Ikuti Kami

Merayakan Keragaman dengan Toleransi

Oleh: E.Y. Wenny Astuti Achwan, Caleg PDI Perjuangan untuk DPR RI Dapil NTB 2

Merayakan Keragaman dengan Toleransi
E.Y. Wenny Astuti Achwan, Caleg PDI Perjuangan untuk DPR RI Dapil NTB 2

UKURAN utama keberhasilan suatu pemerintahan sebuah negara adalah memungkinkan warganegaranya untuk menjalani kehidupan yang bermartabat, bukan untuk memberi martabat. Sebab memberi martabat bukanlah kekuasaan pemerintah, tetapi membuatnya dapat diakses oleh semua orang.

Ketimpangan asset, termasuk kecerdasan, adalah realita. Oleh karena itu kita tidak perlu berpura-pura bahwa ketidaksetaraan tidak benar-benar ada. Kita memahami bahwa setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahan, memiliki kualitas yang dikagumi maupun yang tidak dikagumi, memiliki kompetensi dan ketidakmampuan, memiliki aset dan debet. Terhadap semua penghargaan yang dapat kita berikan satu sama lain, yang paling berharga adalah memberikan tempat satu terhadap yang lain sebagai warganegara yang berharga.

Itulah esensi dari toleransi, yaitu simpati atau kesenangan untuk keyakinan atau praktik yang berbeda dari atau bertentangan dengan milik sendiri (Merriam-Webster Dictionary).

Hak dan Tanggungjawab

Semua orang memiliki hak atas hidup mereka sendiri, hak untuk mengekspresikan diri dengan bebas, hak untuk membela diri, hak untuk mewujudkan masa depan umat manusia, hak untuk menganut agama atau menyembah Tuhan yang dipilihnya.

Namun tidak ada hak semacam itu yang dapat bertahan di antara umat manusia tanpa tanggungjawab dan akuntabilitas yang setara dalam pelaksanaan hak-hak tersebut. Hal ini termasuk kejujuran dan kepercayaan. Hak tidak boleh dihancurkan oleh ketidakjujuran, kebohongan, dan tipu daya. 

Jika semua orang memiliki hak atas hidup mereka sendiri, maka semua orang memiliki tanggung jawab untuk tidak menghancurkan kehidupan orang lain. Jika semua orang memiliki hak untuk mengekspresikan diri secara bebas, maka semua orang memiliki tanggung jawab untuk membiarkan orang lain mengekspresikan diri dengan bebas.

Jika semua orang memiliki hak untuk menghasilkan masa depan umat manusia, maka semua orang memiliki tanggung jawab untuk mendukung dan melindungi prokreasi untuk kelangsungan hidup umat manusia.

Jika semua orang memiliki hak untuk membela diri, maka semua orang memiliki tanggung jawab untuk mendukung dan melindungi hak atas pembelaan diri yang memadai.

Jika semua orang memiliki hak untuk menyembah setiap agama atau Tuhan yang mereka pilih, maka semua orang memiliki tanggung jawab untuk melestarikan dan membela kesucian dan keamanan agama dan kepercayaan orang lain.

Membangun Kecerdasan Sosial

Salah satu fungsi pendidikan adalah memberikan pencerahan dan pemberdayaan dalam membangun peradaban. Pendidikan karakter diperkenalkan sejak dini. Bersamaan dengan itu, pengenalan lingkungan yang beragam disentuh. Setiap anak harus disadarkan tentang keaneka-ragaman di sekitar kehidupan. Dengan kata lain, pendidikan pertama-tama diselenggarakan untuk membangun kecerdasan sosial.

Psikolog Edward L. Thorndike (1874-1949) menjelaskan kecerdasan sosial sebagai kemampuan untuk berfungsi dengan sukses dalam situasi interpersonal. Dengan kata lain, kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola pria dan wanita, anak laki-laki dan perempuan, dan bertindak bijaksana dalam hubungan manusia.

Semua hal itu makin menjelaskan bahwa membangun kecerdasan sosial adalah membangun kemampuan yang mencapai kematangan pada kesadaran berpikir dan bertindak untuk menjalankan peran manusia sebagai makhluk sosial di dalam menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok masyarakat. Lingkungan dan kelompok masyarakat yang beragam menginspirasi toleransi dengan menerima dan menghargai perbedaan maupun ketidaksetaraan.

“Keragaman adalah keniscayaan akan hukum Tuhan atas ciptaan-Nya”. (Abdurrahman Wahid)

Hubungan Minoritas-Mayoritas

Keragaman memungkinkan jalinan hubungan antarkelompok. Sebagai makhluk sosial, manusia menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok masyarakat. Hubungan antarkelompok merupakan pembahasan mengenai stratifikasi sosial, bilamana kita berbicara mengenai dua kelompok yang berada dalam strata berbeda atas dasar adanya ketidaksamaan dalam berbagai bidang, kekuasaan, prestasi, privilese. 

Suatu bentuk hubungan yang banyak disoroti dalam kajian terhadap hubungan antarkelompok ialah hubungan mayoritas-minoritas. Graham C. Kinlock mendefinisikan mayoritas sebagai suatu kelompok kekuasaan; kelompok tersebut menganggap dirinya normal, sedangkan kelompok lain (dinamakan kelompok minoritas) dianggap tidak normal serta lebih rendah karena dinilai mempunyai ciri tertentu. Atas dasar anggapan itu kelompok lain tersebut mengalami eksploitasi dan diskriminasi. Ciri tertentu yang dimaksudkan disini ialah ciri fisik, ekonomi, budaya, dan perilaku. Dalam definisi Kinloch ini kelompok mayoritas di tandai oleh adanya kelebihan kekuasaan, konsep mayoritas tidak dikaitkan dengan jumlah anggota kelompok. 

Dalam masyarakat yang bhinneka dan memiliki nilai-nilai luhur yang tertuang dalam Pancasila, minoritas dan mayoritas dengan ciri apapun tidak lagi dipertentangkan dan bukan lagi sebuah persoalan dalam membangun peradaban. Kita tidak mentolerir tirani minoritas dan dominasi mayoritas. Kedua hal tersebut antonim sekaligus mencederai Pancasila.

Baik sebagai bagian dari minoritas maupun mayoritas, kita masing-masing dan bersama-sama, sepenuhnya mengenali dan menghargai keunikan dari setiap kita untuk menghadirkan kesempatan dalam mewujudkan perdamaian di bumi Indonesia.
Kita percaya bahwa kita bersama-sama tidak mentolerir orang-orang yang tidak toleran.

“The test of courage comes when we are in the minority. The test of tolerance comes when we are in the majority.” (Ralph W. Sockman)

SELAMAT HARI TOLERANSI INTERNASIONAL

Quote