Ikuti Kami

Pemilu Usai, Jangan Korbankan Rakyat Demi Kekuasaan

Padahal sudah jelas sejumlah fakta yang diungkap kubu 02 itu hoax & dibantah oleh KPU serta aparat Kepolisian. Namun tetap dijadikan rujukan

Pemilu Usai, Jangan Korbankan Rakyat Demi Kekuasaan
Momen pelukan akrab Jokowi-Prabowo (Foto: dok. Twitter Jokowi)

PEMILU serentak tahun 2019 telah usai dihelat. Aspirasi rakyat untuk menyalurkan hak konstitusionalnya dalam memilih dan dipilih tak ada yang dihambat.

Di era keterbukaan informasi  seperti sekarang, dimana dengan kecanggihan teknologi, dan melibatkan partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam menyukseskan jalannya Pemilu, semakin mempersempit ruang gerak bagi siapa pun yang ingin bermain curang.

Penyelenggara dan peserta Pemilu memiliki porsi yang sama. Dalam menjalankan peran dan fungsi masing-masing, semuanya diatur sesuai peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Artinya, Pemilu 2019 berlangsung secara demokratis, jujur, adil, langsung, umum bebas dan rahasia (Jurdil dan Luber). Terlepas dengan segala kekurangan yang terjadi dan catatan penting yang harus dievaluasi salah satunya adalah tingginya angka kematian petugas KPPS di sejumlah daerah.

Mengutip apa yang disampaikan Capres 02 Prabowo Subianto dalam pembukaan pidatonya di sebuah hotel di Jakarta dalam kegiatan internal Tim BPN Prabowo-Sandiaga untuk Mengungkap Fakta-Fakta kecurangan Pemilu 2019: "Kita mengakui bahwa demokrasi adalah jalan yang terbaik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara".

Seharusnya Prabowo sebagai seorang pemimpin sejati dan jika menganggap dirinya negarawan, seperti yang dikatakannya dalam sambutan Pidatonya, ia harus bisa konsisten dalam ucapan dan perbuatan. Kalau memang mengakui demokrasi sebagai sebuah cara terbaik dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, seharusnya dalam setiap ucapan, tindakan dan gimmicknya tidak mengarah kepada hal-hal yang bisa mencederai proses demokrasi itu sendiri.

Pemilu serentak dengan jumlah TPS terbesar di dunia, sekitar 800 ribuan TPS dan pemilih terbanyak dalam sebuah hajat demokrasi bernama Pemilu, merupakan momentum besar untuk memposisikan negara kita sebagai negara penganut demokrasi yang sukses, kuat dan stabil.

Republik ini sudah berhasil melalui sejumlah fase demokrasi. Mulai dari Demokrasi Liberal atau Parlementer di awal-awal Kemerdekaan. Kemudian dilanjutkan Demokrasi Terpimpin di bawah Pemerintahan Bung Karno. Dan di era Orde Baru, Demokrasi Pancasila. Dan sekarang sejak Reformasi, demokrasi kita terus melakukan konsolidasi untuk menemukan bentuk terbaiknya.

Sejak Reformasi bergulir, demokrasi merupakan cita-cita tertinggi para Kaum Reformis yang rindu akan kebebasan dan tegaknya hak asasi manusia (HAM) serta supremasi hukum. Dimana hal tersebut merupakan barang langka di zaman Orde Baru.

Merayakan Reformasi dengan menjalankan  demokrasi yang hakiki, dimana secara universal bermakna; pemerintahan yang berasal dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat dinyatakan sebagai dasar penyelenggaraan pemerintahan. 

Demokrasi dengan model seperti itu memiliki unsur-unsur budaya demokrasi, antara lain: Adanya partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Faktor yang mempengaruhi partisipasi politik terutama adanya pengakuan terhadap supremasi hukum.

Lebih dalam lagi ditafsirkan, negara demokrasi adalah negara yang menjunjung tinggi hukum dalam penyelenggaraan pemerintahannya, sehingga segala sesuatu diselesaikan secara hukum yang berkeadilan.

Budaya lain dalam organisasi yaitu adanya kesamaan antar warga negara. Siapapun dan apa pun kedudukan semuanya mempunyai hak dan kewajiban warga negara yang sama.

Adanya asas kemerdekaan mengemukakan pendapat secara lisan maupun tulisan, kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat.

Dan Undang-Undang kita mengatur itu. Jika ada aspirasi yang tersumbat dalam menyalurkannya, tentu ada mekanisme sesuai peraturan perundang-undangan yang dapat ditempuh oleh pihak-pihak yang keberatan dengan proses penyelenggaraan pemilu.

Bersepakat dengan demokrasi, berarti harus taat asas dan hukum. Karena makar dan menghasut rakyat untuk people power adalah beberapa diantara jenis kejahatan besar dalam demokrasi.

Setiap peserta Pemilu berhak menuntut jika menemukan adanya bukti kecurangan baik yang dilakukan penyelenggara Pemilu maupun peserta Pemilu lainnya.

Karena yang namanya racun demokrasi seperti politik uang, berita hoaks dan isu SARA adalah musuh bersama seluruh peserta Pemilu berintegritas yang benar-benar lurus berdemokrasi.

Bedakan people power dengan menuntut atau menggugat kecurangan. People power yang berujung mendelegitimasi Pemilu dengan tidak mengakui kedaulatan rakyat mayoritas yang menang Pemilu tentu berbeda dengan upaya menuntut atau menggugat hasil Pemilu karena kecurangan sesuai koridor hukum yang berlaku.

