Ikuti Kami

Kala Pindahnya Balai Desa Kami

Juragan tersebut memberikan tanah itu secara cuma-cuma alias hibah. 

Kala Pindahnya Balai Desa Kami
Warga Desa Pelosok Gang Buntu, Magetan Jawa Timur, Indonesia, Azzam.

Jakarta, Gesuri.id - Ki Lurah bikin ulah. Banyak warga desa gerah. Tak sedikit yang marah-marah. Entah siapa gerangan yang membisiki telinganya hingga berniat memindahkan balai desa. 

Seperti kabar yang tersiar bahwa menurut rencana ia akan memindahkan balai desa kami di lahan kosong di ujung sana milik juragan tanah Pak Mahmud. Juragan tersebut memberikan tanah itu secara cuma-cuma alias hibah. 

Muncul polemik. Sekian banyak warga bertanya alasan pokok  balai desa itu harus dipindah? Mengapa pula harus di petak  yang sangat jauh dari pemukiman warga. Bahkan masih berupa lahan persawahan dan rawa yang masih sepi. 

Selain jauh dari perkampungan, tanah tersebut masih "wingit"  dan konon angker.

BaCa: Ganjar Pranowo Berpeluang Dapatkan Trah Gelar Wahyu Mataram

Tak hanya itu, kontur tanah dan akses jalan yang harus dilalui menuju kesana kurang mendukung jika didirikan sebuah bangunan. 

Terbayang berapa gerangan dana yang dibutuhkan untuk sekedar menjadikan lahan tersebut siap pakai untuk didirikan bangunan? 

Dari mana sumber pendanaan yang akan digunakan, berapa dana yang dibutuhkan, pihak mana yang mengerjakan serta butuh berapa lama proses pengerjaan? 
Sedang Ki Lurah sudah di ujung akhir masa jabatannya. 

"Rasan-rasan" warga seputar  rencana pemindahan balai desa semakin santer. Ia menjadi menu wajib di warung-warung dan gardu kamling  tempat mereka biasa berkumpul. 

Sikap warga terpecah menjadi dua. Sebagian besar warga menolak. Tapi tak sedikit yang mendukung rencana Ki Lurah. Mereka adalah orang-orang Ki Lurah dan barisan setia. 

Sementara perangkat desa tepecah menjadi dua kubu yang saling berlawanan. Menyetujui dan menentang. Tak terkecuali di antara para anggota BPD. 

Mereka yang tidak setuju menaruh curiga pada Ki Lurah. Sebab mulai terlihat unsur pemaksaan agar rencana segera dieksekusi. 
Ada apa dibalik sikap gege mongso Ki Lurah untuk segera memindahkan balai desa? 

Demi atasi polemik, musyawarah pun ditempuh demi kata mufakat. Namun tak pernah ada kata "sarujuk" yang menjadi mufakat bersama.

Patut disayangkan tiga hari musyawarah tak pernah ada kesepakatan apapun. Masing-masing kubu teguh dengan pendirian yang tak lagi bisa dipertemukan. Dead lock, tak ada titik temu . Voting pun diambil untuk memutuskan perkara. 

Hmm.. Lagi-lagi voting. Jalan keluar paling "kampungan" dan bar-bar  untuk sebuah keputusan. 

Nampaknya musyawarah demi mufakat sudah tidak mendapatkan tempat lagi dalam hidup keseharian warga desa. 

Betapa absurd, sebab musyawarah adalah jalan arif yang mestinya ditempuh dalam setiap mengambil keputusan. Persis seperti yang dipesankan pinisepuh dengan mewanti-wanti agar selalu bermusyawarah dalam memutuskan berbagai hal di kehidupan bersama. 

Kubu Ki Lurah memenangkan voting. Surplus dua suara dibanding kubu yang menentang. Pendukung Ki Lurah menepuk dada bangga atas kemenangan. 

Balai Desa harus berpindah. Namun tentu bukan perkara mudah. Ki Lurah kelak pasti tetap mendapat maki dan cacian dalam proses pengerjaan mega proyek pemindahan balai desa tersebut. "But, The Show Must Go On". 

Polemik pasti jelas terus terjadi. Sebab terutama bahwa rencana budget yang digunakan diambilkan dari APBDes.

Separo dana APBDes harus direlakan untuk program tersebut. Itu pun diperkirakan banyak pihak masih membutuhkan suntikan dana yang entah dari mana kelak Ki Lurah mengupayakannya. 

Kabarnya ia akan mendatangkan investor yang diajak bekerja sama. Tak ada yang tahu pihak investor mana gerangan yang akan digandeng. 

Ki Lurah juga akan menghutang kepada sejumlah lembaga keuangan, tanpa satu pun tahu bagaimana kelak ia akan melunasinya. Sedang ia sudah diujung akhir masa jabatan. 

Bukankah hal tersebut menjadi beban tersendiri bagi Lurah selanjutnya?! 

Pantas saja polemik pemindahan balai desa itu terus berlangsung meski sudah diputuskan. 

Membayang dalam benak sejumlah perangkat dan sebagian besar warga tentang kelanjutan proyek perbaikan ruas jalan di salah satu dusun yang belum kelar. Bagaimana kelak kelanjutannya jika APBDes diambil separuhnya demi pindahnya balai desa. 

Membayang dalam benak mereka kelanjutan santunan rutin yang diberikan kepada para renta dan janda tua yang tak lagi mampu bekerja untuk mencari nafkah mereka sendiri. 

Membayang dalam benak mereka sejumlah janji Ki Lurah kepada pemuda karang taruna tentang pembuatan lapangan bola voly dan bulu tangkis serta pengadaan seperangkat peralatan tenis meja. 

Membayang dalam benak ini dan itu yang merupakan janji-janji Ki Lurah yang belum ditunaikan hingga di ujung masa jabatan. 
Hmm... 

Benar-benar tak mampu mereka identifikasi jalan pemikiran Lurah mereka dalam menggulirkan program-program. Awalnya banyak warga terbius dan sangat kagum pada sikap baik yang ditunjukkan Ki Lurah saat menemui warga. 

BaCa: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo

Namun kini, berbagai ketidakpahaman  menumpuk terhadap sikap Ki Lurah yang aneh. Dulu mereka sempat mengaguminya. Namun kini sikap Ki Lurah benar-benar membuat bingung banyak warga desa. 

Apakah gerangan yang terjadi dengan sikap "ngotot" Ki Lurah dalam mewujudkan semua keinginannya? Mengapa ia secepat itu berubah menjadi sosok yang memaksakan kehendak dan adigang adigung dan adiguna ? 

Kekuasaan memang selalu melenakan. Bahkan jika tak hati-hati ia menjelma menjadi tirani yang menakutkan.

Banyak warga memilih diam demi mensikapi perubahan perilaku Ki Lurah yang menjengkelkan. Namun mereka sangat sadar jika ikut nimbrung dalam lingkaran demi perbaikan bisa menjelma menjadi petaka. 

Warga desa sangat paham bahwa diam adalah emas. Itulah yang tengah diukir dalam sanubari mereka dalam menanggapi keadaan. 

Mereka meyakini bahwa banyak jalan dan cara untuk berkontribusi membangun desa. Tak harus mengikuti kemauan Ki Lurah yang susah dimengerti.

Hidup adalah hadirkan maslahat kongkrit bagi sesama, bukan membuat bingung mereka. Apalagi jika sampai merugikan mereka. Terlebih saat kita punya kuasa. 

Magetan, 16 Januari 2024
Azzam (Warga Desa Pelosok Gang Buntu, Magetan Jawa Timur, Indonesia)

Quote