Ikuti Kami

Festival Desa Ke-V, Aria Bima: Jadi Ruang Menyalakan “Cahaya dari Desa”

Seperti yang selalu disampaikan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri, desa itu menyimpan cahaya yang sering luput dari perhatian orang.

Festival Desa Ke-V, Aria Bima: Jadi Ruang Menyalakan “Cahaya dari Desa”
Kepala Badan Kebudayaan Nasional (BKN) DPP PDI Perjuangan Aria Bima - Foto: IG pribadi Aria Bima

Jakarta, Gesuri.id – Festival Desa kembali hadir di tahun 2025 dengan semangat yang tak pernah padam. Kegiatan yang digagas oleh Badan Kebudayaan Nasional (BKN) PDI Perjuangan ini telah memasuki pelaksanaan kelima di tahun 2025, menjadi ruang ekspresi budaya rakyat dan media refleksi atas kehidupan desa yang terus bertransformasi.

Di sela peluncuran Festival Desa ke-V di Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (4/10/2025), Kepala BKN PDI Perjuangan sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, berbincang dengan Nurfahmi Budi Prasetyo dari Gesuri.id mengenai makna dan tujuan besar dari penyelenggaraan festival yang bertema “Di Atas Tanah Kita Berdiri, Dari Desa Kita Mengakar” ini.

Izin Bapak, tahun ini Festival Desa sudah memasuki tahun kelima. Apa pesan dan makna utama dari pelaksanaan Festival Desa ke-V ini?

Festival Desa kali ini memang sudah sampai pada periode yang kelima. Ini sesuatu yang cukup membanggakan karena kegiatan ini lahir dari semangat anak-anak muda yang tekun dan punya kesadaran budaya. 

Seperti yang selalu disampaikan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri, desa itu menyimpan cahaya yang sering luput dari perhatian orang. Cahaya itu hidup dalam tawa anak-anak desa, dalam ketekunan para petani, para pengrajin, dan para nelayan.

Melalui festival ini, kami ingin menyalakan kembali cahaya itu agar kembali menerangi panggung-panggung kekinian generasi muda. 

Bagaimana peran generasi muda dalam kegiatan ini, mengingat banyak karya dikemas secara kreatif dalam bentuk video khas anak Gen Z atau milenial?

Betul sekali. Festival Desa ini memang mendorong anak muda desa untuk mengekspresikan ide dan cerita mereka lewat medium audiovisual. Kalau dulu membuat film hanya bisa dilakukan orang kota, sekarang peserta dari desa pun bisa. Dari empat kali penyelenggaraan sebelumnya, pesertanya selalu di atas 200 orang. Kami melihat dari karya-karya itu banyak muncul kejujuran, refleksi hidup rakyat kecil, dan semangat untuk menumbuhkan hal-hal kokoh yang berakar dari desa.

Jadi, festival ini bukan sekadar lomba video, tapi wadah untuk merawat “pohon-pohon keindonesiaan” agar tetap tumbuh dalam keragaman desa.

Tanah Adalah Sumber Kehidupan dan Suara Rakyat”, tema tahun ini “Di atas tanah kita berdiri, dari desa kita mengakar.” Apa makna mendalam dari tema tersebut?

Tema ini kami pilih karena ingin mengajak masyarakat kembali merenungkan hubungan manusia dengan tanah. Tanah itu bukan sekadar lahan, tapi sumber kehidupan, sumber kebahagiaan, dan simbol kecintaan terhadap tanah air.

Namun di sisi lain, tanah juga menjadi sumber problematika—dari konflik agraria hingga kesenjangan akses terhadap sumber daya. Melalui Festival Desa ke-V ini, kami ingin menghadirkan suara rakyat yang bersumber dari tanah—baik dalam bentuk video maupun puisi. Karenanya, kami mengusung subtema “Suara Tanah, Suara Rakyat” untuk memperebutkan Piala Megawati Kawal Pancasila Dari Desa.

Sebagai Kepala Badan Kebudayaan Nasional (BKN) PDI Perjuangan, bagaimana Anda melihat peran BKN dalam menghidupkan kesadaran budaya lewat Festival Desa ini?

BKN PDI Perjuangan memang dirancang sebagai ruang bagi kader partai, seniman, dan masyarakat luas untuk mengekspresikan kebudayaan rakyat. Kami percaya, kebudayaan bukan sekadar warisan, tapi juga kekuatan politik kebangsaan. Melalui Festival Desa, kami berupaya menjaga agar semangat gotong royong, cinta tanah air, dan nilai-nilai Trisakti Bung Karno terus hidup di akar rumput.

BKN bukan hanya menggelar acara, tapi menyalakan kesadaran — bahwa dari desa lah cahaya kebudayaan Indonesia lahir dan menyinari bangsa. BKN adalah ruang menyalakan kesadaran Budaya.


Penutup

Festival Desa ke-V bukan sekadar perayaan budaya, melainkan panggilan untuk kembali menengok akar kebangsaan yang tumbuh di desa. Melalui karya video dan puisi, rakyat desa menuturkan kisahnya sendiri—tentang tanah, tentang kehidupan, tentang cinta pada Indonesia.

Dari desa, cahaya itu terus menyala!

Quote