Ikuti Kami

'Hoax' Ratna Sarumpaet, Kejahatan Demokrasi Luar Biasa

"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri". 

'Hoax' Ratna Sarumpaet, Kejahatan Demokrasi Luar Biasa
Ilustrasi. Deklarasi kampanye damai kedua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Monas, Jakarta, Minggu (23/9). (Foto: gesuri.id/Elva Nurrul Prastiwi)

Pada Tahun 1963, Presiden pertama RI, Ir Sukarno melahirkan pidatonya yang singkat, tegas dan amat fenomenal: "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri". 

Pidato Bung Karno itu sama sekali tidak meleset, sangat relevan dan bahkan menukik tajam ke jantung peristiwa yang tengah mengguncang Republik Indonsia ini yang sebentar lagi melaksanakan pesta besar demokrasinya, yaitu Pemilu Legislatif dan Presiden tahun 2019 mendatang.  

Baca: Selly: 'Hoax' Menciptakan Kecanduan dan Efek Domino

Baru saja pekan lalu, yaitu tepatnya pada 23 September 2018, berbagai insan di Republik ini sepakat untuk mengambil langkah kampanye damai dan hingga mendeklarasikannya. Namun faktanya baru saja sepekan menjelang deklarasi tersebut, negara ini diterpa hoax yang begitu meresahkan dan sangat berpotensi memecah-belah persatuan dan kesatuan Bangsa. 

Parahnya lagi, hal itu justru dilakukan oleh juru kampanye salah satu kubu calon presiden yaitu Prabowo Subianto dan cawapres Sandiaga Uno. 

Ratna Sarumpaet, ya wanita yang sudah tidak muda lagi itu, bahkan telah menginjak kepala 7, telah membuat keresahan yang amat fatal di tengah kedamaian dan berbagai persiapan memasuki masa kampanye yang dimulai pada September 2018 hingga April 2019.

Seperti yang telah tersebar di berbagai media dan media sosial, Ratna Sarumpaet telah menyebarkan berita hoax mengenai dirinya yang telah dianiaya tiga orang pada 21 September 2018 lalu di sekitar Bandara Husein Saatranegara, Bandung, Jawa Barat.

Bahkan, Ratna Sarumpaet menceritakan kronologi penganiayaan yang dialaminya kepada calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto. Ratna merupakan salah seorang juru kampanye nasional di Badan Pemenangan Nasional pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Bak gayung bersambut, beberapa tokoh dari tim Prabowo-Sandi malah menuduh penganiayaan tersebut berlatar belakang politis. Tak hanya itu bahkan menuding kubu Jokowi-lah pihak yang harus bertanggungjawab.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Setyo Wasisto pada Selasa (2/10) menyebutkan pihaknya belum menerima laporan polisi (LP) soal dugaan penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet. 

Sedangkan, Kapolrestabes Bandung Kombes Irman Sugema menuturkan bahwa kantor polisi di Bandung tidak mendapatkan laporan soal penganiayaan Ratna Sarumpaet. "Kami sudah cek seluruh jajaran polsek, tidak ada laporan polisi," kata Irman, saat ditemui di Mapolrestabes, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (2/10). 

Akhirnya, dalam brita ter-update seperti yang dikutip dari laman kompas.com, Ratna Sarumpaet mengakui bahwa dia tidak pernah dianiaya atau dikeroyok. Ia mengaku telah berbohong kepada keluarga dan koleganya. 

"Jadi tidak ada penganiayaan. Itu hanya khayalan entah diberikan setan-setan mana dan berkembang seperti itu," ujar Ratna di rumahnya di kawasan Kampung Melayu Kecil V, Jakarta Selatan, Rabu (3/9). 

Ratna menjelaskan, pada 21 September, dia mendatangi salah satu rumah sakit bedah di Jakarta Pusat untuk operasi sedot lemak. Namun, saat operasi selesai, Ratna melihat wajahnya bengkak. Ia pun kembali ke rumah dan menjelaskan penyebab wajahnya kepada anak-anaknya.

