Ikuti Kami

Esti Puji Pelaksanaan Sistem Zonasi PPDB 2019, Tapi…

Pemerataan fasilitas pendidikan itu menjadi tugas pemerintah tingkat daerah dan dan pemerintah pusat.

Esti Puji Pelaksanaan Sistem Zonasi PPDB 2019, Tapi…
Polisi menghadang sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang memaksa masuk ke kantor Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Senin (24/6/2019). Massa aksi menolak diterapkannya Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berdasarkan zonasi.

Yogyakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi X DPR RI Esti Wijayati menilai sistem zonasi yang diterapkan saat Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) adalah sesuatu yang baik.

Menurutnya PPDB sudah diterapkan sejak tiga tahun lalu. Dalam Permendikbud yang mengatur zonasi pelaksanaan PPDB dengan zonasi dilakukan secara bertahap dan diserahkan pada masing-masing daerah.

Baca: DPRD DIY Akan Tinjau Ulang PPDB Sistem Zonasi

"Maka kalau kemudian, tembakannya kepada Pak Mendikbud ataupun Pak Jokowi merupakan sesuatu yang tidak tepat karena kewenangan diberikan kepada daerah sehingga keresahan orang tua murid atau bahkan murid sendiri seharusnya sudah selesai," ungkap Politikus PDI 

Pernyataan anggota DPR RI asal DIY itu disampaikan menanggapi sejumlah kritik dari masyarakat terhadap PPDB sistem zonasi. 

"Artinya permasalahan itu sudah terjawab. Artinya tinggal bagaimana kewenangan juknis yang ada di daerah masing-masing. Maka implementasinya, bagaimana DI Yogyakarta dan kabupaten-kota juga memberlakukan revisi tersebut," ungkapnya 

PPDB dengan sistem zonasi, kata Esti, salah satu tujuannya untuk mengakomodasi masyarakat miskin.

"Saya pernah didatangi para orang tua murid yang tidak menyekolahkan anaknya. Padahal sekolah hanya di depan rumah namun tidak diterima karena masalah nilai yang rendah dan harus mencari sekolah yang lebih jauh,"ujarnya.

Dalam SE Mendikbud No 3 Tahun 2019 sudah diatur mengenai persentase siswa yang diterima dalam PPDB. Komposisi PPDB adalah 80 persen untuk siswa dalam zonasi, 15 persen siswa berprestasi dan 5 persen di luar zonasi 5 persen. 

Dengan pembagian itu, kata Esti, seharusnya saat ini tidak ada lagi orang tua yang mengatakan tak ada gunanya belajar karena tidak diterima di sekolah yang diinginkan.

"Toh kalau ada yang melebihi kuota dalam zonasi yang digunakan untuk menerima siswa tersebut adalah nilainya. Jangan lagi menuding SE Mendikbud No 3 Tahun 2019 menguntungkan anak yang bodoh. Kan tidak tahu kenapa anak itu bodoh yang mungkin kecukupan gizi kurang karena faktor orang tuanya miskin. Jadi saya yakin jika berpikir untuk kepentingan masyarakat banyak akan setuju PPDB dengan sistem zonasi,"terangnya.

Esti mengakui kendala penerapan PPDB dengan sistem zonasi terkait dengan infrastruktur yang belum merata. 

Demikian pula tenaga pendidik belum merata kualitasnya. Namun untuk DIY kondisinya sudah lebih baik karena sudah ada kebijakan untuk merooling guru dari sekolah favorit ke sekolah lainnya.

"Kalau orang tua hanya berpikir anaknya harus masuk sekolah favorit maka mungkin ke depan nama sekolah perlu diganti bahkan jika perlu namanya urut dari puncak gunung sampai ke pinggir pantai," jarnya.‎

Baca: Whisnu Sarankan Risma Diskresi PPBD Sistem Zonasi

Lebih jauh Esti mengatakan dengan PPDB sistem zonasi maka diperlukan fasilitas yang memadai tidak menumpuk di sekolah favorit. Menurut Esti pemerataan fasilitas pendidikan itu menjadi tugas pemerintah tingkat daerah dan dan pemerintah pusat.

"Kalau tidak ada pemerataan fasilitas belajar hingga pengajarnya, jangan disalahkan jika orientasi orang tua atau siswa yang pintar ingin masuk ke sekolah favorit saja karena di situlah semua fasilitas belajar dan guru yang bagus menjadi satu. Kalau semua rata maka tidak ada lagi orientasi ke sekolah favorit karena semuanya rata," pungkasnya.

Quote