Ikuti Kami

Webinar Seri 5 Balitpus, Kebudayaan Jalan Indonesia Maju

Webinar dipandu oleh Aria Bima, Ketua Badan Kebudayan Nasional (BKN) PDI Perjuangan. Keynote speaker Mensos Tri Rismaharini.

Webinar Seri 5 Balitpus, Kebudayaan Jalan Indonesia Maju
Badan Penelitian Pusat (Balitpus) PDI Perjuangan kembali menggelar Webinar seri 5 dengan mengangat tema “Jalan Kebudayaan Indonesia: Makna Berkepribadian Dalam Kebudayaan Untuk Indonesia Maju”, Rabu (7/4). (Foto: Istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Badan Penelitian Pusat (Balitpus) PDI Perjuangan kembali menggelar Webinar seri 5 dengan mengangat tema “Jalan Kebudayaan Indonesia: Makna Berkepribadian Dalam Kebudayaan Untuk Indonesia Maju”, Rabu (7/4).

Webinar dipandu oleh Aria Bima selaku Ketua Badan Kebudayan Nasional (BKN) PDI Perjuangan. Keynote speaker Tri Rismaharini selaku Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Kebudayaan, dan menghadirkan  narasumber Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI Dr. Hilmar Farid dan Wakil Pemred Harian Kompas, Tri Agung Kristanto.

Baca: Balitpus PDI Perjuangan Gelar Lomba Karya Tulis Ilmiah

Dalam sambutannya Pimpinan Balitpus PDI Perjuangan, Dr. Sonny Keraf menyampaikan bahwa PDI Perjuangan memberi perhatian yang sangat serius terhadap Trisakti Bung Karno, yaitu berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Webinar ini mentikberatkan catatan kritis terkait strategi berkepribadian dalam kebudayaan. 

Tri Agung Kristanto dalam paparannya menyampaikan bahwa Soekarno merupakan salah satu presiden di negeri ini yang mempunyai perhatian yang sangat tinggi pada seni dan budaya, khususnya budaya Jawa, dan lebih khusus lagi wayang dan seni rupa.

“Pada masa pemerintahan Soekarno seni dan budaya diberikan perhatian untuk dikembangkan serta menjadi kekayaan dan kebanggaan bangsa,” jelasnya.

Wakil Pemred Harian Kompas itu menjelaskan, dalam bukunya yang berjudul Menyingkap Tirai Sejarah: Bung Karno & Kemeja Arrow, sejarawan Asvi Warman Adam menuliskan bahwa selain seorang negarawan, Soekarno adalah seniman besar. Ia menulis drama dan menyutradarainya selama diasingkan penjajah di Flores dan Bengkulu. Soekarno juga pengagum seni lukis yang luar biasa. Ia memiliki pelukis istana, mulai dari Dullah sampai Lee Man-Fong dan Lim Wasim. Ketika wafat, ia meninggalkan 2.300 bingkai lukisan, mungkin ini koleksi lukisan seorang presiden yang terbanyak di dunia.

“Kecintaan Soekarno pada kebudayaan salah satunya adalah kecintaanya pada wayang kulit. Oleh Cindy Adam dalam buku Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia menegaskan kecintaan pada wayang dan budaya juga mempengaruhi gaya kepemimpinannya di negeri ini, dan arah kebijakan politik, termasuk saat membangun negeri ini,” tambahnya. 

Tri Agung menilai, kecintaan Soekarno pada kebudayaan Indonesia ia terjemahkan dengan melahirkan Pancasila yang menjadi dasar dan falsafah bangsa ini. Pancasila digali dari kearifan lokal yang menjadi ciri bangsa ini, yakni gotong royong dan saling pengertian-saling menghormati atau toleransi. Bahkan, kelahiran Pancasila juga tidak bisa dipisahkan dari kecintaan Soekarno kepada wayang. 

“Pergulatan keseharian seorang pemimpin dengan seni-budaya, seperti yang diperlihatkan Soekarno, Soeharto, atau pemimpin negeri ini yang lain, akan mempengaruhi kepemimpinannya, menjadi jalan kebudayaan, jalan yang berbudaya, atau hanya asal jalan. Kebudayaan yang hidup dan menghidupi keseharian seseorang, termasuk pemimpin nasional, akan membentuk kepribadiannya,” tegasnya.

Sementara Dr. Hilmar Farid menegaskan, jalan kebudayaan adalah jalan yang bersandar untuk mencapai tujuan kita mencapai masa depan bangsa.

“Kita turut mengapresiasi PDI Perjuangan yang mengambil sikap politik dengan bersumber pada narasi kebudayaan untuk membumikan ke-Indonesiaan sebagai jati diri bangsa, yang tidak boleh lepas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI tersebut. 

Hilmar menggambarkan, berkepribadian di bidang kebudayaan merupakan landasan yang luhur yang bersandar pada jati diri bangsa.

“PDI Perjuangan dalam sejarahnya telah membuktikan bahwa kebudayaan telah menjadi keyakinan dan melekat dalam diri kader-kader PDI Perjuangan. Jalan kebudayaan sebagai hulu pembangunan, sebagai jangkar membangun bangsa dari berbagai dimensi,” jelasnya. 

Pada satu titik, lanjutnya, rakyat akan memilih siapa pemimpinnya yang membawa masyarakat menuju peradaban baru. Karena setiap kebaikan dan kebenaran akan menemukan  jalannya.

Baca: Sambut HUT PDI Perjuangan, Balitpus Gelar Webinar Nasional

Tri Rismaharini mengungkapkan kegelisahan terhadap persoalan budaya bangsa yang kian terdegradasi. Menteri Sosial RI Kabinet Indonesia Maju ini ini berpesan bahwa sebagai bangsa yang memiliki akar budaya yang kuat, kita tidak boleh menyerah dan putus asa dengan kejadian yang dialami. Seperti yang sekarang tengah terjadi bencana di NTT. 

“Pertanyaan reflektif, apakah kita masih memiliki semangat kepedulian terhdap sesama dengan aksi gotong-royong. Seperti di NTT, saya merespon anak muda untuk bergerak dalam satu narasi kebersamaan yakni gotong-royong, dan saat ini terkumpul sektar 6 miliar rupiah,” ungkapnya. 

Menurut Risma, hal lain yang menjadi catatan kritis adalah ketika momen pilkada, masyarakat kadang terjerumus dalam hal-hal pragmatis, namun militansi rakyat harus dibangun dengan nilai gotong-royong yang akan menguatkan rasa kebersamaan dan sepenanggungan. Inilah wajah Indonesia, dan budaya seperti ini harus terus digelorakan agar melekat dalam praktek hidup di bermasyarakat. 

“Satu jalan untuk menegaskan nilai kegotong-royongan adalah berawal dari kampung. Masyarakat kampung harus dibentuk dan dikembangkan nilai dan budaya gotong-royong, karena kampung adalah cermin awal membangun nilai kebudayaan,” tutup mantan Walikota Surabaya tersebut.

 

Kontributor: Yogen.

Quote