“Saya meminta maaf kepada semuanya, termasuk kepada lawan-lawan yang biasa saya kritik yang kini berbalik kepada saya, sekarang saya harus mengakui sebagai pencipta hoaks terbaik,” ujar Ratna.

Rabu (3/9), Polda Metro Jaya akan segera memanggil aktivis Ratna Sarumpaet pasca dirinya mengaku berbohong soal dugaan penganiayaan yang menimpanya.

Ratna bakal diperiksa terkait kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoax di media sosial. Saat berita itu diturunkan Ratna masih berstatus saksi.

"Nanti semuanya orang ya, saksi yang mengetahui, melihat akan dimintai keterangan. Dan ini berkaitan dengan kasus penyebaran berita bohong penyebaran berita di media sosial," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Rabu (3/10).

Penghianat Bangsa

Pemberitaan palsu (bahasa Inggris: hoax) adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Untuk itu hoax termasuk dalam kategori kejahatan luar biasa, sehingga penegakan hukum yang harus diberlakukan harusnya sama dengan kejahatan luar biasa lainnya, seperti korupsi dan narkoba.

Semua itu merusak sendi-sendi kehidupan dan masa depan Bangsa dan Negara Republik Indonesia. Dalam konteks hoax yang dilakukan saat kampanye atau menjelang pemilu, maka hoax itu termsuk dalam kejahatan demokrasi yang luar biasa. Tak salah sepertinya jika penyebar hoax tersebut diberi gelar Pengkhianat Bangsa. Pasalnya, hal itu sangat berpotensi mencoreng-moreng iklim demokrasi yang ada di Indonesia.

Calon Anggota Legislatif (Caleg) DPR RI PDI Perjuangan, Iis Sugianto kepada Gesuri, Rabu (10/3), geram melihat kebohongan yang telah dilakukan Ratna Sarumpaet. Apalagi, Iis melanjutkan, hal itu dilakukan di tengah-tengah masa kampanye damai yang telah dideklarasikan bersama menuju Pemilu yang damai.

"Jahat banget... penghianat bangsa .. membuat warga resah," ujarnya menjawab pertanyaan Gesuri.

Iis Sugianto yang maju ke Senayan lewat daerah pemilihan (dapil) DKI 3 yang meliputi wilayah Jakarta Utara, Jakarta Barat dan Kepulauan Seribu, menilai kejahatan 'hoax' yang dilakukan Ratna Sarumpaet selaku jurkan kubu Capres Prabowo Subianto dan Cawapres Sandiaga Uno, akibat panik, sehingga dampaknya menghalalkan segala cara. "Ya Allah...," kata Iis spontan.

Namun, Iis menekankan untuk tidak perlu membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan tetaplah menanam kebaikan, fokus pada kinerja untuk membangun demi kepentingan rakyat. 

Iis Sugianto optimistis kebenaran akan selalu menang. "Amin insyaAllah," ujarnya. 

Terkait kaum milenial, Iis meminta generasi muda agar tidak perlu melihat kasus ini sebagai hal buruk dari dunia perpolitikan. Untuk itu, Iis mengatakan kaum milenial harus diberikan pengetahuan yang baik soal politik, bahwa politik itu tidak kotor. Itu, Ia menambahkan untuk tujuan yang baik, sebab politik itu diperlukan untuk menata kehidupan yang lebih baik dengan cara yang baik dan positif. 

Baca: Hoax Ratna Sarumpaet, Tim Prabowo-Sandi Dituntut Minta Maaf
 
Penegakan Hukum Pelaku Penyebar 'Hoax'

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto, menuturkan orang yang menebarkan informasi palsu atau hoax di dunia maya akan dikenakan hukum positif.

Hukum positif yang dimaksud adalah hukum yang berlaku. Maka, penebar hoax akan dikenakan KUHP, Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial.

Rikwanto mengungkapkan, penebar hoax di dunia maya juga bisa dikenakan ujaran kebencian yang telah diatur dalam KUHP dan UU lain di luar KUHP.

Ujaran kebencian ini meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, dasar hukum penanganan konten negatif saat ini telah tercantum dalam perubahan UU ITE.

Dia memaparkan, Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 40 ayat (2a) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Lalu, Pasal 40 ayat (2b) Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sampai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Bermuatan Negatif.

