Ikuti Kami

Lahan Basah dan Pengaruhnya Terhadap Perubahan Iklim

Oleh: E. Y. Wenny Astuti Achwan, Caleg PDI Perjuangan DPR RI, Dapil NTB 2.

Lahan Basah dan Pengaruhnya Terhadap Perubahan Iklim
E. Y. Wenny Astuti Achwan, Caleg PDI Perjuangan DPR RI, Dapil NTB 2.

Lahan basah (wetland) adalah area yang meliputi danau, sungai, rawa-rawa dan lahan gambut, serta daerah pesisir dan laut seperti laguna, hutan bakau dan terumbu karang. Hari ini, lahan basah mencakup lebih dari 12 juta kilometer persegi (4,6 juta mil persegi).

Lahan basah adalah salah satu ekosistem paling bernilai dan juga merupakan  keanekaragaman hayati di dunia. Lahan gambut sendiri menyimpan karbon dua kali lebih banyak dari hutan dunia, meskipun luasnya hanya mencakup tiga persen dari seluruh permukaan tanah. 

Lahan basah terus-menerus mengeluarkan karbon dan menyimpannya. Tanaman mengeluarkannya dari atmosfer dan mengubahnya menjadi jaringan tanaman dan akhirnya menjadi tanah ketika tanaman mati dan membusuk. Pada saat yang sama mikroba di tanah basah melepaskan gas rumah kaca ke atmosfer saat mereka mengkonsumsi bahan organik.

Lahan basah alami menyerap lebih banyak karbon daripada yang dilepaskannya. Tetapi pada saat iklim menghangatkan tanah basah, metabolisme mikroba meningkat sehingga melepaskan gas rumah kaca tambahan.

Laporan Outlook Wetland Global 2018 mencatat bahwa kehilangan lahan basah tiga kali lebih cepat daripada hutan. Sekitar 35 persen lahan basah telah hilang antara tahun 1970 dan 2015.

Lahan Basah Untuk Melawan Perubahan Iklim 

Cadangan karbon sangat banyak menumpuk di lahan basah termasuk rawa-rawa garam, padang lamun dan hutan bakau. Hal itu telah berperan dalam mengurangi tingkat karbon dioksida dan metana di atmosfer. Dua gas rumah kaca tersebut berpengaruh terhadap perubahan iklim Bumi. Jika ekosistem khususnya hutan dan lahan basah tidak mampu lagi menghilangkan karbon di atmosfer, maka konsentrasi karbon dari aktivitas manusia akan meningkat 28 persen lebih banyak setiap tahunnya.

Selain menangkap gas rumah kaca, lahan basah membuat ekosistem dan komunitas manusia menjadi lebih tangguh dalam menghadapi perubahan iklim. Lahan basah menyimpan air yang berasal dari hujan badai dan menyediakan air yang cukup selama musim kemarau sambil membantu mendinginkan daerah sekitarnya ketika suhu meningkat. Sedangkan rawa-rawa dan hutan bakau melindungi pantai dari badai.

Mereka merupakan bentuk penting dari perlindungan pantai, mengurangi energi gelombang dan intensitas gelombang badai sehingga mengurangi erosi dan banjir di pantai. Sementara itu lahan basah pesisir juga dapat tumbuh mengimbangi kenaikan permukaan laut sehingga mampu melindungi masyarakat pesisir dan pedalaman.

Ironinya, Perjanjian Iklim Paris menyerukan hanya untuk melindungi hutan yang ada, menghindari deforestasi dan memulihkan hutan yang terdegradasi. Baru pada tahun 2016 PBB memasukkan ketentuan bersifat sukarela untuk melaporkan emisi dari lahan basah ke dalam sistem penghitungan iklim. 

Seyogyanya semua tingkatan dalam pemerintah manapun harus segera mengambil tindakan untuk melestarikan dan memulihkan lahan basah dalam perencanaan strategi iklim. Saatnya para pengelola lahan basah memahami sepenuhnya dan mengintegrasikan perubahan iklim dalam pekerjaan mereka.
  
Lahan Basah Melawan Reklamasi dan Pemanasan Global

Selama kurun waktu yang sangat lama masyarakat manusia memandang lahan basah sebagai lahan terlantar yang diurug atau direklamasi untuk penggunaan lainnya. Banyak kota modern dibangun di atas lahan basah yang dikeringkan dan ditinggikan atau direklamasi.

Berdasarkan data yang ada, total kumulatif hilangnya lahan basah alami diperkirakan 54 hingga 57 persen. Lahan basah yang dikeringkan dan diubah fungsinya untuk pembangunan menimbulkan ancaman iklim. Sebab ketika lahan basah dhilangkan, karbon yang telah dikunci dengan aman di tanah akan terlepas ke atmosfer.

Selain kehilangan penyerap karbon, lahan basah yang beralih fungsi juga menghilangkan sumber penting makanan, bahan baku dan sumber daya genetik untuk obat-obatan. Lebih dari 40 persen spesies hidup dan berkembang biak di lahan basah. Lahan basah tercatat juga menyediakan mata pencaharian bagi lebih dari satu milyar orang. 

Tantangan yang dihadapi lahan basah pesisir adalah pemanasan global yang berdampak langsung terhadap permukaan laut yang terus meningkat. Tidak bisa tidak perlu upaya restorasi lahan basah pesisir. Peningkatan permukaan laut menjadi konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. 
  
Menghadapi dua ancaman di atas, solusi lingkungan yang perlu dilakukan adalah menetapkan kawasan cagar alam penyangga di daerah dataran yang lebih tinggi di sekitar lahan basah. Hal ini memungkinkan lahan basah pesisir untuk bermigrasi ke dataran yang lebih tinggi dalam kawasan cagar alam penyangga yang disebabkan naiknya permukaan laut dan sekaligus melindungi populasi pesisir yang secara global meningkat pesat.

Langkah strategis ini diharapkan mampu menjaga kualitas air serta mendukung perikanan untuk tujuan rekreasi maupun komersial.

Penciptaan ruang tambahan di pedalaman ini, atau memperlebar garis sempadan sungai, danau dan pantai, adalah solusi untuk memberikan peluang adaptasi berbasis alam dalam pengelolaan lahan basah.

Masyarakat dunia perlu berbuat lebih banyak untuk mengembangkan pengelolaan lahan basah secara efektif yang dimasukkan dalam bagian dari keseluruhan rencana pembangunan berkelanjutan nasional.

“Pengelolaan lahan basah harus dilihat sebagai langkah efektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memenuhi komitmen yang dibuat berdasarkan Paris Climate Accords”. (Martha Rojas Urrego, Kepala Konvensi Ramsar tentang Lahan Basah)   

SELAMAT HARI LAHAN BASAH INTERNASIONAL
2 FEBRUARI 2019

Quote