Ikuti Kami

Aria Bima: Peringatan Maulud Nabi Tahun Ini Pertemuan Langka Kalender Jawa, Islam, dan Kosmos

Menurutnya, momentum ini penting untuk direnungkan sebagai pengingat harmoni kehidupan.

Aria Bima: Peringatan Maulud Nabi Tahun Ini Pertemuan Langka Kalender Jawa, Islam, dan Kosmos
Ilustrasi. Wakil Ketua Komisi ll DPR RI, Aria Bima.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi ll DPR RI, Aria Bima, menyebut peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW tahun ini memiliki makna khusus karena bertepatan dengan pertemuan langka dalam tiga kalender sekaligus, yaitu Jawa, Islam, dan kosmos. 

Menurutnya, momentum ini penting untuk direnungkan sebagai pengingat harmoni kehidupan.

"Kawan-kawan, tahun ini peringatan maulud nabi tiba pada 5 September 2025. Dalam hitungan kalender Jawa, ia jatuh pada 12 mulut, 1.959 del. Pindu Sancoyo Wukulangkir beriringan dengan 12 Rabiulawal 1.447 Hijriah," kata Aria Bima, dikutip pada Sabtu (20/9/2025).

Ia menjelaskan, yang membuat peringatan tahun ini istimewa adalah jatuhnya Maulud Nabi di tahun dal pada hari yang sama dengan Satu Suro.

"Yang membuat istimewa, maulud nabi di tahun dal ini jatuh tepat di hari yang sama dengan satu suruh, Jumat Liwon. Sebuah pertemuan langka di simpang tiga kalender, Jawa, Islam, dan Kosmos. Inilah momen ketika waktu seolah berhenti dan tiga perhitungan zaman berdiri sejajar," tuturnya.

Aria Bima menambahkan bahwa peristiwa ini memiliki pesan filosofis mendalam. 

"Menyatakan satu hal, bahwa kehidupan bukanlah garis lurus, melainkan lingkaran yang terus kembali untuk mengajarkan harmoni," ujarnya.

Ia juga menyoroti tradisi ritual yang hanya digelar pada tahun tertentu. 

"Di tahun dal inilah digelar adang sego dengan dandang kayi dudo. Ritual yang hanya terjadi sewindu sekali di tahun kelima dari sikles delapan tahunan," jelasnya.

Lebih lanjut, Aria Bima memaparkan makna legenda yang melatarbelakangi tradisi tersebut. "Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Pabu, dan Jimakir. Dandang tua itu menurut legenda diwariskan oleh Dewi Nawanggulan, istri Jogotaruk, Konon di Kalapacekelik, Melanda. Ia hanya menanak sebutir beras yang menjelma menjadi nasi sesandang penuh," katanya.

Ia menekankan pesan moral dari cerita itu bagi kehidupan masyarakat. "Cukup untuk beri makan banyak orang. Pisah itu bukan hanya dongeng, tapi pesan bahwa di tengah kekurangan selalu ada ruang bagi keajaiban, kelimpaan, dan harapan," pungkasnya.

Quote