Ada ruang yang diatur oleh Undang-Undang untuk menyampaikan gugatan atau sengketa Pemilu. Harga sebuah persatuan dan kesatuan bagi sebuah bangsa yang sudah merdeka hampir 74 tahun ini begitu mahal jika sampai terkoyak spirit bersama untuk berbangsa dan bernegara karena kalah dan tidak menerima hasil Pemilu.

Dan sangat naif, jika karena hanya syahwat berkuasa yang besar sebagian kecil para elite politik, rakyat dihasut dan diarahkan untuk people power menjatuhkan rezim yang sah berkuasa dan berdaulat.

Melihat beberapa fakta yang diungkap kubu 02 dengan menuding sejumlah kecurangan seperti DPT siluman, Form C1 palsu hasil editan, hingga video yang menunjukkan emak-emak menggrebek sebuah gudang berisi sejumlah kotak suara yang sudah tidak digembok dan terjadi pemindahan surat suara hasil Pemilu semua itu sebenarnya sudah terbantah oleh Bawaslu maupun KPU. 

Padahal sudah jelas-jelas sejumlah fakta yang diungkap kubu 02 adalah hoax dan dibantah oleh KPU serta aparat Kepolisian. Namun mereka tetap menjadikan video-video kecurangan sebagai rujukan dan menuding KPU dan Pemerintah terlibat dalam kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif itu.

Katakanlah kalau kecurangan itu memang terjadi, namun jika dikatakan itu terstruktur, sistematis dan massif tidak tepat juga. Karena TKN Jokowi-Ma'tuf Amin juga mengantongi data dan fakta kecurangan yang dilakukan kubu 02. Bahkan ada sekitar 25 ribu laporan dugaan kecurangan.

Karena itu, jika memang masih belum puas atas hasil Pemilu, silahkan sampaikan secara prosedural. Di masa- masa seperti ini, kita sama-sama menunggu hasil resmi keputusan KPU sebagai sebuah Lembaga Negara independen yang dibentuk berdasarkan kesepakatan di DPR. Dan konfigurasi politik di DPR diwakili oleh Partai Politik kedua kubu baik 01 maupun 02.

Dan sangat miris dengan digulirkannya isu keracunan  atas meninggalnya hampir 600 orang petugas KPPS yang tersebar di sejumlah TPS di seluruh Indonesia.

Dan tuduhan keji itu sudah terjawab dengan hasil rekam medis para Petugas KPPS yang meninggal. Banyak diantara mereka yang tutup usia karena penyakit bawaan seperti jantung, stroke, gagal ginjal yang semua itu dipicu oleh kelelahan fisik. Wajar saja, pemilu serentak tentu lebih menguras energi para penyelenggara Pemilu terutama para Petugas KPPS di lapangan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pemilu mulai dari pemungutan dan penghitungan suara hingga surat suara dibawa ke tingkat yang lebih tinggi.

Penting bagi bangsa ini yang sudah terpolarisasi dengan perbedaan pilihan politik untuk melakukan rekonsiliasi nasional. Di momentum kritis menunggu tanggal 22 Mei 2019, waktu dimana KPU memutuskan hasil Pemilu secara resmi, untuk kita semua bertanggung jawab menjaga persatuan dan kesatuan Bangsa. Apapun hasilnya. 

Kita semua sebagai warga negara yang baik, harus menghormati keputusan KPU. Jika ada keberatan dan menemukan bukti kecurangan ajukan saja melalui koridor hukum. Dan jika keputusan Pengadilan Pemilu belum juga menyenangkan pihak yang menggugat atau yang kalah, persiapkan diri untuk mencoba kembali di pertarungan politik selanjutnya.

Masih banyak ladang pengabdian bagi kita untuk berbuat kebaikan bagi bangsa ini. Untuk berkarya dan berjuang melalui politik bisa dilakukan dimana saja.

Karena sejatinya politik itu jalan untuk kesejahteraan dan kebaikan bersama.

Jika menyalurkan gugatan ketidakpuasan atas hasil Pemilu, jangan dilakukan dengan tindakan anarkis yang menjurus ke arah makar atau menurunkan rezim yang berkuasa.

Karena jika tetap memaksakan kehendak, yang akan menjadi korban rakyat kecil, anak cucu dan kita sendiri sebagai sebuah bangsa. Selain itu, tentunya negara kita akan terpuruk jika kondisi anarkis dan chaos terjadi di tengah gugatan hasil Pemilu.

Di belahan dunia mana pun, yang namanya konflik dan perang itu yang menjadi korban adalah seluruh warga negara dan negara itu sendiri. Kondisi carut marut dan ekonomi lumpuh, pembangunan yang sudah  dibangun secara massif oleh para pemimpin Bangsa kita selama ini akan menjadi sia-sia, luluh lantak dan porak poranda karena kerusuhan yang diakibatkan aksi anarkis dipicu ketidakpuasan atas hasil Pemilu.

Karena itu, dengan segala kerendahan hati dan untuk direnungkan lebih dalam, mari kita anak Bangsa untuk bersama-sama menyudahi konflik dan segala perbedaan selama ini. Tugas kita selanjutnya adalah berdamai dengan keadaan dan bergandengan tangan membangun bangsa ini agar lebih gilang gemilang. Karena kekuasaan bukan segala-galanya. Seperti kata Gus Dur, di atas segala kepentingan politik, kemanusiaan tetap lebih penting daripada politik.

Semoga para elite politik kita menunjukkan kedewasaannya dalam menciptakan politik yang berkeadaban. Bukan yang mementingkan ego dan kepentingan ingin berkuasa segelintir kelompok. 

Sekali lagi, di atas segala-galanya persatuan dan kesatuan harus diutamakan. Rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi. Dalam demokrasi, ketika mayoritas rakyat sudah menentukan pilihan politiknya memilih para pemimpinnya di eksekutif maupun legislatif, itulah yang harus dihormati dan diakui.

Quote