Ikuti Kami

Anton Charliyan Tegaskan Pajajaran Adalah Nama Kerajaan! 

Anton menanggapi tulisan di sebuah media online yang berjudul "Pajajaran ternyata nama ibu kota di Kerajaan Sunda". 

Anton Charliyan Tegaskan Pajajaran Adalah Nama Kerajaan! 
Budayawan Sunda Anton Charliyan.

Tasikmalaya, Gesuri.id - Budayawan Sunda Anton Charliyan menanggapi tulisan di sebuah media online yang berjudul "Pajajaran ternyata nama ibu kota di Kerajaan Sunda". 

Dalam tulisan itu,  dipaparkan bahwa Pajajaran bukan nama Kerajaan. Tapi nama kerajaannya sendiri adalah Sunda. Tulisan itu diklaim merujuk pada hasil kajian ahli sejarah Prof Dr Nina Lubis, yang mengacu pada teori Robert Von Heine bahwa nama Kerajaan di Asia Tenggara biasa menyebut Ibukotanya.

Anton menegaskan, masyarakat Jawa Barat yang tergabung dalam komunitas pemerhati dan pecinta sejarah budaya Nusantara cukup terkejut dengan adanya tulisan tersebut.

"Kami ini semua hanyalah orang awam yang tidak paham teori secara mendetail. Hanya sebagai pemerhati sejarah , dan pernah ikut membaca naskah Sunda, saya  mendapat indikasi sejarah yang kuat, bahwa Pajajaran merupakan nama Kerajaan," ungkap Anton. 

Baca: Anton Charliyan Dukung Budidaya Porang di Indramayu

Kader PDI Perjuangan itu melanjutkan, sumber-sumber sejarah yang  mengindikasikan bahwa Pajajaran merupakan sebuah Kerajaan antara lain  adalah:

1. Wawacan Babad Pakwan Pajajaran di Bab XIII Pupuh Dangdanggula  no 274. baris ke 3 berbunyi : " Rakanipun Dados Papatih , NAGARA PAJAJARAN ..." Disini jelas sekali PAJAJARAN disebut sebagai NEGARA, bukan Ibukota. 

2. Naskah Turunan Timbang Anten beraksara Arab pegon dikatakan : " Prabu Siliwangi RAJA PAJAJARAN..bukan RAJA SUNDA.

3. Prasasti Batu Tulis Bogor yang mengungkapkan : " Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di PAKUAN PAJAJARAN Sri Sang Ratu Dewata ". Disitu disebutkan Sri Baduga adalah MAHARAJA PENGUASA di PAJAJARAN, bukan Kerajaan Sunda.

"Dari 3 Naskah tulisan itu, sudah cukup bukti yang mengindikasikan bahwa PAJAJARAN merupakan sebuah NAGARA atau KERAJAAN," tegas Anton.

Anton melanjutkan, jika 'Pakuan Pajajaran' yang dianggap sebagai nama Ibukota, maka itu sah-sah saja. Tapi jika Pajajaran yang dianggap sebagai nama ibukota, Anton mempertanyakan apakah otomatis nama Kerajaannya pun berubah menjadi nama yg lain. 

"Khan bisa saja Pajajaran merupakan nama ibukota sekaligus juga nama Kerajaan, seperti yang terjadi di Kerajaan-kerajaan lain yang ada di Nusantara, yakni  Kutai Kartanegara yang ibukotanya Kutai,  Sumedang Larang yang ibukotanya Sumedang , Kerajaan Lampung yang ibukotanya Lampung, serta  Kediri yang ibukotanya Kediri," papar Anton.

Anton menegaskan, disini jelas teridentifikasi bahwa nama ibukota sekaligus juga nama Kerajaannya adalah Pajajaran. 

Anton juga mengungkapkan Kawali  merupakan  ibukota Kerajaan Galuh. Namun  Galuh tidak pernah disebut sebagai Kerajaan Kawali. Padahal sudah jelas tercatat dalam Prasasti Astana Gede, yang menyebutkan "Prabu Wastu Kencana Anu Marigi Kota Kawali". 

"Majapahit juga tidak disebut sebagai Kerajaan Trowulan, dan  Tarumanagara tidak disebut sebagai Kerajaan Jasinga," tambah Anton.

Anton juga menegaskan, kata  Pajajaran sebagai Kerajaan itu ada di berbagai Naskah. Dan bukan hanya satu, tapi lebih dari 5 Naskah dan prasasti seperti yang disebut sebelumnya.  

"Lalu apakah Naskah-naskah yang telah menyebut Pajajaran sebagai sebuah Kerajaan bahkan sebagai Negara, merupakan suatu kekeliruan besar,  atau tidak dapat dipertangung jawabkan secara ilmiah," gugat Anton. 

Mantan Kapolda Jabar itu pun memaparkan, jika menganalisis menggunakan Teori Robert Von Heine, pendapatnya pun masih sejalan. Yang penting, ujar Anton, titik beratnya adalah bahwa di Asia Tenggara nama ibukota cenderung digunakan sebagai nama Kerajaan. 

"Justru teori ini sangat relevan dengan situasi nama-nama Kerajaan yang ada di Nusantara saat itu. Bisa kita amati juga pada perkembangan nama-nama Kerajaan pasca Pajajaran, yakni ketika pengaruh budaya Islam masuk dengan munculnya  Kesultanan-Kesultanan di Nusantara. Kecenderungan yang sangat kuat menjadikan Nama Ibukota  sebagai nama Kerajaan  tetap ada, seperti Kesultanan Demak dan Cirebon," ungkapnya. 

Baca: Anton Minta Hormati Galunggung Sebagai Kabuyutan!

Anton melanjutkan,  Prof Nina tidak salah. Tapi, yang jelas nama Kerajaan saat itu tak berubah menjadi Sunda. Nama Kerajaan tetap Pajajaran. 

Dan itu juga relevan dengan Teori Robert Von Heine.  Adapun penyebab sebagian kalangan menyebut Pajajaran sebagai Kerajaan Sunda, menurut Anton, adalah karena penduduk Kerajaan Pajajaran  merupakan Suku Sunda. 

"Hal itu sama juga halnya dengan Majapahit, Kediri dan Singosari yang kadang orang luar menyebutnya sebagai Kerajaan Jawa Dwipa. Tapi tidak berarti Jawa Dwipa otomatis merupakan nama Kerajaan," tegas Anton. 

"Bahkan hal tersebut berlaku sampai hari ini. Pokoknya, yang berasal dari Pulau Jawa tidak peduli dari Banten, Jabar, Yogya yang bukan dari Provinsi Jateng dan Jatim tetap disebut sebagai orang dari Jawa, bukan dari Yogya, Banten atau Jabar," tambahnya.

Quote