Semuel mengatakan, bicara hoax itu ada dua hal. Pertama, berita bohong harus punya nilai subyek obyek yang dirugikan. Kedua, melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pasal 28 ayat 2 itu berbunyi, "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)".

Tim Prabowo-Sandi Dituntut Minta Maaf

Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin meminta pihak tim Prabowo-Sandi khusunya Prabowo Subianto dan Amien Rais meminta maaf terkait dengan terbongkarnya kebohongan kasus penganiayaan yang menimpa Ratna Sarumpaet. 

Sekretaris TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, Hasto Kristiyanto mengatakan kabar hoaks tersebut telah menggangu konsentrasi bangsa yang seharusnya fokus pada penanganan kemanusiaan akibat bencana alam gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah.

"Terlebih dengan konferensi pers Pak Prabowo yang secara langsung atau tidak langsung telah menuduh Pemerintahan Pak Jokowi dengan kata-kata pengecut, melakukan kekerasaan, bahkan penganiayaan terhadap Ibu-ibu berusia 70 tahun yang memerjuangkan demokrasi dan keadilan," ujar Hasto melalui keterangan tertulisnya, Rabu (3/10).

"Pak Prabowo juga menuduh telah terjadi pelanggaran HAM. Beliau juga melakukan manipulasi psikologis, bahkan suatu kudeta rasa. Rasa kemanusiaan yang seharusnya untuk korban bencana alam, dikudeta menjadi rasa iba ke Ratna Sarumpaet," tambahnya.

TKN Jokowi-Ma'ruf Amin menilai tim Prabowo-Sandi dengan sengaja melempar isu hoaks yang menyerang Jokowi hanya untuk mendulang keuntungan elektoral belaka.

"Bagi kami, ini sudah menyentuh aspek yang fundamental: memerdagangkan kemanusiaan untuk elektoral. Karena itulah Pak Prabowo sebaiknya meminta maaf ke publik," ucapnya.

Hasto merasa bersyukur sebab TKN Jokowi-Ma'ruf Amin tak terpancing untuk membalas proyek emosi jiwa yang digulirkan oleh tim Prabowo-Sandi.

Lebih lanjut Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan ini mengatakan akan menyerahkan kasus berita hoax ini kepada penegak hukum untuk diproses sesuai dengan undang-undang yang berlaku. 

"Apa yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet, Rachel Maryam, Fadli Zon, Dahnil Anzar Simanjuntak, Nanik S Deyang, Andre Rosiade, Fahira Idris dll bahkan pernyataan Pak Prabowo telah menyentuh delik penipuan. Namun biarlah proses hukum yang bicara," kata Hasto.

Perihal adanya sekelompok masyarakat yang akan melaporkan kasus hoax tersebut kepada pihak yang berwajib, Hasto mengatakan tak akan mempermasalahkannya. Dia menegaskan saat ini TKN Jokowi-Ma'ruf Amin akan fokus pada penanganan korban bencana alam di Sulteng.

"Persoalan ada masyarakat yang akan melaporkan ke proses hukum maupun mengadukan hal itu ke MKD DPR RI atau ke BK DPD RI biarlah dilakukan secara bebas sesuai pedoman etik anggota dewan," ungkapnya.

"Apa yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet sebagai seorang aktris, telah menghasilkan drama terburuk dalam sejarah peradaban Indonesia," imbuhnya.

Baca: Pencipta Hoax, Ma'ruf Minta Ratna Sarumpaet Ditindak

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu beredar kabar dugaan penganiayan yang menimpa Ratna Sarumpaet. Beberapa tokoh dari tim Prabowo-Sandi pun menuduh penganiayaan tersebut berlatar belakang politis dan menuding Jokowi lah pihak yang harus bertanggungjawab.

Namun, kabar tersebut segera terbantah saat Ratna Sarumpaet memberikan keterangan pers. Dia dengan tegas mengatakan bahwa kabar dirinya dianiaya adalah bohong belaka yang sengaja disebarkan oleh dirinya kepada banyak pihak termasuk Prabowo Subianto.

Quote