Jakarta, Gesuri.id - DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bekasi memperingati Hari Tani Nasional 2025 dengan turun langsung ke sawah Desa Karang Mekar, Kecamatan Kedungwaringin, Bekasi, Jawa Barat.
Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bekasi, Usup Supriatna, menyebut langkah simbolis ini sebagai wujud keberpihakan partai banteng terhadap petani, yang selama ini menjadi ujung tombak ketahanan pangan.
“Di Hari Tani ini, kami DPC PDI-Perjuangan Kabupaten Bekasi turun langsung ke sawah. Kami ingin memastikan petani di Bekasi tetap berdaya, dan kebutuhan pangan daerah bisa terpenuhi,” ujar Usup Supriatna kepada Cikarang Ekspres, Rabu (24/9).
Baca: Said Kritik Masih Adanya Ketimpangan Ekonomi di Tanah Air
Menurutnya, dari hasil dialog, persoalan yang paling banyak dikeluhkan petani adalah soal kesejahteraan, sistem irigasi, hingga ketersediaan pupuk dan bibit. Hal tersebut, kata Usup, harus segera direspon dengan kebijakan dan anggaran yang berpihak kepada petani.
“Masalah pintu air, pengairan sawah, hingga pupuk dan bibit itu yang paling mendesak. Kami akan kawal program pemberdayaan supaya petani tidak jalan sendiri,” tambahnya.
Lebih lanjut, Politisi PDI Perjuangan itu juga mengingatkan bahwa pihaknya bersama eksekutif yakni Pemkab Bekasi sudah menetapkan Peraturan Daerah tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Perda ini menjadi payung hukum agar lahan pertanian tetap terjaga dari alih fungsi.
“Ini bukti keberpihakan. Kami konsisten menjaga sawah Bekasi tetap produktif, karena petani adalah benteng terakhir kedaulatan pangan,” pungkasnya
Sementara itu, Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Jiovanno Nahampun, menegaskan bahwa persoalan mendasar petani di Bekasi bukan hanya soal pupuk dan irigasi, melainkan juga kepemilikan lahan.
“Mayoritas petani kita bukan pemilik lahan, mereka hanya penggarap. Jadi meskipun hasil panen bagus, kesejahteraan tidak berbanding lurus karena sebagian besar keuntungan kembali ke pemilik tanah,” kata Jiovanno.
Menurutnya, kondisi ini membuat posisi tawar petani semakin lemah. Bahkan, ketika lahan milik pribadi berubah fungsi menjadi kawasan industri atau perumahan, para petani kehilangan mata pencaharian.
“Kalau pola ini dibiarkan, kita akan menghadapi krisis. Bekasi bisa kehilangan petani, sementara pangan tetap dibutuhkan,” tegasnya.
Baca: Danang Maharsa Luncurkan Inovasi Kenceng untuk Tekan Stunting
Untuk itu, Jiovanno mendorong Pemerintah Kabupaten Bekasi menetapkan lahan khusus pertanian sebagai aset daerah atau bahkan menghibahkan lahan produktif kepada kelompok tani. Dengan begitu, para petani memiliki kepastian usaha sekaligus terlindungi dari ancaman alih fungsi lahan.
“Komisi I DPRD akan mengawal penuh agar Pemkab Bekasi tidak hanya mengandalkan perda LP2B. Harus ada langkah nyata, yakni penetapan aset pertanian yang tidak bisa dialihfungsikan. Kalau ini terwujud, dampaknya besar sekali terhadap ketahanan pangan dan kesejahteraan petani,” ujarnya.
Jiovanno juga menekankan bahwa pemberdayaan petani tidak boleh berhenti pada bantuan bibit atau pupuk saja, melainkan harus menyentuh persoalan struktural.
"Kalau petani punya lahan sendiri, mereka lebih mandiri. Pemerintah tinggal masuk dengan teknologi, mekanisasi, dan akses pasar. Itu baru namanya petani bangkit maju dan sejahtera,” tandasnya.