkan hubungan kausa antara konfigurasi politik dan produk hukum pada berbagai periode, yaitu periode Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, dan Orde Baru. Mahfud memaparkan hubungan tersebut dengan mengkaji hukum pemilihan umum, hukum pemerintahan di daerah, dan hukum agraria.

Setelah lulus dari fakultas hukum tahun 1983, Mahfud bekerja sebagai dosen di Universitas Islam Indonesia (UII) dan berstatus sebagai pegawai negeri sipil. Sambil mengajar, ia pun melanjutkan pendidikan S-2 dan S-3 di UGM.

Mahfud sangat mencintai dunia mengajar karena sudah menjadi kebutuhannya. la bahkan rela menghabiskan waktu akhir pekannya untuk mengajar di beberapa perguruan tinggi. Profesi dosen mengharuskannya untuk selalu membaca buku-buku baru dan selalu bertemu orang-orang baru untuk beradu ilmu.

Sebelum terjun di dunia politik dan menjadi pejabat pemerintahan, Mahfud aktif sebagai pengajar di sejumlah perguruan tinggi, antara lain, Universitas Islam Indonesia, lAIN Sunan Kalijaga, dan STIE Widya Wiwaha, Yogyakarta. Tak hanya itu, ia juga menjadi guru besar dan memiliki jabatan akademik. Jabatan akademik yang pernah dia pegang, antara lain, Pembantu Rektor I Ull (1994-2000), Direktur/Guru Besar Fakultas Hukum UII (1996-2000), dan Rektor Universitas Islam Kadiri (2003-2006).

Karier Mahfud di bidang eksekutif dimulai tahun 2000 ketika pemerintah menunjuknya menjadi Deputi Menteri Negara Urusan HAM yang membidangi produk legislasi hak asasi manusia. Kemudian, kariernya meningkat menjadi menteri pada masa Presiden Abdurrahman Wahid. Tahun 2000-2001, ia dipercaya sebagai Menteri Pertahanan, kemudian tahun 2001 sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Mahfud melepas jabatan menteri bersamaan dengan lengsernya Presiden Gus Dur.

Selepas dari jabatan menteri, Mahfud terjun ke dunia politik dengan aktif di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB. Pada Pemilu 2004, ia mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR dari PKB Untuk Daerah Pemilihan X Jawa Timur yang wilayahnya meliputi Lamongan dan Gresik. la kemudian terpilih menjadi anggota DPR RI dari PKB untuk wilayah Jatim.

Ia memulai karier politiknya sebagai anggota DPR dengan penugasan di Komisi Ill yang memiliki lingkup tugas di bidang hukum, hak asasi manusia, dan keamanan. Selain di Komisi III, Mahfud juga menjabat wakil ketua Badan Legislatif DPR.

Selepas dari lembaga legislatif di DPR, Mahfud berkiprah di lembaga yudikatif, yakni di Mahkamah Konstitusi. Ia terpilih sebagai hakim konstitusi baru MK setelah mengantongi 38 suara anggota Komisi III dalam pemilihan terbuka Komisi III DPR. Mahfud menggantikan Hakim Konstitusi Achmad Rostandi yang memasuki masa pensiun per 31 Maret 2008.

Setelah menjadi hakim konstitusi di MK, ia kemudian terpilih menjadi Ketua MK periode 2008-2011 dengan meraih lima suara dari sembilan hakim konstitusi MK. la menggantikan Jimly Asshiddigie yang telah menjabat ketua MK selama dua periode.

Pada pemilihan Ketua MK periode 2011-2013, ia terpilih kembali menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi setelah mengantongi lima suara hakim konstitusi. Banyak terobosan besar yang dilakukan selama Mahfud menjadi ketua Mahkamah Konstitusi. Salah satu yang paling menonjol adalah penerapan keadilan substantif. Penerapan keadilan tersebut berhasil membongkar dugaan kriminalisasi di pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samat Riyanto dan Chandra Hamzah.

Dalam ajang Pilpres 2014, Mahfud sempat digadang-gadang menjadi calon presiden atau calon wakil presiden dari PKB, tetapi dalam perkembangannya PKB kemudian mendukung pasangan Joko widodo-Jusuf Kalla. Kemudian Mahfud justru memilih mendukung pasangan Prabowo-Hatta Rajasa sebagai Ketua Tim Sukses Prabowo-Hatta Rajasa.

Pada Juni 2017, Mahfud ditunjuk Presiden Jokowi menjadi anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Lembaga itu bertujuan membumikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada masyarakat. Setahun kemudian UKP-PIP menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasial (BPIP).

Pada 23 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo menunjuk Mahfud menjadi Menko Polhukam di Kabinet Indonesia Maju 2019-2024. Jokowi menyebut tugas Mahfud adalah menangani hal-hat yang berkaitan dengan korupsi, penegakan hukum, deradikalisasi, dan antiterorisme.

