Jakarta, Gesuri.id - Dalam keramaian ibu kota yang melibatkan lebih dari 10 juta jiwa dari berbagai suku, agama, dan budaya, Pancasila tidak lagi menjadi sekadar sila dalam Konstitusi, tetapi menjadi peta navigasi kehidupan sosial yang menjaga keharmonisan di tengah keberagaman. Di tengah dinamika urban yang tinggi, kehadiran nilai-nilai Pancasila menjadi semakin relevan sebagai fondasi persatuan yang mencegah perpecahan dan memperkuat semangat gotong royong.
"Seiring kemajuan Jakarta sebagai pusat ekonomi, budaya, dan politik nasional, perbedaan budaya dan keagamaan bukan lagi hal yang perlu ditakuti, melainkan kekuatan yang harus dikelola dengan bijak," ungkap Anggota MPR RI Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan, Senin (3/11).
"Sila-sila Pancasila telah terbukti menjadi penjaga utama kerukunan di lingkungan kota yang padat seperti di kawasan Glodok, Tanah Abang, Kampung Melayu, dan Tanjung Priok tempat masjid, gereja, vihara, dan pura berdampingan damai," sambung Putra.

Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa memberi ruang bagi toleransi beragama yang nyata. Dalam setiap tahunnya, ribuan warga dari berbagai keyakinan saling mengunjungi saat perayaan hari besar Lebaran, Natal, Imlek, atau Hari Raya Nyepi menjadi bukti bahwa keberagaman bisa menjadi kekayaan, bukan ancaman.
Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab terlihat dalam tindakan sederhana namun luar biasa, "Membantu penumpang tua menyeberang jalan, memberi air minum kepada tukang ojek di bawah terik matahari, atau membantu warga terdampak banjir. Di Jakarta, empati bukan sekadar kata itu gaya hidup," ucap Putra Legislator PDI Perjuangan asal Dapil Jakarta 1.
Atas dasar Sila Ketiga, Persatuan Indonesia, berbagai festival budaya seperti Jakarta Fair, Festival Betawi, dan Car Free Day menjadi ruang bagi semua suku untuk bersatu dalam tarian, musik, dan kuliner menciptakan semangat Bhinneka Tunggal Ika yang hidup di ruang publik.
Sementara itu, Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Musyawarah Mufakat menjadi alat penting di tingkat RT/RW, di mana keputusan tentang pengelolaan lingkungan, keamanan, dan pembangunan dilakukan melalui musyawarah yang inklusif menjamin suara semua warga terdengar, tanpa dominasi kelompok tertentu.
"Pada akhirnya, Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia menjadi tuntunan penting untuk mengatasi kesenjangan sosial. Program subsidi transportasi, bantuan bagi pedagang kaki lima, dan pembangunan permukiman layak di kawasan pinggiran menunjukkan bahwa Pancasila bukan sekadar ide, tapi aksi nyata untuk kesejahteraan bersama," tandas Putra
















































































