Ikuti Kami

Peran Megawati Dalam Lahirnya UU Penghapusan KDRT

Megawati menegaskan, perjuangannya dalam melahirkan UU Penghapusan KDRT dipicu oleh masih tingginya budaya malu di bangsa ini. 

Peran Megawati Dalam Lahirnya UU Penghapusan KDRT
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Bogor, Gesuri.id - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengungkapkan alasannya membidani lahirnya Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).

Megawati menegaskan, perjuangannya dalam melahirkan UU Penghapusan KDRT dipicu oleh masih tingginya budaya malu di bangsa ini. 

Baca: Karolin Dinilai Mampu Lindungi Kalangan Perempuan Kalbar

Hal itu dijelaskan Megawati dalam Sekolah Sekretraris Partai di Atalia Hotel, Ciawi, Bogor, Selasa (15/10). 

“Masih banyak istri yang malu mengungkapkan kalau dia diperlakukan buruk oleh suaminya. Saya katakan, ‘tak perlu kamu malu. Kalau perlu kamu minta cerai kalau disiksa suamimu,’” ungkap Megawati. 

Megawati pun menekankan, suami tak bisa memperlakukan istri seenaknya. Meskipun istri lahir dari tulang rusuk suami sebagaimana kehidupan Nabi Adam dan Hawa, namun tetap saja suami harus memperlakukan istri nya dengan baik dan terhormat. 

“Puluhan tahun saya berumah tangga dengan pak Taufiq (Kiemas), sering kami berdebat karena berbeda pendapat. Tapi beliau tak pernah sedikitpun melakukan kekerasan pada saya,” ujarnya. 

Dalam sejarahnya, RUU Penghapusan KDRT ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR pada sidang paripurna 13 Mei 2003. Semua fraksi setuju menjadikannya RUU Inisiatif DPR, meski terdapat sejumlah catatan dari fraksi partai Islam. 

Baca: Selly Dorong Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Setelah itu, Megawati (kala itu Presiden) mengeluarkan Amanat Presiden yang menunjuk kementerian terkait untuk membahas RUU Penghapusan KDRT bersama DPR dan membuat inventaris masalah.

Hasilnya, UU Nomor 23 tentang Penghapusan KDRT yang disahkan tahun 2004. UU ini memuat beberapa pembaruan hukum pidana, seperti definisi kekerasan yang lebih luas, mencakup fisik, psikis, seksual, dan ekonomi dengan pembuktian yang mengutamakan pengakuan korban sebagai saksi utama plus satu bukti.

Quote