Mahfud merupakan salah satu tokoh yang kerap menyuarakan pentingnya merawat dan memperkuat Pancasila sebagai ideologi dan pemersatu bangsa. Hal itu terus dia suarakan ketika ia menjadi anggota Dewan Pengarah BPIP dan saat menjabat Menko Polhukam.

Dalam kuliah umumnya di salah satu kampus di Bandung, Jawa Barat, Mahfud mengatakan, gerakan anti-Pancasila yang tumbuh di berbagai kampus harus dilawan dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila. Penanaman nilai Pancasila dapat dilakukan lewat dua jalur, yaitu jalur kurikuler dalam materi pembelajaran dan melalui gerakan yang membangun kesadaran bertoleransi di tengah perbedaan.

Hal senada disuarakan saat dialog kebangsaan di Solo, Jawa Tengah. la mengatakan, Pancasila sebagai dasar ideologi negara tidak akan tergantikan. Sejarah membuktikan upaya-upaya untuk mengganti ideologi Pancasila baik melalui jalan pemberontakan maupun pemilu tidak pernah berhasil.

Ketika menjabat Menko Polhukam, ia pun terus menyuarakan pentingnya pembinaan ideologi Pancasila. Langkah yang dia lakukan bersama pemerintah adalah mengajukan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RU BPIP) ke DPR pada 16 Juli 2020. RUU BPIP itu diusulkan sebagai sebagai sumbang saran pemerintah pada DPR sekaligus merespons perkembangan masyarakat tentang ideologi Pancasila.

Selain itu, hadirnya RUU BPIP ini juga semata-mata untuk melahirkan payung hukum yang kokoh bagi upaya pembinaan ideologi bangsa melalui BPIP. RUU BPIP terdiri atas 7 bab dan 17 pasal, berbeda dengan RUU HIP yang berisikan 10 bab dan 60 pasal. Substansi pasal-pasal RUU BPIP hanya memuat ketentuan tentang tugas, fungsi, wewenang, dan struktur kelembagaan BPIP yang telah ada di peraturan presiden yang mengatur tentang BPIP (Kompas, 17 Juli 2020).

Kesempatan Mahfud MD menjadi calon wakil presiden terwujud jelang Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024. Berbeda dengan dua pilpres sebelumnya, jalan bagi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan itu relatif mulus, tanpa manuver penjegalan yang berarti.

Mengenakan batik lengan panjang bernuansa hijau coklat, Mahfud tiba di kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta, Selasa (17/10/2023) pagi. Ia memenuhi undangan sang tuan rumah yang disampaikan sebelumnya.

Kedua tokoh yang sama-sama pernah menjadi petinggi BPIP itu mendiskusikan berbagai hal, tidak terkecuali soal pesta demokrasi lima tahunan yang akan segera diselenggarakan. Termasuk di dalamnya Megawati meminta Mahfud menjadi bakal calon wakil presiden pendamping Ganjar Pranowo untuk berkontestasi pada Pemilihan Presiden 2024.

Mahfud disebut masih ingin mengabdikan diri pada negara. Sebab, ada banyak persoalan bangsa yang perlu diselesaikan dengan mengampu salah satu jabatan politik yang tertinggi.

Kendati demikian, Mahfud harus melalui proses panjang sebelum mengambil keputusan itu. Setidaknya, selama dua bulan terakhir dia intens berdiskusi soal Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dengan sejumlah tokoh lintas profesi dan organisasi, termasuk Savic. Mereka berupaya meyakinkan Mahfud untuk bersedia berlaga di panggung pilpres.

Tidak mudah meyakinkan Mahfud karena mantan politikus PKB itu memiliki pengalaman mengecewakan di Pilpres 2014 dan 2019. Pada dua pilpres sebelumnya, tawaran untuk menjadi cawapres selalu datang padanya. Bahkan, pada 2019 ia sudah diminta menyiapkan pakaian, syarat administrasi pendaftaran, dan menunggu di sebuah tempat yang dekat dengan lokasi deklarasi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Namun, dalam hitungan jam keputusan itu berubah, Mahfud batal menjadi cawapres pendamping Joko Widodo saat itu.

Karena pengalaman itu, Mahfud tidak pernah mau bicara tentang pencalonan dirinya. Ia juga menolak acara-acara yang bertujuan untuk menyebut dia sebagai capres atau cawapres sebelum ada kepastian dari partai politik (parpol) atau gabungan parpol.

Dalam posisi tersebut, Mahfud justru muncul sebagai salah satu cawapres pilihan publik dengan tingkat elektabilitas tinggi berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga. Namanya kerap disebut parpol-parpol sebagai salah satu tokoh yang dipertimbangkan menjadi cawapres. Salah satunya untuk menjadi pendamping Ganjar Pranowo, bakal capres dari PDI Perjuangan.

Butuh waktu hampir enam bulan sejak Megawati mengumumkan penugasan Ganjar sebagai bakal capres pada 21 April lalu hingga ia mengumumkan Mahfud sebagai pendamping Ganjar di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Rabu (18/10/2023). (Sumber)

Quote